Dine baru saja selesai mandi. Ia kembali mengecek ponselnya dengan harapan ada pesan masuk lagi dari Bian. Tapi.. Membaca satu pesan masuk dari nomor tak dikenal hanya membuatnya kesal.
"Dasar orang iseng!" Dine menutup aplikasi pesannya. "Siapa juga yang mengganggu lelaki orang?"
Ia masuk ke kamar tidurnya dan berganti pakaian.
Setelahnya, Dine membuka Animalia Pet World dan membiarkan pintunya terbuka mengingat beberapa orang staf yang bekerja akan mulai datang.
Ada lima orang yang bekerja di tempatnya. Tiga orang mengurus pet hotel dan pet shop, Dua orang lagi membantunya di klinik.
Hampir semuanya sudah bekerja lebih dari lima tahun. Meski pekerjaannya tidak memiliki jenjang karir tapi sepertinya mereka betah.
Dine kemudian memeriksa beberapa hewan yang sedang dalam perawatan. Ada tiga ekor kucing termasuk Dre dan dua ekor anjing.
Semuanya sudah dalam kondisi membaik.
Dre juga sudah mulai mengeluarkan suaranya..
"Meoww.." Dre bersuara lirih.
"Halo kucingku sayang. Si kecil yang menggemaskan. Aku ibumu. Ayahmu sedang pergi. Apa kamu merindukannya?" Dine bicara pada Dre.
Ia mengelus tubuh kucing kecilnya, "Ayahmu jauh di negara orang, tapi ada ibumu. Tenang saja..."
Dine tersenyum sendiri mendengar ucapannya.
Terang terangan aku mengakui kalau aku ibu kucingnya. Dine, kamu juga ada ada saja.
Ia mengambil video Dre yang bersuara lirih dan mengirimkannya pada Bian.
Setelahnya, Dine duduk di kursi kerjanya sambil menuliskan kondisi pasien pasiennya. Ada satu anjing dan satu kucing yang bisa pulang hari ini.
Tut tut tut tut tut
Ada pesan masuk ke ponselnya.
Bian : Wow.. Dre sudah mulai bersuara. Cepat juga dia membaik.
Dine : Yes, menuju pulih.
Bian : Aku tak sabar ingin melihatnya.
Bian : Aku akan menengoknya malam ini.
Dine : Bukannya kamu kembali besok?
Bian : Jadinya kembali nanti malam. See you..
Dine : Iya.
Bian akan datang nanti malam? Dia akan menengok kucingnya, tapi kenapa aku yang deg deg an?
Dine mengembungkan pipinya menahan getar getar aneh yang menyeruak.
***
Bian menatap Zhian, "Pesawat siap? Setelah makan siang kita pulang."
"Siap bos. Logan juga sudah mulai bergerak menyelidiki semuanya. Kita tunggu kabar. Penanganan virus juga sudah on the track, tidak ada lagi sapi yang mengalami demam," ungkap Zhian.
"Bagus. Kita pantau ketat sebulan kedepan," Bian menegaskan.
"Tapi... Kenapa langsung pulang hari ini?" Zhian sedikit heran dengan keputusan si bos.
Biasanya kalau sudah kembali ke Abram Creeks, Bian bisa jadi tidak ingin pulang.
"I miss home," Bian senyum senyum sendiri.
"Jadi sekarang, home itu bukan di sini? Tapi di Jakarta?" Zhian memastikan.
"Orang bilang, home is where the heart is..." Bian menjawab dengan ekspresi penuh makna.
"Hah?" Zhian bingung sendiri.
"Ungkapan itu betul.. Aku merasakannya sekarang," Bian kembali tersenyum. "Dimana hatiku berada, itulah rumahku."
"Hati.. Ada di Jakarta?" Zhian masih belum mengerti.
Bian tergelak, "Susah kalau bicara sama lelaki single yang tidak pernah date."
Zhian mengerutkan keningnya.
Bukannya si bos juga single? Kapan juga dia nge date? Sehari hari hanya berteman dengan sapi sapi itu.. Atau dia pacaran sama sapi?
Zhian memutuskan untuk tidak lagi bertanya.
Bian menatap ponselnya. Ada foto Dine di galerinya.
Ini aneh.. Dokter kamu membuatku ingin segera kembali ke Jakarta.
See you tonight.
***
"Uuuhhhhh..." Perempuan itu mendesah kencang ketika merasakan sentuhan di puncak buahdadanya.
