IKHLAS

1308 Words
“Bang … kok ami nggak nyaut panggilan dari kita?” tanya Firman kepada Ali. “Abang juga nggak tau, Man. Abang jadi ngerasa nggak tenang. Apa kita dobrak aja pintu rumah ini? Soalnya, ini terkunci juga!” jawab Ali yang juga merasa sangat panik memikirkan umi Zulha saat ini. “Iya. Kita dobrak sama-sama aja, dan semoga ami baik-baik aja di dalam!” seru Firman dan langsung menyetujui saran dari abangnya itu. Mereka berdua sedang bersiap-siap untuk mendobrak pintu, ketika suara teriakan Syifa yang membuat mereka terkejut itu menghentikan aksi nekat itu juga. Tidak biasanya Syifa mengeluarkan suara tinggi, meski hanya kata tunggu seperti tadi. Syifa juga menyadari bahwa ia baru saja berteriak di depan Ali dan Firman. Dan hal itu sungguh di luar nalarnya karena ia baru saja menyadari sesuatu dari pintu yang terkunci itu. Itu adalah alasan yang membuatnya terpaksa berterika karena tidak ingin Firman dan Ali merusak pintu rumah orang tua mereka. “Maaf kalau aku udah teriak-teriak seperti itu. Aku sama sekali nggak bermaksud sama sekali. Maafin aku, Bang!” ucap Syifa kepada Ali yang menatapnya dengan heran. “Ada apa, Kak?” tanya Marwah langsung ketika Ali belum menanggapi permintaan maaf dari Syifa itu. “Nggak, Dek. Itu … sepertinya ami lagi nggak di rumah. Liat tuh, pintunya dikunci dan digembok dari luar. Kalau umi di dalam, pasti rumahnya terkunci dari dalam,” jelas Syifa yang akhirnya mengatakan alasannya berteriak tunggu kepada Ali dan Firman tadi. Sontak saja, Ali dan Firman langsung menatap ke bawah gagang pintu itu. Di sana memang ada sebuah anak kunci kecil dan tampak terpasang, lalu juga dipasangi oleh gembok yang juga terkunci. Hal itu tidak diperhatikan oleh Ali dan Firman yang tadinya sudah terlalu panik memikirkan keadaan umi mereka di dalam rumah. “Oh, iya. Kenapa tadi kita nggak perhatiin itu,” ucap Ali dan seketika itu juga Firman tampak mengangguk setuju. “Benar juga. Ini terkunci dari luar, dan sepertinya ami memang lagi keluar!” sahut Firman membenarkan lagi ucapan sang abang dan istrinya tadi. Mereka berempat lalu mencoba mengedarkan pandangan ke sekitar pekarangan rumah tua yang menjadi tempat tinggal ami Zulha dan Nayla setelah kepergian abi Yahya itu. Tidak ada tampak tanda-tanda umi mendekati ke arah mereka dan hal itu jelas membuat mereka berempat bertanya-tanya ke mana kiranya ami mereka itu pergi saat ini. Setelah melakukan perundingan singkat, akhirnya Ali dan Firman pulang ke rumah mereka masing-masing bersama para istri mereka. Hal itu karena mereka juga mengkhawatirkan keadaan anak mereka yang tadi mereka tinggalkan sedang tertidur. Mereka sudah tidak lagi terlalu khawatir karena sudah tahu bahwa ami hanya keluar dari rumah sementara dan mereka tahu umi tidak akan jauh-jauh dari pekarangan pondok itu. Sementara itu, wanita yang mereka cari tengah duduk di depan sebuah gundukan tanah yang masih tampak basah. Dan diatasnya tampak taburan bunga yang masih segar dan berwarna warni. Ternyata, ami Zulha pergi ke makam abi Yahya untuk berkunjung dan mengirimkan doa pada almarhum suaminya itu. Zulha juga baru saja menceritakan keluh kesahnya tentang keadaan Nayla setelah kepergian sang abi tercinta secara mendadak. Masih hari kedua dan sudah tentu hal itu masih terasa seperti mimpi bagi umi Zulha saat ini. Ia masih tidak percaya, teman hidupnya … kekasih sejatinya itu sudah tidak lagi bersamanya saat ini. “Ami percaya … Abi meninggalkan ami nggak begitu aja. Pasti ada lagi tugas dan tanggung jawab yang harus ami lakukan, sebelum ami datang menyusul abi di sini,” ungkap ami Zulha dengan nada suara yang bergetar. “Ami nggak tau apa aja hal yang sekarang harus Ami lakukan, Bi! Ami hanya bisa meminta petunjuk dan pertolongan kepada Allah. Semoga Allah memudahkan segala urusan kita dan juga Allah meringankan langkah kita menuju kebaikan. Abi tidur yang nyenyak di sana, ya. Sebentar lagi, Ami pasti datang untuk menemani Abi di sini,” lanjut ami Zulha dengan mata sembab dan air matanya terus mengucur deras. Sebagai manusia dan wanita biasa, tentu saja dia sangat merasa kehilangan suaminya. Lelaki yang sudah berpuluh tahun ini menemaninya dalam suka dan duka. Selalu memuji semua yang dia masak, dan berbagi cinta serta kemesraan di atas ranjang yang sama. Sekarang, ami Zulha merasakan kehampaan dalam hidupnya karena sudah tidak ada lagi teman tidurnya. Sudah tidak ada lagi suara pria yang tegas dan terdengar sanger itu mengimaminya sholat lima waktu, maupun sholat di sepertiga malamnya. Hati ami Zulha sempat merasa kosong dan hampa karena tidak lagi mendapatkan nasihat-nasihat yang menyejukkan jiwa dari lelaki yang kini sudah beristirahat dengan tenang di tempat terbaik yang Allah persiapkan, Insya Allah. Tanpa ami Zulha sadari, seseorang yang berdiri di belakangnya pun mendengar apa yang baru saja dia katakan. Sungguh, semua tidak dapat membuatnya menahan genangan air matanya pula. Ia langsung menghambur ke dalam tubuh wanita tua yang duduk bersimpuh di depan makam suaminya itu. Gadis itu memeluk ami Zulha dari belakang dan penuh dengan rasa haru serta ketakutan yang luar biasa. Sontak saja, aksi itu membuat ami Zulha terperanjat dan segera menyadari siapa yang kini tengah memeluknya dengan rasa haru dan sedih berkepanjangan. “Nay … kapan kamu datang, Nak?” “Apa yang baru aja Ami bilang ke Abi? Ami bilang bentar lagi mau nyusul Abi? Mau nemanin Abi di sini?” tanya Nayla beruntun dengan isak yang tidak tertahankan lagi. “Ada apa, Nak? Bukannya kita semua akan kembali pada sang maha pencipta? Cepat atau lambat, Ami pasti akan menyusul Abimu di sini. Dia pasti kesepian sendirian dan mungkin udah nungguin Ami juga sekarang,” jelas ami Yahya dengan suara serak. “Ami jangan bohongin, Nay! Nay tau kalau Ami tuh serius kan sama yang Ami ucapin tadi? Ami mau ninggalin Nay sendiri? Ami mau pergi ke tempat Abi dan tega ninggalin Nay sendiri?” tanya Nayla lagi dan mengeratkan pelukannya kepada tubuh ami Zulha itu. “Andai Ami memang pergi cepat menghadap Allah, kamu nggak sendirian kok, Nay. Ada bang Ali dan bang Firman, serta kedua istrinya. Belum lagi keponakan kamu yang lucu-lucu itu pasti akan mewarnai harimu nanti. Andai kamu nggak bersedia menikah dengan Ridho, biarlah semua seperti yang kamu inginkan. Ami hanya ingin kamu bahagia, Nay!” ungkap ami Zulha dengan mengusap pelan kepala Nayla yang tertutup kerudung berwarna hitam. “Abi nggak akan bahagia di sana, kalau Nay menolak lagi perjodohan ini. Sebab hal itu lah yang menjadi penyebab abi pergi dari sisi Nay, dan sisi kita semua.” Nayla berkata menyalahkan dirinya. Ami Zulha merasa sangat iba dan tidak tega mendengar Nayla masih menyalahkan dirinya atas kepergian abi Yahya kemarin. Semuanya memang terkesan mendadak dan bertepatan dengan semua yang terjadi. Namun, bukan berarti itu semua adalah karena kesalahan Nayla yang menolak perjodohan yang sudah diatur oleh abi Yahya itu. Semuanya tentu sudah menjadi takdir yang tidak bisa dielakkan. Karena jodoh, rezeky, dan maut itu adalah sebuah rahasia. Tidak ada yang akan pernah bisa tahu kapan itu akan datang karena semuanya adalah kekuasaan dari Allah SWT. “Sekarang, apapun yang kamu putuskan akan Ami dukung. Ami akan bantu kamu menjelaskan semuanya kepada Abi nanti. Abi pasti akan mengerti, Nak!” kata ami Zulha lagi mencoba memberikan keringanan kepada Nayla. “Nggak, Mi! Nay akan tetap menjalankan perintah dan wasiat dari Abi. Nay nggak mau seumur hidup terus hidup dalam rasa bersalah yang besar karena pernah membantah dan menolak permintaan Abi saat abi masih hidup,” ungkap Nayla yang terdengar dengan penuh keyakinan dan dapat dimengerti oleh ami Zulha juga. “Apa kamu udah yakin, Nay? Ami juga nggak rela kalau kamu hidup dalam penderitaan karena menjalani kehidupan yang tidak sesuai dengan hati nurani kamu. Apakah kamu udah ikhlas menerima perjodohan ini? Kalau kamu berubah pikiran, masih ada waktu!” “Nay udah yakin, Mi. Nay nggak akan mundur lagi sekarang dan Insya Allah sudah ikhlas. Semoga dengan keikhlasan Nay ini, Abi nggak marah lagi sama Nay di sana dan mau tersenyum seperti dulu lagi!” ujar Nayla dengan sisa tangis yang mulai reda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD