'Apa, Mi? Maduku? Maksud mami, apa?" tanya Marina dengan heran dan kaget. Tatapan matanya meminta pertanggungjawaban dari Hena atas apa yang baru saja Hena katakan kepadanya. Hena tampak santai meski ia sedikit cemas dengan reaksi yang diperlihatkan oleh Marina. "Mami!" panggil Marina lagi karena ia sama sekali tak didengarkan oleh maminya.
Hena menghela napas kesal, lalu ia menoleh ke arah Marina dengan tatapan biasa saja, 'mami sudah tua, Rin. Mau sampai kapan mami nungguin kamu hamil?' tanya Hena dengan nada yang seolah-olah sedih itu.
'Kami akan coba cara lain, mi,' kata Marina dengan wajahnya yang sudah teramat sedih karena sang mami tak mau menunggu lebih lama lagi. Pernikahan mereka belum menyentuh belasan tahun, belum juga lima tahun, tapi kenapa soal anak selalu saja menyudutkan Marina?
'Nggak bisa! Mami gak mau menungu lebih lama lagi!' kata Hena tegas.
'Tapi Marina gak mau dimadu, Mi!'kata Marina tak kalah kuat mempertahankan rumah tangganya.
'Kalau kamu gak mau dimadu, ya sudah cerai saja dari anak saya!'kata Hena kejam. Marina menelan sendiri luka di hatinya.
'Marina gak mau pisah dari Andrew, Mi ....' kata Marina dengan berlinangan air mata.
'Mami udah gak mau debat lagi sama kamu, ya, Marina! Sekarang kamu pulang sendiri saja! Mami mau ikut Lusi,'kata Hena seraya hendak keluar dari mobil Marina.
'Tapi, Mi, tunggu ....' Marina hendak mencegah tangan Maminya agar tak turun dari mobil tapi maminya lebih dulu menepis tangan Marina dengan kasar.
'Mami gak mau kamu sopirin karena takut celaka! Nangis aja dulu kamu sepuasnya baru jalan, atau naik taksi saja dari pada ada apa-apa dijalan!'kata Hena tegas sebelum ia melangkah pergi meninggalkan mobil Marina beserta Marina yang masih ada di dalam mobil itu sendirian dengan pilu yang terus menerus menguras air matanya.
Apa salahku?
Kenapa mami tega sekali padaku?
Pintu ruang galeri seni lukis terbuka tiba-tiba dan saat itupula Marina langsung menghapus air matanya, ia tak ingin sang suami menaruh curiga atas dirinya yang terlihat bersedih itu.
Andrew mendekap istrinya dari belakang, aroma parfum sang istri dan wangi tubuhnya selalu bisa membuat Andrew b*******h.
"Sayang, aku merindukanmu," kata Andrew berbisik di telinga Marina yang membuat tubuh Marina seketika menegang merasakan sensasi yang diberikan oleh Andrew tersebut.
Pelan-pelan tangan Andrew mulai meraba-raba tubuh Marina. Marina hanya diam dan tak membalas perlakuan Andrew sama sekali. Ia bingung, rasa sakit hati atas ucapan maminya hari ini masih membekas di otaknya dan kini Andrew ingin menjamahnya sebagai seorang istri?
Lalu entah dari mana datangnya setan itu, pikiran Marina mulai kotor. Ia membayangkan sang suami mulai mencumbu dan merasakan tubuh wanita lain selain dirinya. Sang suami mulai mabuk dengan wanita lain selain dirinya dan sang suami mulai menjadikan wanita lain itu ratu selain dirinya.
Lusi?
Marina kembali menutup matanya dan berlagak pilon dengan setiap sapuan demi sapuan bibir Andrew di lehernya yang jenjang. Marina berusaha sekuat tenaga mengenyahkan pikiran laknatnya.
Tidak!
Aku tidak mau dimadu!
Bagaiamana bisa aku berbagi suami dengan yang lainnya?
Apalagi perempuan itu Lusi!
Lusi yang bermain tak senonoh dengan pria lain!
Nggak!
Nggak!
Ini sama sekali gak boleh terjadi!
Tanpa sadar Marina mendorong d**a Andrew yang kepalanya sudah hampir sampai di dadanya. Andrew kaget, begitupun dengan Marina yang langsung terdiam melihat ekspresi suaminya yang tampak tak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Marina. Marina tak pernah menolaknya. Marina tak pernah berlaku kasar padanya. Lalu kenapa ia bisa seperti ini sekarang ini?
Marina yang tercekat dengan perlakuan dirinya sendiri terhadap suaminya itu hanya bisa memandang kedua tangannya dengan penyesalan. Ia menyesali perbuatannya barusan kepada sang suami, hingga akhirnya tanpa berkata apa-apa lagi ia memutuskan pergi dari ruang galerinya, meninggalkan Andrew sendirian di sana dengan seribu tanya.
Andrew bingung, terlebih, ia masih kaget dengan apa yang baru saja Marina lalukan kepadanya. Ia kesal, marah, heran, tak percaya dan tak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi. Tanpa sengaja ia menoleh ke arah lukisan sang istri lalu terpanah kemudian. Beberapa menit berlalu ia tertegun dengan lukisan istrinya, detik berikutnya ketika ia sadar, ia segera keluar dari kamar galeri dan mengejar istrinya.
Andrew langsung menuju kamar mereka dan ia tak menemukan sang istri berada di kamar mereka yang besar dan sangat mewah itu. Rasa panik merayap dalam dirinya, pelan-pelan ia melangkah ke arah kamar mandi.
"Tok ... Tok ... Tok ..." Andrew mengetuk pintu kamar mandi dan Marina yang terduduk di sudut kamar mandi dengan air shower yang mengucurnya, sama sekali tak berniat untuk membuka pintu kamar mandi.
Marina tampak menyedihkan. Dengan pakaian yang masih lengkap menempel di tubuhnya, ia menangis dibawah guyuran air shower. Menangisi nasibnya menjadi seorang istri yang tak bisa memberikan keturunan untuk suaminya.
'Siapa lagi yang akan menjaga Marina, Mama ... Papa ...' tangis Marina pecah ketika ia berada di antara dua jenazah kedua orang tuanya.
'Sayang, aku akan mengambil alih tanggung jawab orang tuamu. Maukah kamu menikah denganku?' tanya Andrew, sang kekasih kepadanya. Marina yang masih dalam suasana berkabung itu tak pernah menyangka sama sekali kalau Andrew akan menariknya dalam kubangan kesedihan.
Kehidupan rumah tangga Marina yang ia impikan bahagia nyatanya tak seindah bayangannya. Kedatangannya pertama kali saat menginjakkan kaki di rumah Andrew sebagai istri sah Andrew itu langsung mendapatkan sambutan tak menyenangkan dari Hena.
'Jadi, keluarga kamu bangkrut? Lalu kamu tak dapat apa-apa?' tanya Hena dengan sinis. Dulu Hena tak seperti itu padanya saat kedua orang tuanya masih hidup. Bahkan, saat berpacaran dengan Andrew, mereka sering liburan bersama ke luar negeri. Tentu dengan keluarga besar Hena juga meski kadang mama Marina selalu merasa Hena suka padanya karena ia yang terlalu royal.
'Iya, Mi,' kata Marina tak enak.
'Bisa ya, anak konglomerat langsung jatuh miskin gara-gara ditipu habis-habisan sama direktur keuangannya sendiri,' sindir Hena.
'Mami,' panggil Andrew. Hena hanya menoleh sekilas ke Andrew.
'Ya sudah. Mau apa lagi, nasi sudah jadi bubur, kalian udah menikah. Mau batal juga gak mungkin, kan? Masak iya mau jadi janda baru sehari nikah?' sindir Hena lagi. Andrew ingin membantah ucapan Hena, tapi tangan Marina cepat menggenggamnya. 'Biaya nikah yang dikeluarkan Andrew gak sedikit, jadi istri yang berguna, ya,' sindir Hena lagi sebelum ia benar-benar pergi dan menyisakan sesak di d**a Marina.
Marina tak pernah menyangka sama sekali bahwa kedatangannya di rumah Andrew adalah awal petaka yang tak kunjung usai. Pernikahan dengan orang yang dicintai nyatanya tak benar-benar membuatnya seratus persen bahagia. Hanya Andrew tempatnya bertahan, jika tak ada Andrew mungkin ia sudah lama bunuh diri.
Marina lelah, hingga ia jatuh pingsan dibawah guyuran air shower yang membuatnya menggigil hingga ia tak bisa menggerakkan tubuhnya lagi.
Mungkinkah aku lebih baik mati dari pada melihatmu menikah lagi, mas? Apalagi perempuan itu Lusi ...