Bab 6

1489 Words
Keesokan harinya, Mili melangkah menuju dapur. Ia memandang Dias, papa dan mama sedang sarapan. Mili duduk di samping Dias, seolah kemarin tidak terjadi apa-apa. Mili menatap nasi goreng di meja, berhubung ia sedang mengurangi karbo, ia lebih baik mengambil Roti tawar, ia mengoles selai nanas di atas permukaan roti dan lalu memakannya. Tanpa Mili sadari Dias, mama dan papa menatapnya, "Kenapa?," Tanya Mili, ia tidak mengerti karena orang seisi rumah memandangnya. Termasuk Bibi Dolah di dapur menatapnya bingung. "Mba, pakek baju kebalik," bisik Dias. Mili mengerutkan dahi, ia memandang baju kaos putih tanpa lengan, disampingnya memiliki list berwarna hitam yang terdapat jahitan diluar permukaan. Mili ingin sekali menepuk jidat, bisa-bisanya ia mengenakan pakaian terbalik. "Ah, ini emang sengaja kok," elak Mili, meneruskan makannya. "Kirain lupa ...," "Ya nggak lah, emang sengaja," Mili terkekeh. "Raja gimana? Nggak disuruh main ke rumah?," Tanya mama mulai ingin mengetahui keberadaan Raja. Mili yakin mamanya menanyakan hal lebih detail lagi tentang sang calon menantu idamannya itu. "Nanti pasti main kesini kok ma," "Kapan Raja kesini Mil ?. Papa mau tau pacar kamu itu," papa Mili menyudahi makannya. "Nanti, pa," "Kamu pacaran diem-diem gitu, nggak mau kenalin sama mama dan papa" mama Mili ikut menimpali. "Kemarinkan udah dikenalin ma," ucap Mili, padahal kemarin adalah awal pertemuan mereka. "Raja nggak pernah kamu ajak main kesini," "Ya sabar mama, mama kan tau aku sibuk, Raja juga sibuk, jadwal operasi banyak," ucap Mili asal. Bisa-bisanya ia mengatakan hal itu dengan lancar dan tanpa beban. Seolah Raja adalah sang kekasih, yang sudah ia ketahui semua kegiatanya "Nanti kalau ada waktu free, Raja ke rumah kok ma, pa," Ia berkata seperti itu, hanya ingin orang tuanya tenang. "Mama minta nomor telfonnya dong," "Telfon siapa ma?," "Pacar kamu, Raja" Alis Mili terangkat, ia tidak menyangka bahwa mama minta nomor telfon Raja. Ia yakin, Raja tertawa bahagia, jika mengetahui mama sudah memberi lampu hijau seperti ini. "Buat apa ma?," "Ya buat nelfon Raja," "Nanti ya ma, lagi nggak bawa HP," elak Mili. "Semalam itu pacar mba?" Tanya Dias ikut-ikutan menanyakan Raja. Mili mengedikkan bahu, "Hemmm," "Namanya siapa mba? Mas Raja ya," ucap Dias lagi "Hemmm," "Kok mau sih mas Raja sama mbak ?," Mili menghentikan makannya, seketika menatap Dias.. "Maksud kamu, mbak jelek?," "Iya," "Awas kamu ya," Dias lalu tertawa, "Mas Raja ganteng loh mbak," "Terus," "Pinter juga," "Jangan ngomongin dia deh," Mili lalu beranjak dari kursi. Mili sudah mulai gerah karena pembahasan pagi ini adalah Raja. Ia bisa gila jika terus-terusan Raja lah menjadi pembicaraanya topik utama di rumah ini. *** Mili memandang beberapa karyawannya mulai sibuk dengan pekerjaanya. Ia juga sibuk membalas pesanan pelanggan. Seperti biasa ratusan pengiriman terjadi setiap hari. Ini era milenial, jualan online menjadi trend masa kini. Kebutuhan manusia dari ujung kaki dan kepala semua bisa di akses melalui internet. Mili membuat toko online sebesar ini butuh proses yang panjang. Mulai mencari product unggulan. Yang ia pilih adalah pakaian wanita. Baginya wanita senang berbelanja. Pakaian adalah hal yang banyak di cari oleh semua wanita dan menjadi trending nomor satu di platform manapun. Mili juga sedang menganalisis pasar yang sedang ngetrend. Pasarannya adalah umur 14 - 40 tahun dan fashion adalah alasannya untuk berbisnis. Ia tidak menyangka bisnis online yang ia geluti saat ini berhasil. Setiap hari ada ratusan paket pengiriman untuk dikirim ke seluruh kota Indonesia. Suasana toko online setiap hari sibuk. Untuk pekerja, Mili memang menyediakan katering lengkap yang selalu datang setiap jam makan siang. Karena ia tahu bahwa karyawannya tidak memungkinkan untuk keluar mencari makan. Bahkan ada beberapa endorsment makanan menjadi pilihan buat karyawan betah bekerja. Mereka semua adalah karyawan yang setia Dengan kesibukan ini, waktu cepat berlalu, padahal ia merasa baru saja duduk. Kini senja sudah terlihat, Mili menatap ke arah layar ponsel menunjukkan pukul 17.12 menit. Ia yakin sebentar lagi Raja menjemputnya. Mili meninggalkan pekerjaanya. Setelah mandi Mili menatap kearah lemari, ia mengambil ruffle dress berwarna hitam dengan satu lengan sebelah kanan terbuka dengan model bodycon dress. Gaun buatan Dara memang tidak ada matinya. Dara sangat berbakat jika menciptakan gaun glamor seperti ini. Ia pernah menawarkan kepada Dara, dress dress itu di jual di online shopnya. Tapi Dara tidak mau dengan alasan ia memang tidak mengeluarkan banyak pruduct dan juga menjaga kualitas barang. Dara memang benar, dia hingga saat ini kosisten menjalani usaha. Bahkan sekarang selebgram dan artis mulai melirik Dara untuk merancang gaunnya, ya pasarannya memang menengah ke atas. Satu dress buatan Dara lumayan menguras kocek. Dara memang tidak pintar dalam nilai akademik, tapi selera fashionnya juara. Pantas saja dia selalu menjadi sorotan publik dan penampilannya memukau walah hanya sekedar makan siang. Rambut panjangnya ia blow dan dibiarkan terurai. Mili sudah membayangkan bagaimana dokter dokter cantik berkeliaran di ballroom dan tentunya ia akan menarik perhatian dokter tampan disana. Ah, reuni ini pasti sangat berkelas, mengingat bahwa falkultas kedokteran selalu berlebel mahasiswa tajir dan pintar. "Raja Calling" Mili mengoles lipstik berwarna nude, ia memandang penampilannya lagi di cermin. Ia mengambil ponsel, lalu menggeser tombol hijau pada layar. "Iya halo," "Aku ada di bawah," "Oke, aku ke bawah," Mili mengambil tas di nakas yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Dan high heels sandal berwarna senada menjadi pilihannya agar terkesan semakin sexy. Mili ingat pesan Dara bahwa menjaga penampilan itu sangat penting karena untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Penampilan juga adalah mencerminkan kepribadian seseorang. Semua orang akan respek jika kita berpenampilan menarik. Ya semua yang dikatakan Dara benar, penampilan memang bukan utama, tapi segala sesuatu dilihat dari penampilan. Mili turun dari tangga, menatap Dias yang keluar dari kamar. Mili nyaris lupa akan rasa takutnya terhadap Raja, karena ia bersemangat diajak ke acara bergengsi ini. Ia berharap, agar mendapatkan jodoh disana. "Mau kemana mbak? Cantik amat," "Mau pergi lah," Mili melirik Dias mengikuti langkahnya turun tangga. "Sama mas Raja," "Mau tau aja," "Bilangin mama loh mbak pergi nggak kabar-kabaran," "Ya kali, kalau umur gue 17 tahun mesti lapor dulu," Bibir Dias maju satu senti, masalahnya jika ia keluar, selalu dicariin mama dan papa. Mau nongkrong saja mesti memiliki alasan yang panjang dan detail. "Mama dan papa kemana?," "Ke rumah tante Shinta," "Oke, kamu jaga rumah, main game sampe puas," Mili terkekeh melihat Dias yang manyun, karena menjaga rumah. Mili membuka hendel pintu, menatap Raja tepat dihadapannya. Pria itu mengenakan kemeja berwarna putih dan celana abu-abu. Penampilan Raja sangat rapi dan menawan. Raja tersenyum lalu di melangkah mendekat. Rasa takutnya kemarin hilang begitu saja. Raja terpana memandang penampilan Mili, dress yang dikenakannya begitu pas ditubuh rampingnya. Ia memang memiliki insting yang kuat, wanita mana yang layak bersanding dengannya. Ia memeluk tubuh Mili tak lupa diberinya kecupan pada puncak kepala. Ia dapat mencium aroma mawar putih dari tubuh Mili. Pandangan Raja beralih ke arah Dias. Di acara pertunangan kemarin mereka sempat berkenalan dan mengobrol. Mili mengatakan bahwa Dias adiknya, yang berstatus sebagai mahasiswa President University yang terletak di Cikarang. Raja melepaskan pelukannya. "Hai Dias," "Hai mas Raja," Dias kikuk. Diaa merasa insecure melihat penampilan dirinya hanya mengenakan celana boxer dan kaos yang sudah pudar. Sedangankan Raja sangat menawan. "Mau kemana mas?," "Ada acara reuni, kok sepi?," "Mama sama papa lagi ke rumah tente Shinta, kalau di garasi sih masih rame, karyawan mba Mili," "Hemm," "Oke mas, hati-hati ya bawa mba Mili," "Iya Dias," "Dias ke dalam dulu, lanjut ngegame lagi," "Semoga menang," "Siap mas," Raja menatap Dias yang kini menjauhinya, lalu menghilang dibalik pintu kamar. Raja melirik Mili memasang high heels di kursi teras. Ia menyungging senyum kini Mili berdiri menatapanya. "Kenapa?," Tanya Mili. "Kamu cantik sekali," "Thank you," Pandangan Mili jatuh ke arah mobil BMW berwarna hitam tepat dihadapannya. Itu bukan mobil BMW milik Ares karena bentuknya berbeda dan bodynya lebih besar. "Mobil kamu?," "Iya," "BMW terbaru ya ?," Tanya Mili, semenjak ia mengganti mobil minibusnya dengan BMW seri lama, jadi ia tahu mobil BMW mana yang berkualitas. "Iya," "Pasti mahal banget," ucap Mili, ia memandang Raja membuka pintu mobil untuknya. "Mahal itu relatif," gumam Raja. Beberapa menit kemudian, mobil meninggalkan area halaman rumah. Raja memandang Mili, yang sedang menatap ke arah layar ponsel. Sebenarnya ia tidak terlalu suka jika berdua seperti ini pasangannya memilih sibuk dengan ponsel. "Masih sibuk?," "Nggak sih biasa aja, cuma ngasih tau sama admin aku, kalau pulang tutup pagar. Soalnya Dias biasalah, mana pernah tutup pagar," "Karyawan kamu jam berapa pulang?," "Jam 5 sore, cuma kalau banyak orderan agak malaman gitu, mereka lembur. Orderan banyak banget soalnya hari ini," Mili memasukan ponsel di tas. Raja menyungging senyum, "Suka ya punya bisnis online kayak kamu," "Lumayan, soalnya aku nggak terlalu suka kerja yang di atur atur sama orang gitu. Jadi deh aku bisnis sendiri, modal nekat aja. Eh akhirnya jadi gini, seru sih," "Awalnya gimana?," Raja mulai membuka topik penbicaraan agar membuat Mili nyaman berbicara kepadanya. "Awalnya, aku dropship. Product aku rame, jadi aku putuskan buka sendiri, cari supplier, jadi deh sampe sekarang," "Berapa lama?," "Lumayan lama, 5 tahunan," "Kamu dulu kuliah dimana?," "Trisakti falkultas ekonomi, jadinya bisnis online shop," "Nyambung kok sama jurusan kamu," Raja membiarkan Mili dengan pembahasannya. "Iya," ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD