Kami sampai di parkiran Hotel JW Marriot yang sangat luas. Kami berjalan beriringan menuju lobby hotel. Bram berjalan pelan mengikuti langkah kakiku yang tidak sepanjang miliknya. Karena kami berjalan bersisian, kadang-kadang tangan kami bisa bersentuhan dan hatiku pun semakin berdebar. Aku heran dengan hatiku ini, mengapa bisa berdebar-debar bagai gadis perawan padahal tangan kita hanya bersentuhan. Itupun bukan karena sengaja hanya karena jalan bersisian. Bram aku lihat biasa saja. Di wajahnya tidak ada perubahan sedikitpun, wajahnya tetap ganteng dan cool. Begitu hebatkah seorang Bram bisa menutupi perasaannya? Atau dia sama sekali tidak memiliki perasaan apapun padaku. Hanya menganggapku teman sesama panitia reuni saja? Aku bertanya dalam hatiku . Tapi kalau dia tidak memiliki perasaan kepadaku, mengapa setiap malam selama dua minggu ini, Bram tidak pernah lupa meneleponku. Iseng kah dia? Hanya untuk menghabiskan waktu belaka sambil menunggu keringatnya mengering? Emangnya dia anggap aku ini HANDUK ?? pikirku sekarang dengan kesal. Tiba-tiba Bram berhenti dan aku ikut berhenti . Ternyata dia melihat temannya yang bekerja di Gym yang sama dengannya . Mobil temannya itu mau keluar dari lapangan parkir dan berhenti ketika melihat Bram untuk menyapa
“ Woii Bram. Mau Check In?” tanyanya sambil memandangku.
Aku membelakkan mataku tanda marah dan agak tersinggung. Emang dia pikir aku ini cewek apaan?
“ Nggak lah.. Gila ya lu. Ini teman SMA ku, Lia . Kami sama-sama panitia reuni SMA kami. Kami ke sini mau booking ballroom nya” Balas Bram kencang.
“ Ooo.. Kirain mau check in” Kata temannya santai sambil menutup kaca mobilnya dan berlalu dari kami.
Aku masih cemberut dan Bram melihat kecemberutan ku
“ Uda nggak usah cemberut. Biasa aja. Toh kita memang bukan mau check in , Kita benaran mau pesan ballroom untuk acara reuni SMA kita”.
“ Kamu pasti uda biasa ya ? Check in sama cewek siang-siang bolong begini, makanya teman lu bisa tanya”. Kataku agak sarkas.
“Gila.. nggak lar kalau aku mau check in sama cewek, nggak mungkinlah jalan beriringan dan barengan jalan masuk begitu . Dan nggak mungkin lar di hotel sebesar JW Marriot ini. Mau ketauan istriku ?? Istriku sering arisan di restorannya chinesenya. Dan taulah di Kota Medan, ke mana-mana bisa ketemu sama orang yang kukenal. Nggak berani ambil resiko seperti ini”. Kata Bram tetap dengan gaya santainya.
Jadi sebenarnya dia itu sering check in dong dengan teman ceweknya hanya tidak di hotel ini dan kalau check in tidak barengan masuknya. Itu yang aku tangkap dari pembelaannya. Aku diam saja, itu bukan urusanku, mau dia benar check in atau tidak. Dalam diam aku berjalan mengikutinya memasuki ruangan dan menuju marketing office untuk memesan ballroom kami.
Marketing officernya ternyata member di Best Gym tempat Bram bekerja . Dia adalah seorang wanita yang sangat cantik juga ramah. Dia memberikan kami discount khusus dan kami boleh memesan dengan minimal order sebesar limapuluh juta rupiah saja untuk kapasitas 250 pax include buffet makan malam dan tiga buah pondokan. Bram langsung setuju dan membayar down p*****t nya dengan kartu kredit. Si marketing bilang, kemarin ada juga dari salah satu SMA B yang tanya tanya untuk tanggal dua April itu, tapi belum kasih Down p*****t. Karena kami sudah memberikan DP maka, tanggal tersebut akan dia keep untuk Reuni SMA Tunas Mandiri dan tidak lagi untuk sekolah lain.
