10 - Pingsan di Malam Pertama

1440 Words
10- Pingsan di Malam Pertama Buliran keringat mulai membasahi seluruh tubuh Faras. Pria bersahaja namun dingin terhadap wanita itu begitu gemetaran saat berdekatan dengan Sofika, gadis yang sudah resmi menjadi istrinya. Sofika tersenyum malu-malu, mereka saling diam Diaman untuk beberapa saat. Sama-sama malu dan salah tingkah. “Sepertinya, aku yang harus inisiatif duluan,” dalam hati, Sofika berkata kepada diri sendiri. Akhirnya, dia inisiatif untuk memulai duluan. Sofika mengikis jarak diantara keduanya. Membelai pipi sang suami yang wajahnya mulai memucat saking gugupnya. Dan, Sofika semakin mendekati sang suami tampannya. Bukannya tak tau malu, tapi dia memberanikan diri, meski dengan tangan gemetar. Oksigen di dalam paru-paru Faras seakan berkurang tujuh puluh lima persen. Tiba-tiba saja isi kepalanya bleng dan pandangannya menggelap. Hingga saat bibir Sofika menempel di bibirnya, Faras langsung ambruk. Dia jatuh pingsan. “Hey kamu kenapa?“ Sofika jadi heboh, dia berteriak panik. Wajah Sofika sampai memucat, dia mengguncang tubuh Faras dengan kuat. Tok tok tok “Fika ada apa?“ sialnya, di luar kamar tampak heboh. Ya kebetulan kedua orang tua Sofika dan beberapa orang kerabat yang memang sedang menginap dan belum tidur, mendengar suara teriakan Sofika. Awalnya, mereka berpikir itu pasti suara kedua mempelai yang sedang melakukan ritual malam pertama. Namun, semakin di dengar-dengar eh malah suaranya lain. Bukan suara desah atau jeritan malam pertama. Melainkan suara jeritan panik dari Sofika. Jadilah semua orang berlari menuju kamar sang pengantin baru. Ibu Sofika sempat berpikir, kalau anaknya disiksa saat malam pertama, di cambuk gesper misalnya. Ya, karena sebelumnya sang ibu pernah menonton film tentang seorang wanita yang di siksa dulu sebelum akhirnya bercinta. Hal itu untuk meningkatkan gairah si pria, nah jadilah beliau parno. “Fika kamu nggak apa-apa nak? Buka pintunya!“ Sang ibu menginterupsi, sambil menggedor pintu lumayan keras. “Tenang Bu, tenang,” suaminya mengelus punggung sang istri. “Tenang bagaimana? Ibu takut Fika di apa-apakan,” sahut sang istri dengan nada marah. Sang suami hanya menatapnya bingung. “Enggak mungkin, Faras itu anak yang baik,” bujuk sang suami. “Kalau baik enggak mungkin kan anak kita histeris begitu,” menyahuti kembali, kali ini sang istri menatap suaminya tajam. Kerabat yang lain coba menenangkan. Mendengar suara ribut-ribut di depan kamarnya, Sofika bergegas membenarkan posisi tidur sang suami. Kemudian membenarkan pakaiannya, saat ingat hanya pakai baju tidur tipis, dia memilih berpikir tenang dan mengganti bajunya dulu dengan piama tidur panjang -panjang. Setelahnya, dia barulah membuka pintu. Aduh, Sofika ada-ada saja, di saat begini masih ingat ganti baju dulu. Memang seperti itulah Sofika, mampu berpikir jernih meski di saat genting sekalipun. Ceklek, pintu terbuka lebar yang menampilkan wajah panik ibunya untuk pertama kali. “Kamu kenapa? Apa suamimu menyakiti kamu? Kamu diapakan?“ berondong sang ibu sambil memeriksa wajah sang anak perempuan satu-satunya, lalu memindai seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah. “Kamu pucat banget,” masih saja ibunya bertanya dengan nada khawatir. Salah seorang kerabat menerobos masuk, dan menemukan Faras dalam kondisi tak sadarkan diri dengan wajah sedikit pucat. “Hey kamu kenapa?“ mengguncang tubuh Faras. “Dia mati! Faras mati!“ teriak pemuda bernama Farzan itu. Sungguh nama dan orangnya berbeda. Nama Farzan artinya cerdas dan pintar, tapi orangnya kenapa sedikit bodoh ya, orang pingsan dikira mati, mana teriaknya heboh lagi. Membuat semua orang yang ada di sana panik. “Apa!“ teriak semuanya termasuk Sofika. Mereka semua bergegas berlarian menuju ke arah tempat tidur besar untuk malam pertama itu. “Dia dia mati!“ raut wajah Farzan tampak sekali memucat. “Fika kamu apakan suamimu itu?“ Ibu yang tadinya takut dan panik anaknya di apa-apakan Faras, mendadak berbalik. Dengan penuh keterkejutan dia memberondong sang putri tanpa mengecek dulu kebenarannya. “Tidak ada. Hanya…” Sofika terduduk lemas di lantai, tak mengerti kenapa suaminya sampai mati, padahal dia Cuma baru akan menciumnya saja, belum sampai memperko….. “Fika, masa kamu jadi janda di malam pertama…” dan ibunya mulai terisak. “Kamu apakan dia?“ disela isakan, ibunya bertanya dengan suara terbata. “Fika hanya, mau menciumnya saja ibu. Tapi tiba-tiba dia jatuh tak sadarkan diri,” ceplos Sofika. Semua mata terbelalak menatap Sofika dengan penuh keterkejutan. “Apa dia terlalu syok, lalu terkena serangan jantung?“ Farzan mulai menduga-duga. Ah, Farzan mulai lagi deh! “Lalu, bagaimana ini? Apa Sofika akan dipenjara?“ Farzan bertanya, yang membuat semua orang mendadak pias, terutama kedua orang tua Sofika. Sofika meraung-raung, “maafkan aku mas, udah bikin kamu kayak gitu,” tangisannya semakin keras. Antara sedih menjadi janda muda, dan juga takut di penjara. Beruntung, saat sedang heboh begitu, Faras sadar dan bergumam pelan. “Emh, aduh ada apa ini?“ matanya belum terbuka, tapi sebenarnya dia sudah sadar. Hanya saja kepalanya masih sedikit pusing, terlebih saat ingat apa yang dilakukan Sofika, dia jadi merasa geli sendiri. Tak menyangka, istrinya yang gemuk itu sudah pro, pikirnya. Jadilah dia memilih untuk memejamkan mata saja sampai kantuk kembali menyerang. “Hah, Faras kamu belum mati?“ tanya sang ibu mertua dengan senang. Faras yang tadinya mau memejamkan mata saja sampai kantuk menjemput, langsung membuka mata saat mendengar perkataan sang mertua. “Syukurlah,” terdengar riuh semua yang ada di dalam kamar ini. “Mas…” Sofika langsung berdiri dan naik ke tempat tidur dengan gerakan kasar dan cepat. Alhasil, seperti terjadi gempa di atas tempat tidur. “Fika pelan sedikit,” Sang Ibu menginterupsi. Sofika hanya tersenyum kecil. “Mas,” dengan tangis bahagia Sofika memeluk Faras sampai mengap-mengap karena sesak akibat pelukan kuat istri gendutnya itu. “Fika suamimu bisa mati beneran tuh!“ Farzan mengingatkan dengan nada nyinyir. Itulah Farzan, pemuda yang sering bertengkar dengan Sofika semenjak kecil, dia adalah kakak sepupu Sofika. Sontak Sofika melepaskan pelukannya sambil mencebikkan bibir. “Aku kan hanya senang karena suamiku ternyata masih hidup,” bela Sofika sambil menoleh ke arah sang sepupu dengan jengkel. “Menantu kamu diapakan sama Fika sampai pingsan begitu?“ tanya Ayah Sofika dengan nada khawatir. Faras jadi merasa bingung bercampur malu karena terjadi drama seperti ini di malam pengantinnya. Dia menatap semua orang yang ada di ruangan ini satu persatu dengan senyuman malu malu. “Hal ini sungguh memalukan!“ teriak Faras dalam hati, dia sampai ingin menangis sebenarnya saking malunya. Tapi tentu saja dia menahannya, kan malu. “Tidak ada saya Cuma gugup saja di malam pertama, hehehe,” mendengar apa yang dikatakan Faras, semua orang malah jadi tertawa geli, termasuk Sofika yang hanya tersenyum mesem mesem menahan agar tawanya tak meledak. Ditertawakan seperti itu muka Faras sampai memerah, malunya berlipat -lipat. Dia hanya bisa tersenyum kecut mendengar tawa diiringi godaan para keluarga istrinya. Sofika turun dari tempat tidur dan mengambil segelas air hangat ke dapur, sementara seluruh keluarga masih sibuk menggoda sang suami. Sementara Faras yang sudah duduk di atas tempat tidur hanya bisa tersenyum malu-malu seperti anak perawan saat mendengar godaan anggota keluarga istrinya. “Minumlah Mas air hangatnya,” ujar Sofika dengan nada selembut sutra, semanis madu, dan secerah mentari pagi hari. “Te terimakasih,” sahut Faras dengan kikuk karena berada di bawah tatapan para anggota keluarga. Bahkan, rasanya dia begitu sulit untuk sekedar menghabiskan segelas air bening hangat itu. “Sudah, sudah. Sekarang ayo kita ke kamar masing-masing. Biar pengantin baru menyelesaikan misi mereka,” mata Ibu Sofika berkedip menggoda yang diarahkan kepada sang putri dan juga menantunya. Uhuk uhuk Faras yang sedang minum pun langsung tersedak air yang ada di dalam tenggorokannya. “Bu, udah dong. Faras kan jadi malu itu.” Sofika mulai merajuk. Semuanya kembali tergelak, kemudian pamit keluar dari kamar pengantin itu. Sofika segera mengunci pintu kamar setelah semuanya keluar, membuat Faras kembali meneguk salivanya susah payah. Apalagi saat istrinya berjalan melangkahkan kakinya menuju ke hadapannya dari pintu kamar menuju tempat tidur dengan senyuman yang tampak sekali sedang menggodanya. “Ah kenapa aku enggak pingsan aja,” raungnya dalam hati, dia semakin ketar ketir dibuatnya. “Sayang,” kini istrinya sudah sampai ke tempat tidur dan naik dengan pergerakan selembut mungkin. Namun karena badannya yang gempal, gerakan selembut itu pun tetap menimbulkan gerakan bagaikan gempa bagi Faras. “I iya,” dengan gugup Faras berkata. “Tak usah takut, malam ini aku akan memulainya dengan sangat lembut,” dengan menirukan dialog n****+ online yang sering Sofika baca dia berkata. Hah Faras terkejut mendengar perkataan istrinya itu. Bukankah seharusnya dirinya lah yang mengatakan hal itu, ish istrinya sungguh luar biasa. Sudah bobotnya luar biasa, ternyata kelakuannya juga luar biasa. Faras jadi ingin tertawa geli, namun tentu saja dia tahan. Dan jadilah Faras harus merasakan malu untuk kedua kalinya karena hal yang sama di depan Sofika. Sepertinya, malu dan sial memang sudah berkawan baik dengan pria tampan itu semenjak mengenal gadis bertubuh besar ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD