Part 13 - Bertemu Mantan
PT. Dirgantara Andiwinata
Hari ini di kantor Riyan memang sedang banyak pekerjaan. Riyan memang sengaja mengambil weekend masuk. Karena memang masih banyak yang harus ia selesaikan. Pasalnya bukan hanya Riyan saja yang lembur. Banyak karyawan lainnya juga yang masuk di hari ini.
Riyan menghela nafas leganya. "Akhirnya beres juga kerjaanku," desah Riyan.
"Pak bos siap pulang?" tanya seseorang yang tentunya sudah sangat familiar.
"Kamila! Ngapain kamu di sini?" tanya Riyan kurang bersahabat.
"Aku dimutasi ke sini. Pas tahu tempat kerja aku PT. Dirgantara Andiwinata. Jadi keingatan kamu. Kamu di sini jadi CEO kan?" tanya Kamila.
"Iya nih. Hhehe kamu lembur juga?" Riyan balik nanya. Suasana canggung diantara mereka sudah mulai mencair. Riyan balik nanya karena yah hari ini adalah hari sabtu. Banyak sekali karyawan yang libur.
"Aku baru-baru ini banget dimutasi ke sini. Aku mau beres-beresin barang-barang aku dulu. Jadi hari senin udah enak kerjanya. Soalnya selama seminggu ini aku benar-benar sibuk, Ian. Kamu juga kok kenapa lembur?" sahut Kamila.
"Oh gitu. Jabatan apa kamu di sini?" Riyan mulai kepo.
"Design Interior, Ian," jawab Kamila singkat.
"Wih semangat kerjanya, ya!" Seru Riyan. Riyan merasa itu pencapaian yang bagus. Soalnya dulu saat kuliah. Kamila tidak oenah dapat nilai bagus. Untuk jadi design interior di PT. Dirgantara Andiwinata pasti diseleksi dulu. Kamila lolos? Berarti dia sudah banyak berubah dan belajar.
Kamila tersenyum. "Pasti. Oh iya, Raisa apa kabar?" tanya Kamila mengalihkan topik pembicaraan.
"Baik kok," jawab Riyan singkat
"Terus si kembar?"
"Ya, baik juga. Yuk pulang!" Ajak Riyan. Entah kenapa ia sedang malas membicarakan Raisa. Mereka turun bersamaan.
Saat di parkiran Kamila mencoba menstater mobilnya, tapi ternyata tidak bisa. Pasti ada masalah dengan mobil Kamila. "Astaga!!" Kamila menepuk jidatnya yang tidak bersalah.
"Kenapa, Mil?" tanya Riyan yang kebetulan masih ada disekitar mobil Kamila.
"Kayaknya mobil aku mogok nih, Ian," sahut Kamila.
"Ya udah, nanti aku telepon orang bengkel ke sini. Kamu pulang bareng aku aja. Rumah kamu masih yang lama kan?" saran Riyan.
"Enggak apa-apa nih aku pulang bareng kamu?" tanya Kamila. Dia merasa tidak enak. Karena sekarang Riyan sudah punya istri. Ada perasaan yang harus dijaga.
"Engga apa-apalah. Emang kenapa?"
"Kamu kan udah jadi suaminya Raisa. Nanti Raisa marah lagi , kalau aku diantar sama suaminya," ujar Kamila merasa tidak enak.
"Emang aku sama kamu mau ngapain? Kalau sakadar nganterin kamu pulang. Raisa juga pasti ngerti kali," tegas Riyan. Mengubah persepsi Kamila.
"Ya udah deh. Makasih ya, Ian," ucap Kamila. Kemudian mereka berdua pergi menuju rumah Kamila.
Selama dalam perjalanan menuju rumah Kamila. Ia masih terbayang ucapan dirinya sendiri pada Riyan saat itu. Kamioa terlihat sangat kejam. Selingkuh dibelakang Riyan. Tanpa memikirkan kondisi Riyan. Kamila baru tahun Riyan sakit jantung setelah Kamila kepergok di hotel.
Riyan juga sama. Ia kembali mengingat kejadian saat Kamila, mengkhianatinya. Rasanya sangat sesak jika membayangkan semua itu. Pikiran Riyan dan Kamila melambung ke masa lalunya.
Harmoni Hotel.
Sabil, Riyan, Raffa, Dyah dan Dhea masuk ke dalam hotel. Ternyata di sana ada Aliya juga.
"Kamu ngapain di sini? Di hotel malem-malem?" Riyan malah marah sama Aliya.
"Udah elo jangan marahin Aliya dulu. Sekarang yang lebih penting elo lihat aja dulu Kamila!" ajak Raffa. Karena memang Aliya sudah ikut dalam rencana penggerebekan Kamila ini.
Rasanya engga enak sekali. Serasa seperti mau ngrebek narkoba atau sejenisnya. Semuanya ikut tegang. Terlebih Aliya, karena Aliya tahu kondisi kakaknya yang selalu tidak stabil, tapi Aliya harus lakukan ini. Demi kakaknya. Demi membuka hati Riyan agar tidak terus dibodohi oleh cintanya Kamila.
"Ikut gue!" ajak Sabil.
Sejak pergi dari caffe Pelangi, jantung Riyan sebetulnya sudah merasa sakit. Namun, ia harus menahannya. Karena sahabat-sahabatnya memaksa untuk ke sini.
"Itu kamar 306. Elo ketok pintunya aja. Kamila lagi ada di sana sama Boby!" tunjuk Sabil. Suasana berubah menjadi tegang. Riyan maju kedepan. Sedangkan yang lainnya malah lari bersembunyi. Dengan menahan sakitnya, Riyan harus cari tahu kebenaran tentang Kamila. Ia mulai memberanikan diri untuk mengetuk kamar hotel
Tok. Tok tok.
Pintu diketuk. Riyan masih berharap semoga saja yang didalam bukan Kamila. Ia belum siap kalau nantinya yang diucapkan Sabil itu benar adanya.
Cklik! Pintu terbuka!
"Sayang katanya ke kamar mandi tapi malah ke lu.. ar..." ucap Kamila dengan baju super seksinya. Kamila menyangka kalau yang mengetuk kamar hotelnya itu Boby. Makannya ia tetap tampil seksi. Tanpa di tutup apapun.
"Sayang kamu mau kemana? Ada tamu kah?" tanya Boby sambil keluar kamar hotel. Persis seperti Kamila. Bony hanya mengenakan celana pendek dan telanjang d**a.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Riyan dengan mata yang mulai memerah, karena menahan amarah yang semakin membuncah.
"E.. Elo siapa yah? Maaf gue engga kenal!" kilah Kamila didepan Boby. Jangan sampai Boby tahu. Itu adalah Riyan pacarnya. Soalnya gara-gara Metta waktu itu. Kamila sempat putus dengan Boby. Karena ngomongin Riyan, tapi Boby minta balikan lagi. Karena terlalu sayang sama Kamila.
"Lain kali kalau ngetuk pintu hati-hati, mas. Ya udah aku masuk duluan yah sayang," ujar Boby dengan santai.
Saat Kamila akan masuk. Riyan menahan tangannya. "Apa yang kamu lakuin sama dia, Kamila? Kamu tidur sama cowok itu?" tanya Riyan dengan darah yang sudah semakin mendidih.
"Iya, gue emang tidur sama Boby. Sekarang elo udah tahu kan? Jadi elo enggak usah deh ngejar-ngejar gue lagi! Karena gue udah engga butuh elo lagi!" tukas Kamila.
Raisa yang baru datang ingin menghampiri Riyan, ditahan oleh Reza dan sahabatnya Riyan. Ada apa dengan sahabatnya Riyan ini? Kenapa membiarkan Riyan mergokin Kamila dalam kondisi yang seperti itu? Apa mereka tidak tahu kalau Riyan sakit? Ada Aliya pula. Raisa yakin Aliya juga ikut bersekongkol dalam rencana ini.
"Ka.. Kamu tega yah.. Balas ketulusan cinta aku.. Sama per.. Perselingkuhan kayak gini.. Hhhhh.. Aku enggak pernah loh.. Berkhianat sama ka.. Kamu.. Hhhh.. Bahkan.. Aku se.. Selalu nurutin apa.. Yang.. Hhh kamu mau.. Hhh," ucap Riyan dengan terbata-bata sambil menahan sesaknya. Rasa sakit yang melanda dadanya kini semakin menjadi. Seakan dihujam beberapa batu. Hingga sulit untuk bernafas.
"Bodo amet! Elo aja yang bodo! Udah tahu gue manfaatin masih aja mau sama gue! Ya itu resikonya lah!" tukas Kamila. Tanpa rasa bersalah dan iba melihat kondisi Riyan yang sudah seperti ikan di daratan.
"Sayang ayo cepet masuk! Ngapain ngeladein orang yang engga dikenal!" teriak Boby dari dalam kamar hotel.
"Ya udah yah. Mulai sekarang kita PUTUS! Enggak usah ganggu gue lagi!" tegas Kamila lagi.
Blam! Pintu kamar hotel di tutup dengan keras.
Dada Riyan mulai terasa sangat sakit. Jantungnya seakan ingin melompat dari tubuhnya. Sangat sakit sekali. Kepalanya mulai muter dan matanya mulai berkunang-kunang. Riyan melemas dan.. Hap!
Untung ada Raisa yang menangkap Riyan sebelum jatuh ke lantai. Raisa sudah menduga, pasti hal ini akan terjadi. "Bodoh! Kenapa kamu ke sini Riyan! Aku mohon kamu bertahan," Raisa mengenggam erat tangan Riyan yang sudah basah kuyup.
"Ra.. Ra.. Raisa..? Ka.. Kamu.. Engga.. Hhh.. Usah... To.. Tolongin.. Aku.. Hhh.. Ka.. Kamu pergi aja.." usir Riyan. Entah apa yang dipikiran Riyan. Ia malah mengusir Raisa. Apa karena kejadian di caffe tadi bersama Reza?
"Engga Riyan. Kamu harus segera ke rumah sakit. Kamu butuh pertolongan sesegera mungkin. Bertahanlah Riyan bertahan," pinta Raisa.
Riyan menggeleng. "Aku.. Engga bisa.. Hhh bertahan.. A.. Aku.. Akan.. Hhh mati jika di... Hh.. Khianati seperti ini... Hhh, " ucap Riyan masih dengan sesaknya.
"Enggak Riyan kamu harus bertahan!" Raisa mulai menangis. "Hei kalian cepat ke sini! Cepat bawa Riyan ke rumah sakit! Riyan kena serangan jantung!" seru Raisa. Raisa kesal soalnya dari tadi sahabat-sahabat Riyan hanya menonton. Tanpa membantu menolong Riyan.
Deg!
Semuanya yang semula sembunyi melihat kejadian Kamila dan Riyan menjadi terkejut, karena mendengar Raisa. Yang menyatakan Riyan kena serangan jantung.
"Elo serius Rai? Mana mungkin Riyan kena serangan jantung," tanya Sabil ikut cemas. Pasalnya dia adalah dalang dari rencana ini semua. Niatnya Sabil hanya ingin membuka mata Riyan dan melihat sifat Kamila seperti apa. Eh malah jadinya seperti ini. Riyan mulai kehilangan kesadarannya. Riyan pingsan. Raisa mengecek detak jantungnya. Ternyata berhenti.
"Detak jantung Riyan berhenti!" Raisa melakukan metode CPR sesuai prosedur. Sahabat-sahabat Riyan ikut panik mendengar detak jantung Riyan berhenti.
"Please Riyan betahan! RIYAN!!!!" pekik Raisa sambil terus mengembalikan detak jantungnya Riyan. Aliya menangis sejadi-jadinya. Ia tidak menyangka. Kalau akan seperti ini jadinya. Jantung Riyan malah berhenti berdetak. Apakah Riyan akan pergi begitu saja? Aliya merasa bodoh sebagai adiknya Riyan. Harusnya ia bisa mencegah idea gila ini. Karena semua itu memicu serangan jantung untuk Riyan. Dan benar saja, pikiran buruk Aliya terjadi. Aliya bener-bener menyesal ikut dalam ideanya Sabil.
Raisa terus mengkompresi d**a Riyan. Raisa juga yang memberi nafas buatan pada Riyan. Kali ini Raisa bener-bener takut, kalau Riyan tidak mampu bertahan. Karena semangat hidupnya Riyan juga sudah semakin menurun. Bahkan tadi Riyan bilang. Ia ingin mati saja. Karena sudah diselingkuhin Kamila. Raisa tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ia masih berusaha mengembalikan Riyan. Meskipun dengan bersimbah air mata. Ia tidak boleh sampai kehilangan Riyan.
"Berdetaklah! Please Riyan! Aku mohon kembali! Kembalilah!" teriak Raisa lagi. Berharap Riyan mendengar ucapan Raisa dan mau bertahan.
Raisa masih terus berusaha mengembalikan Riyan. Karena hanya Raisa yang tau teknik CPR itu. Semuanya hanya menunggu harap-harap cemas dengan apa yang terjadi pada Riyan.
"Alhamdulillah, detaknya kembali, tapi masih sangat lemah. Eza! Cepet bantu aku bawa Riyan ke rumah sakit!" perintah Raisa sambil berteriak. Semua sahabat Riyan pun ikut mengotong Riyan menuju mobil Reza. Mereka tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini. Bahakan sahabat-sahabat Riyan saja baru tahu, kalau Riyan mempunyai penyakit jantung.
Selama ini Riyan memang sering sakit sakitan. Sahabat-sahabatnya Riyan juga tau soal itu. Namun, yang tidak menyangkanya adalah ternyata Riyan sakit jantung selama ini. Raffa merasa sangat bersalah. Ia sebagai sahabat Riyan dari kecil. Merasa bodoh, karena tidak tahu kalau selama ini Riyan sakit. Pantas saja ia lebih suka diam di perpus. Kentimbang main basket seperti Raffa. Ternyata karena ini alasannya. Mereka semua bergegas menuju ke rumah sakit. Berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Riyan. Mereka berharap Riyan akan baik-baik saja.
*********
Flash Back.
Reza menjalankan mobilnya dengan cepat. Karena memang jarak tempuh dari hotel itu ke rumah sakit cukup jauh. Butuh waktu tiga puluh sampai empat puluh menit untuk sampai di rumah sakit.
Raisa terus memantau kondisi Riyan di kursi bekalang. Sementara Reza fokus pada jalanan. Riyan masih tidak sadarkan diri. Detak jantungnya yang semula cepat berbuah menjadi sangat lemah. Risa merasa tidak berguna sebagai calon dokter.
Tanpa alat-alat dan obat-obatan Raisa seperti patung yang tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi setidaknya Raisa masih bisa memantau setiap detik kondisi Riyan. Raisa harus membiasakan diri. Karena nantinya Raisa akan menghadapi pasiennya yang seperti ini juga. Pasien yang mengalami serangan jantung. Mungkin sekarang baru Riyan, tapi saat Raisa menjadi dokter. Apalagi sudah menjadi dokter spesialis jantung. Pasien serangan jantung akan banyak Raisa hadapi. Bahkan kondisinya akan lebih parah dari Riyan.
Raisa menghapus air matanya yang sedari tadi terus menetes. Ia harus bisa lebih tegar. Anggap saja ini sebagai terapi shock untuk Raisa. Sebagai calon dokter.
Tiba-tiba Riyan mengenggam erat tangan Raisa. Raisa melihat mata Riyan sempat terbuka. Riyan menatap Risa nanar. "Kamu harus tetap bertahan yah, Ian. Kamu harus mewujudkan cita-cita kamu. Kamu harus bertahan yah. Ini semua belum berakhir kok," ucap Raisa menguatkan Riyan.
Riyan terus menerus meremas dadanya yang semakin sakit. Riyan menatap Raisa penuh arti. Apakah tatapan itu, menandakan bahwa Riyan meminta tolong pada Raisa? Atau tatapan lain? Yang jelas tatapan itu seakan Riyan bilang. Kalau dia sudah merasakan sakit sekali. Berharap Raisa bisa mengurangi rasa sakitnya. Tapi Raisa bisa apa tanpa alat dan obat?
Riyan terus menatap Raisa sambil menggenggam erat tangan Raisa. "Sakit banget yah?" tanya Raisa. Perlahan Riyan menangguk. Syukurlah ia masih bisa di ajak komunikasi lagi. Berarti Riyan benar-benar dalam kondisi sadar. Sebetulnya kasian sih. Kalau dalam keadaan seperti ini pasien sadar. Tapi lebih bahaya lagi kalau sampai pasien kena shock.
"Kamu harus kuat yah, Ian! Ingat kamu engga sendirian. Kamu lupakan semua hal yang terjadi. Kamu harus fokus dulu sama kesehatan kamu," pinta Raisa. Mungkin saja Riyan akan mendengarkan Raisa.
Reza memperhatikan Raisa dan Riyan melalui spion depan mobilnya. Reza sangat terharu dengan yang ia lihat sekarang ini. Raisa terlihat begitu menguatkan Riyan yang sedang kambuh. Sementara Riyan juga terus bertahan sekuat tenaganya. Kisah cinta yang terlalu kejam menurut Reza.
Bibir Riyan gemetar. Sepertinya ia ingin mengucapkan sesuatu, tapi sangat sulit. Raisa mendekatkan telinganya tepat di bibir Riyan.
"Ra.. Rai.. Te.. Hhh.. Terimakasih... Hhh.." bisik Riyan masih dengan sesaknya. "A.. Aku.. Hhhh.. Me.. Men.. Cintai.. Kamu.. Hhh."
Deg!
Masih sempat-sempatnya Riyan berbicara soal itu pada Raisa. Bukankah ia baru saja putus dari Kamila? Ternyata tatapan Riyan tadi, itu artinya. Karena Riyan mencintai Raisa.
Raisa mengangguk. Tanpa berkata apapun, "Makannya bertahan yah. Kamu harus bertahan demi orang-orang yang sayang sama kamu. Masih banyak kok sayang sama kamu. Termasuk aku," ucap Raisa terus menguatkan Riyan yang semakin drop.
Riyan tersenyum samar. Tangannya yang memegang erat Raisa mulai melonggar. Riyan memejamkan matanya. Riyan pun kembali tidak sadarkan diri.
"Riyaaaann!! Please tetep bertahan!" pekik Raisa. Air matanya kembali meluncur dari pelupuk matanya. Rasanya sangat sakit melihat kondisi Riyan seperti ini. Ia berjuang antara hidup dan matinya. Raisa jadi semakin panik. Kalau saja ada oksigen di mobil Reza. Setidaknya oksigen bisa membuat Riyan membantu pernafasannya yang sesak. Medengar teriakan Raisa, Reza langsung menambah laju kendaraannya. Bahkan sampai lampu merah ia terobos begitu saja. Masa bodoh. Ini sudah malam juga. Yang penting nyawa orang tertolong dulu.