Selesai sudah tugas kami hari ini. Tugas terpenting dalam mengadakan reuni adalah penentuan lokasi reuni. Dan saya pikir lokasi Hotel JW Marriot ini sangat bagus. Hotelnya mewah, terletak di tengah Kota Medan dan di depannya ada mall besar. Jadi kalau ada teman-teman yang dari luar kota, bisa sekalian menginap di hotel ini dan kalau mau jalan-jalan ke Deli Park Mall, tinggal menyeberang saja.
Bram bersikeras mengantarku pulang sampai rumah. Aku bilang jauh lor rumahku, perlu dua jam untuk bolak-balik sampai ke tempat gym nya nanti . Bram bakalan terlambat ngelatih. Bram bilang, hari ini muridnya cancel semua, jadi dia tidak ada kelas sama sekali. Dan Bram tetap bersikeras ingin mengantarku pulang biar tahu rumahku.
Sepanjang perjalanan, kami berbincang ringan.
“ Kok kamu nggak mau pindah aja ke tengah kota , lebih dekat juga ke tempat kerjamu”.
“ Mahal banget rumah di tengah Kota Medan , uangku belum cukup . Lagi pula aku tidak mau meninggalkan mama sendirian tinggal di rumah sejak kematian papa”.
“ Iya sih, kasihan kalau orang tua tinggal sendirian. Pasti sepi. Mamamu pasti senang ada kamu dan anakmu. Siapa, nama anakmu? Aku lupa”.
“ Fania ‘ Kataku singkat. Nggak heran , Bram lupa. Pasti apa yang kami bicarakan setiap malam tidak dianggapnya penting. Tidak seperti aku yang hapal dari nama anaknya sampai nama anjingnya 'Ming-ming'. Sepertinya benar-benar aku sendiri yang jatuh cinta padanya. Dan Bram hanya menganggap aku , sebatas teman ngobrol.
Setiap malam saat dia menelepon aku, memang kami hanya mengobrol saja. Atau saling menceritakan kegiatan . Tidak ada yang lebih. Tidak pernah mengobrol tentang perasaan. Hanya aku yang mau jujur saja pada dirinya dan menceritakan tentang Hermanto padanya itupun saat Bram meneleponku hari pertama, aku sudah terbuka dan jujur dihadapannya. Menceritakan semua kisahku yang selama ini aku tutup rapat-rapat. Dasar bego ! Tanpa sadar aku memukul jidatku lagi.
“ Ada nyamuk lagi ? Kok nyamuk suka banget mendekatimu? Darahmu manis kali?” Tanya Bram sambil tetap tidak melepaskan pandangannya dari jalan yang sudah mulai macet.
Aku hanya mengangguk-angguk dan mengibas-ngibaskan tangganku seakan-akan sedang mengusir nyamuk supaya tidak terlalu malu.
Sesampainya di rumahku, Bram ku tawarkan untuk turun dan minum dulu. Bram bersedia. Bram bilang, rumah kami sangat asri. Sayuran yang di tanam mama di halaman depan kami lagi tumbuh dengan subur dan siap di panen beberapa hari lagi. Aku mempersilahkannya duduk di teras, dan aku pamit ke belakang untuk membuatnya minuman. Bram duduk dengan tenang sambil memandangi kebun sayur kami.
“ Berapa hari lagi, sayuran sawi nya bisa dipanen?” Tanya Bram.
“ Hari Minggu ini sudah bisa” Kataku.
“Boleh aku ke sini lagi membawa dua anakku. Mereka pasti senang bisa manen sayur langsung”.
Aku tertunduk diam, seharusnya aku menolaknya supaya tidak usah lagi berdekatan dengan Bram karena sampai sekarang aku tidak bisa mengendalikan perasaanku padanya. Aku takut semakin dalam mencintainya bila aku tidak menjauh darinya. Aku tahu, hanya aku yang mempunyai perasaan padanya. Bram pasti hanya menganggapku sebagai teman. Tapi mendengar dia ingin membawa anaknya ke sini untuk memperlihatkan mereka cara memanen sayuran. Jiwa pendidik ku langsung mengizinkannya. Aku harus bisa mengendalikan perasaanku. Kami hanya berteman. Tekadku dalam hati. Tidak ada salahnya teman membawa anaknya ke rumahku untuk memanen sayuran. Sevi juga sering mengajak anak-anaknya untuk melihat aneka sayuran yang di tanam di sini.
“Boleh Bram, ajak saja. Nanti aku masakin nasi ayam untuk makan siangnya. Jam berapa mau datang?” Kataku
“ Asyik, dapat makan siang gratis lagi nanti. Aku bisa tiba di sini sekitar jam 11 ” Kata Bram.
“ Ke mana mama dan anakmu? Kok sepi?”
“ Fania lagi bimbel, dan mama ku asyik menonton sinetron di kamarnya” Kataku.
“ Kamu seringnya ngapain kalau pulang kerja dulunya?”
“Aku ya bantu-bantu mama membereskan rumah, mengerjakan laporan untuk di masukan dalam info GTK ( Guru dan Tenaga Kependidikan ) lalu tidur.”
“ Tapi sekarang pasti ditambah dengan menunggu teleponku” Kata Bram.
Hatiku berdebar lagi tanpa bisa ku cegah dan aku hanya bisa menunduk tanpa bisa menjawabnya.
“ Kamu terganggu kalau aku menelopon mu tiap malam?”
“ Nggak” Jawabku singkat.
“ Aku senang bisa mendengar suaramu, suaramu sangat merdu di telepon” Kata Bram sambil menatapku dengan pandangannya yang intens.
Aku makin menundukkan wajahku. Tidak berani mengangkat wajahku memandangnya. Aku takut dia mendengar debar jantungku.
Bram menggeser duduknya ke sampingku. Sekarang kami duduk bersisian.
“ Aku jarang bisa ngobrol panjang lebar dengan istriku. Dia selalu sibuk. Pagi aku keluar, dia belum bangun. Malam saat aku pulang, dia juga belum pulang. Aku nggak tahu kapan dia pergi dan kapan dia pulang. Bisa ketemu istriku itu kalau aku lagi tidak ada kelas siang di hari Jumat. Baru deh bisa melihat wajahnya . itu pun dia sibuk sekali menerima telepon dari staff nya dan kadang-kadang kami ngobrol hanya sekedar tanya kabar anak-anak” Kata Bram.
“ Yah namanya istrimu wanita pengusaha , pasti dia sibuk sekali” Kataku pelan dalam kebinggungan mendalam entah harus menjawabnya apa.
“ Iya, tapi seharusnya , dia bisa menyisihkan waktunya di hari Minggu untuk keluarga, tapi dia juga tidak pernah. Waktunya habis untuk keliling memantau dari satu café ke cafénya yang lain”.
“ Iya memang itu tugasnya sebagai owner, kamu dong sebagai suami yang harus mengerti. Suami istri itu harus saling melengkapi. Yang satu sibuk, yang satu menjaga keluarganya dan memberi waktu buat anak-anaknya. Jadi anak-anak tidak merasa dilupakan oleh orang tuanya yang hanya sibuk mencari uang . Meskipun orang tua juga mencari uang untuk kebutuhan anak-anaknya, tapi tetap saja salah satunya harus menyisihkan waktu untuk anak-anaknya ”.
“Iya makanya minggu nanti aku mau mengajak anak-anak ku ke sini, biar mereka bisa melihat langsung kebun sayur yang sangat subur ini” .
Aku mengangguk. Lalu terperanjat ketika Bram memegang tangganku. Dan hatiku berdebar kencang lagi.
“ Terima kasih sudah mau menemaniku ngobrol setiap malam . Aku benar-benar senang bisa mengobrol denganmu” Kata Bram lagi sambil tetap memandangku dengan bola mata hitamnya .
Aku tertunduk semakin dalam. Hatiku berdebar dan aku terpaku diam, tidak bisa melakukan apa-apa dengan tanganku yang ada di genggamannya. Bram tetap mengenggam tanganku dan mengelusnya lembut
“ Selama ini kamu kesepiankah?” Tanyanya
Aku menatapnya binggung. Kesepian yang bagaimana? Kalau kesepian untuk kehadiran seorang lelaki yang mengisi hari-hariku , aku sudah melupakannya berpuluh tahun yang lalu. Kesepian saat di rumah? Aku tak pernah merasa sepi kalau di rumah, karena di rumah selalu ada mama . Kesepian ingin dibelai dan memenuhi hasrat kewanitaanku, aku juga sudah melupakannya. Bagaimana rasanya berhubungan intim dengan seorang pria sudah ku buang jauh-jauh keinginan itu . Sepertinya aku sudah mati rasa. Yah jiwaku kembali seperti gadis perawan yang belum pernah melakukan hubungan intim , jadi tidak ada sedikitpun keinginan untuk melakukannya lagi. Aku memutuskan untuk tidak menjawab Bram , aku hanya diam saja dan tanganku tetap berada dalam genggamannya.
“ Aku yang merasa kesepian setiap hari, karena tidak ada yang ngobrol denganku, menemaniku makan siang dan mengenggam tanganku seperti sekarang ini. Tapi sejak bertemu denganmu, aku tidak merasa sepi lagi. Kamu benar-benar enak jadi teman ngobrol. Bolehkah aku tetap meneleponmu setiap malam dan bolehkah aku bercerita apa saja denganmu juga menggengam tanganmu?” Tanyanya sambil menatapku dengan pandangannya yang sayu dan memelas.
Hatiku berdebar kencang, satu sisi aku harus menolaknya. Karena aku tahu ini salah. Bram adalah lelaki yang sudah memiliki istri . Tapi di satu sisi yang lain, aku ingin tetap menjadi teman ngobrolnya, menemaninya makan siang dan memegang tangannya. Bagaimana ini? Aku benar-benar binggung. Apakah mungkin kami hanya sekedar berteman sebatas yang kami lakukan saja seperti katanya tadi. Saling mengobrol, menemani makan siang dan menggenggam tanggan seperti layaknya persahabatan antara wanita , tanpa harus melibatkan perasaan? Mungkinkah kami hanya sebatas bersahabat saja ? seperti persahabatanku dengan Sevi?
Aku saja susah sekali untuk menepis rasa berdebarku ini. Tapi memandangi mata Bram yang sayu memelas. Hatiku seakan tidak kuat menolaknya dan aku hanya bisa mengangguk mengijinkannya
Bram tampak senang sekali. Dia mengambil tanganku dan mengangkat nya lalu mengecup lembut tanganku .
Aku makin berdebar. Se casual itukah dia? Dia anggap aku apa? Sekedar teman baiknya? Aku benar-benar binggung. Tapi aku benar-benar tidak berani bertanya , karena aku sangat-sangat takut dibilang ke GR ( Gede Rasa) an. Bram pasti menganggap ku sekedar sahabat baik. Bagi dia yang menamatkan kuliahnya di Australia, memegang tangan dan mencium tangan seorang wanita pasti adalah hal yang biasa. Jangan kampungan Lia! Marahku pada diriku sendiri. Bram hanya menganggap mu sebagai seorang sahabat atau teman baik saja.
Aku hanya bisa mencoba dan berusaha dengan keras meredakan debar jantungku yang masih terasa kencang, tapi aku tahu itu sia-sia , sepanjang tanganku masih ada dalam gengaman nya, debaran ini pasti tak akan mereda. Akhirnya aku membiarkan saja, dan berharap debar hatiku bisa pelan-pelan mereda dan belajar untuk menerima kenyataan bahwa semua yang Bram lakukan ini adalah hal biasa yang dilakukan oleh seorang sahabat. Tapi mungkinkah????
Sayup-sayup terdengar suara theme song dari sinetron yang mamaku tonton di kamarnya. Lagu Sahabat Jadi Cinta dari Zigas.
Kudapati diri makin tersesat, saat kita bersama
Desah nafas yang tak bisa dusta
Persahabatan berubah jadi cinta.