Dine menyimpan ponselnya.
Bian, Bian.. kenapa kamu membuatku seperti ini? Gawat sekali kalau aku sampai tergoda.
Tubuhnya terasa penat dan memilih untuk berbaring di atas tempat tidur. Tapi, daripada ketiduran, Dine kembali bangkit dan bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Setelahnya, ia turun menuju dapur kecil yang ada di flat miliknya dan mulai membuat secangkir teh hangat. Flat ini seperti juga klinik miliknya, terdiri dari dua lantai. Lantai dua terdiri dari satu kamar tidur dan satu ruang keluarga tempatnya menonton televisi dan bersantai. Sedangkan di lantai satu terdiri dari dapur, ruang makan dan ruang tamu kecil.
Flat yang menjadi tempat tinggalnya ini terhubung dengan Animalia Pet World. Posisi flat ada di bagian belakang, sehingga bisa masuk dari jalan memutar atau melalui lorong khusus dari sisi pet hotel.
Bangunan ini merupakan warisan dari kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Ayah dan ibunya juga seorang dokter hewan meski memiliki spesialisasi berbeda. Keduanya berprofesi sebagai dokter hewan laboratorium.
Dulunya area jalan besar ini memang hanya satu jalan kecil yang berisikan rumah rumah lama. Namun dengan adanya pembangunan di sekitarnya, berkembang menjadi jalan yang cukup ramai. Lulus sekolah kedokteran, Dine memanfaatkan sisa warisan dari kedua orangtuanya agar bisa membangun rumah tinggalnya menjadi one stop solution untuk hewan.
Akhirnya, Animalia Pet World berdiri dan berkembang menjadi salah satu klinik hewan yang cukup dikenal. Harus diakui kalau memang pusat pelayanan untuk hewan terbilang masih jarang, sehingga banyak yang merekomendasikan tempatnya ini.
Dine duduk di kursi makan sambil menikmati teh hangatnya. Tawar, kental dengan rasa sedikit pahit. Itu favoritnya.
Pikirannya melayang kemana mana. Kegundahan soal Banan seperti tidak bisa ia hilangkan.
Ada yang berbeda. Ada yang berubah.. Aku tahu itu!
Dine menarik nafas panjang. Bingung juga...
Tiba tiba bel berbunyi. Dine melangkah ke arah pintu dan membukanya. Kedua sahabatnya langsung menerobos masuk dan duduk di kursi makan.
"Din, aku bawa martabak keju kesukaanmu," ucap Orin.
Sahabatnya, Noreen Arianna atau yang biasa dia panggil Orin adalah sahabat lamanya sejak mereka berada di bangku sekolah menengah pertama. Kegilaan kegilaan zaman sekolah yang ia lakukan, pasti pembawanya adalah Orin. Mulai dari bolos sekolah, menonton konser konser musik yang tidak diizinkan kedua orangtuanya, bahkan memasuki klab malam.
Seru dan gila! Itu mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan karakter Orin.
"Aku bisa gendut kalau terus makan keju dan terigu," Nola geleng geleng kepala.
Nola atau Finola Avanti juga sahabat lamanya sejak sekolah menengah atas. Mereka bertiga satu kelas dan akhirnya sering bermain bareng. Nola dan Orin sama sama gilanya. Bedanya, Nola lebih "normal" dibanding Orin, apalagi dengan kebiasaannya yang mencoba hidup sehat dan menjaga asupan asupan ke tubuhnya.
Hobinya berolahraga yoga seperti bertolak belakang dengan Orin yang tidak menyukai olahraga.
Kata yang mungkin bisa menggambarkan Nola adalah perfeksionis dan well organized.
"Ya sudah, jangan makan," ucap Orin sambil mengambil sepotong martabak.
Dine hanya tertawa. Ia ikut menikmati martabak sambil menyeruput teh nya.
"Yang mau teh atau kopi, buat sendiri, ambil sendiri. Aku tidak mood," Dine menarik nafas panjang. "Stok lengkap ada di lemari. Gula dan s**u juga ada."
Nola berdiri dan mulai membuat teh untuk dirinya sendiri, "Memang kenapa kamu tidak mood?"
"Iya kenapa?" Orin menatapnya penasaran.
"Ini soal Banan. Akhir akhir ini sikapnya terasa berbeda.. Aku bingung," Dine mulai bercerita. "Apa aku harus curiga atau biasa saja?"
"Beda bagaimana?" Nola duduk di hadapannya. Orin pun mendekat ingin tahu.
"Iya, banyak hal. Misal semalam, dia janji menelepon setelah pulang, tapi ternyata tidak. Eh, saat aku telepon, ponselnya malah mati," jelas Dine. "Lalu minggu lalu, katanya mau mengantarku ke makam ayah ibu, tapi mendadak batal."
"Tadi sih dia sudah kirim kabar dan minta maaf. Katanya semalam ketiduran dan tidak sadar kalau ponselnya mati. Tapi..." Dine menarik nafas panjang.
"Tetap saja.. Menurutku itu aneh," tambahnya.
"Oh ya?" Nola penasaran. "Itu saja?"
"Ya ada lagi sih. Seperti misalnya dia diam diam menelepon seseorang, atau mengirimkan pesan entah pada siapa," ucap Dine lagi.
Orin mengerutkan keningnya, "Jangan terlalu dipikirkan. Orang bilang kalau mau menikah, biasanya suka ada saja ujiannya."
"Tapi menurutku, harus dipikirkan. Bagaimana kalau ada perempuan lain?" tanya Nola.
"Hah? Se-selingkuh maksudmu?" Orin bertanya balik.
"Iya," Nola mengangguk.
"Si Banan itu kelakuannya seperti cinta mati sama kamu, rasa rasanya tidak mungkin kalau selingkuh. Bisa saja karena dia ada masalah di kantor makanya terlihat beda," Orin berusaha memberikan penjelasan sambil menatap Dine.
"Iya sih.. Dia cerita kaitan kedatangan bos besar," ucap Dine.
"Nah itu dia, memang suasana kantor seperti lagi panas dingin sejak bos besar datang," jelas Orin.
"Memang semenyeramkan itu?" tanya Dine.
Kedua sahabatnya ini memang bekerja di perusahaan yang sama dengan Banan, meski di anak perusahaan yang berbeda. Banan menempati posisi sebagai Marketing Manager Emery Food. Sedangkan Orin menjabat sebagai Public Relations Supervisor di Emery Holding, dan Nola menjadi Promotion Supervisor Emery Dairy. Ketiganya berkantor di gedung yang sama namun anak perusahaan dan divisi yang berbeda.
"Bukan seram sih.. Tapi lebih ke tegang," Orin menjawabnya. "Jadi si bos katanya minta laporan dari tiap anak perusahaan. Lalu selain itu juga dia menugaskan adanya auditor dan konsultan eksternal yang memeriksa tiap divisi."
"Jajaran direksi dari tiap anak perusahaan sih sudah ketemu bos besar dalam forum rapat evaluasi tahunan. Dan setelah rapat itu, hampir semua tutup mulut," ucap Orin.
"Iya betul.." Nola mengangguk sebagai tanda setuju.
"Ada apa ya?" Dine jadi penasaran.
"Entahlah.. Tapi intinya, si bos merasa tidak puas dengan kinerja kita di sini. Karena Indonesia itu masuk dalam dua besar pasar terbesar untuk Emery Food, Dairy dan Beverages. Belum lagi saat dia kunjungan ke factory.. Wuiihh, semua orang tegang saat dia inspeksi," Orin geleng geleng kepala.
"Memang orangnya seperti apa?" Dina tambah ingin tahu.
"Sejujurnya, si bos belum menunjukkan diri di depan publik. Abian Emery hanya beredar terbatas dan siapapun tidak diizinkan melakukan dokumentasi kegiatan dalam bentuk apapun saat dia melakukan kunjungan atau pertemuan," jelas Orin lagi. "Katanya juga, dia sudah datang ke kantor sesekali.. Tapi ya aku belum pernah lihat."
"Sama," Nola juga mengangguk.
"Kenapa seperti itu?" Dine semakin heran.
"Aku tidak tahu," Nola menggelengkan kepalanya.
"Dengar dengar sihh.." Orin mulai bicara, "Katanya, dia beredar diam diam untuk mengawasi perusahaan tanpa sepengetahuan orang orang. Itu sebabnya masih menutupi jati dirinya."
"Aku pikir, dia seperti tidak percaya pada manajemen yang sudah berjalan sekarang," lanjutnya.
"Mmm.. Apa iya seperti itu?" Dine menarik nafas panjang.
"Ya, seperti aku bilang, itu hanya dugaan. Alasan sesungguhnya sih hanya si bos yang tahu," ungkap Orin. "Intinya, situasi ini yang mungkin membuat si Banan tidak menentu."
"Jadi, belum tentu juga karena dia selingkuh," tambahnya.
Dine mengangguk angguk.
Penjelasan Orin masuk akal, Banan memang baru berubah beberapa bulan terakhir ini saja. Ya, mungkin aku bersabar saja.
Tiba tiba bel kembali berbunyi.
"Apa kamu menunggu seseorang?" tanya Nola.
"Tidak," Dine menggeleng.
Dine pun membuka pintu, sosok Banan muncul di hadapannya dan langsung masuk.
"Ada Nola dan Orin," ucap Dine.
"Ow.. Aku membawa makan malam tapi terbatas," Banan menjelaskan.
Ia pun melangkah ke arah ruang makan dan menyimpan makanan yang dibawanya. Dine langsung menyajikannya.
"Hai," Banan menyapa Nola dan Orin.
"Hai juga," Nola dan Orin menjawab bersamaan.
"Kita makan malam dulu," Dine menyiapkan perlengkapan makan dan meletakkannya di meja makan.
Mereka pun menikmati makan malam sambil mengobrol.
Namun, di tengah perbincangan itu, Banan mendadak membisu saat merasakan sentuhan lembut di pahanya yang perlahan naik ke bagian di antara selangkangannya.
Ia menggertakkan giginya dan melirik perempuan di sampingnya yang bukan Dine.