Kedua bukit kembarnya menjadi sasaran permainan lidah Banan Aleric. Tubuhnya meliuk liuk mengikuti gairahh yang bergelora di dirinya.
"Lakukan sekarang.. Oh please.." Perempuan itu tak sanggup lagi menahan diri dan mulai membuka kedua kakinya dengan lebar.
Banan tidak menunggu lebih lama. Ia membuktikan kejantanannya dan menusuk dengan sekali hentakan, hingga miliknya berada di dalam tubuh yang sudah berulang kali ia masuki.
Keduanya saling mendorong dan menekan agar kepuasan itu bisa mereka raih. Banan mulai menyalakan shower dan membiarkan kehangatan air membasahi tubuhnya dan perempuan selingkuhannya itu.
"Ohh.. Ohh..." Perempuan itu mulai meremas bahu dan mencakar punggungnya.
Banan kembali menghentak tubuhnya hingga erangan terdengar di sudut kamar mandi tersebut.
Keduanya saling berangkulan dan mulai membersihkan tubuhnya.
"Kamu luar biasa.." Perempuan itu berbisik pelan di telinga Banan
"Kamu juga," Banan mendesah.
Ia membelai pipi Banan, "Apa kamu akan tetap menikahi Dine?"
"Iya.." Banan menjawabnya dengan pendek.
"Tidak berniat untuk membatalkannya? Aku tanya sekali lagi," ia mengecup pipi tunangan sahabatnya itu.
"Aku sudah menjawabnya. Dan tolong, waktu hari itu sudah aku sampaikan untuk tidak lagi membahasnya!" Banan berkata tegas.
"Sorry," ia langsung mencium bibir Banan.
Banan pun luluh. Ia membalas ciumannya.
Keduanya menikmati pagi hari penuh gelora sebelum akhirnya pergi ke kantor dan berpura pura tidak terjadi apapun.
***
Bian dan Zhian mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma.
"Antarkan saya ke Animalia Pet World," ucap Bian pada pengemudi yang menjemputnya. "Satu arah dengan apartemen."
Zhian menatapnya keheranan.
"Bos, jam segini pasti tutup..." ucap Zhian.
"Jangan banyak bicara. Antarkan saja," Bian menahan senyumnya.
Meski bingung, tapi Zhian tidak lagi berkomentar.
Saat mobil semakin dekat ke tujuan, Bian teringat sesuatu.
Ia melepas jas dan dasi yang dikenakannya, lalu menggulung tangan kemejanya. Hingga memperlihatkan otot otot tangannya yang begitu kencang.
Bian memperhatikan sepatunya yang memang rare dan limited edition. Tidak sembarang orang memilikinya.
Aku tidak mau mengenakan sepatu ini. Bian yang Dine kenal adalah seorang relawan penyayang binatang,
Ia lalu memperhatikan sepatu Zhian yang merk nya lebih umum dari miliknya.
Aku dan Zhian sama sama memiliki ukuran kaki dua puluh sembilan senti meter.
"Pinjam sepatumu," Bian bicara pada Zhian.
"Lalu saya?" Zhian bingung.
"Pakai sepatuku atau tidak pakai sepatu. Terserah," Bian menyodorkan sepatunya.
Zhian menerima sepatu si pak bos dan memberikan sepatu miliknya.
Ini si bos aneh aneh saja. Kenapa juga harus tukar sepatu?
Ia mengomel dalam hati tapi tetap mengikuti permintaan Bian.
"Ok nice! Sepatumu lebih cocok untuk aku kenakan malam ini," Bian tersenyum lebar.
"Kita berhenti satu gedung sebelum Animalia Pet World. Aku jalan kaki dari situ," ucap Bian.
"Ke-kenapa?" Zhian heran sendiri.
"Jangan banyak tanya," Bian tergelak memperhatikan raut wajah dan ekspresi Zhian.
Sesuai perintah, pengemudi menghentikan mobilnya sekitar satu gedung sebelum Animalia Pet World.
"Aku turun di sini. Kalian pergi saja. Tidak perlu menungguku," Bian turun tanpa membawa apapun. Hanya ponsel di saku kemejanya.
Ia berlari ke arah klinik yang sudah tutup.
Di depan klinik, Bian membunyikan bel. Selang sekitar lima menit kemudian, pintu pun terbuka.
Sosok Dine menatapnya dengan berseri seri.
Bian tersenyum, "Hai. Sesuai janji. Aku datang malam ini."
Dine tersenyum lebar, "Dre sudah menunggumu."
"Apa ibu kucing juga menungguku?" Bian menatap Dine penuh harap.