Part 1 - Kejadian di Masa Lalu
Hospital in Love
Part 1 - Kejadian di Masa Lalu
Keindahan kota Paris mengalahkan semuanya. Di kota sejuta cahaya ini. Hanya cinta dan kebahagiaan yang bisa mengalahkan itu semua. Kota ini adalah kota hampir semua orang menjadikan kota ini sebagai kota impian. Di mana katanya menara Effiel sebagai ikon yang paling terkenal di dunia. Tidak banyak yang menjadikan kota ini sebagai tujuan wisata. Ada yang sekadar dijadikan tempat liburan. Ada juga yang menjadikan kota ini sebagai momen penting. Misalnya seperti pernihahan dan bulan madu.
Kehadiran dua buah hati yang kembar itu merupakan kebahagiaan yang sempurna. Setelah sekian lama perjuangan cinta mereka akhirnya semua itu terbayar. Dua malaikat kecil yang akan membuat hari-harinya lebih berwarna. Riyan dan Raisa terpaksa harus menetap lebih lama di Paris. Berhubung memang Raisa hamil dan harus mendapatkan perawatan khusus dari dokter Vallery.
Raisa tidak boleh pulang karena rentan bagi wanita hamil anak kembar, pergi jauh. Apa lagu naik pesawat terbang. Dari pada menimbulkan hal yang tidak-tidak. Raisa dan Riyan ambil aman saja. Mereka akan pulang setelah si kembar siap untuk terbang kembali ke Indonesia.
"Sayang. Kok kamu belum tidur?" tanya Riyan melihat Raisa yang sedang berada di balkon rumahnya. Tadi Riyan sempat tidur. Pas kebagun, ia tidak melihat Raisa disampingnya. Ternyata Raisa malah ada di balkon sedang melamun.
"Aku ga bisa tidur sayang," sahut Raisa dengan wajah sendu.
"Loh kenapa? Gavyn sama Davyn kan udah tidur. Ada baiknya kamu tidur juga, kasihan seharian ini kamu begadang terus. Apa yang sedang kamu pikirkan? Ayo coba cerita sama aku," pinta Riyan.
"Aku inget Gueen, sayang. Kalo dulu aku enggak keguguran mungkin sekrang kita udah punya tiga anak." mata Raisa mulai berkaca-kaca. Ia benar-benar rindu pada Gueen anak pertamanya. Selain itu, Raisa juga rindu pada Gueen Amelia anak panti asuhan yang belum sempat ia jadikan anak angkatnya. Kejadian di masa lalu Raisa tentang Gueen. Seakan berputar di kepala Raisa bak film. Semua terekam jelas. Saat kejadian di mana Raisa terjatuh di dorong Metha dan saat Raisa mencoba menyelamatkan Gueen Amelia yang ditabrak lari.
Flash back.
Taman Raiyan Hospital.
Raisa menghampiri tamu yang dimaksud oleh perawat itu. Dan ternyata....
"Udah lama yah gue enggak ketemu sama elo, Raisa," sapa tamu itu.
"Me.. Metha.." ucap Raisa tergagap. Ia terkejut ada Metha di hadapannya sekarang. Kenapa yang diingat malah saat Raisa jauh memebentur tembok? Dan kena gegar otak.
"Udah lima tahun kita enggak ketemu, elo malah nikah sama Riyan. Terus elo lagi hamil lagi. Waaahh hebat. Katanya elo sama Riyan sahabatan aja. Nyatanya kalian menikah kan? Wah benar-benar gila," oceh Metha.
"Met, kita ngobrol di ruangan aku aja yuk!" ajak Raisa. Ia tidak enak kalau sampai ada pasien atau staf, dokter lainnya. Sampai mendengar percakapannya dengan Metha.
"Enggak usah sok baik deh sama gue! Karena gue enggak bisa memiliki Riyan, elo juga enggak boleh memiliki Riyan," tandas Metha sambil mendorong Raisa.
Bug! Raisa terjauh. Raisa meringis kesakitan. Ada darah yang mulai keluar dari jalan lahir Raisa. Raisa mulai merasakan sakit yang luar bisa dari perutnya.
"Hahaha, elo enggak boleh punya keturunan dari Riyan. Karena Riyan harusnya jadi milik gue! Bukan milik lo!" bentak Metha.
Melihat kondisi Rasia yang semakin buruk. Perawat yang melintas di sana langsung menghampiri Raisa. Tidak lupa satpam juga mengamankan Metha. Dia sudah berprilaku jahat pada Raisa.
Raisa langsung dibawa ke UGD. Dokter Husna langsung memeriksa kondisi Raisa. Raisa sudah tidak sadarkan diri. Ternyata pendarahannya cukup hebat. Sehingga membuat Raisa harus kehilangan bayi yang dinantikan selama lima tahun ini.
Riyan yang mendengarkan kabar tentang Raisa. Ia panik dan menghampiri UGD. Ternyata Raisa udah beres diperkisa. Dokter Husna meminta Riyan ke ruangannya.
"Bagaimana istri saya dok? Kenapa bisa jatuh? Apa istri dan anak saya baik-baik saja?" tanya Riyan panik.
"Riyan, kamu harus tenang dulu. Raisa sudah tidak apa-apa. Tapi.. Tapi.." dokter Husna bingung mau menyampaikan berita buruk soal bayi mereka.
"Tapi apa dok katakan saja?" desak Riyan.
"Bayinya tidak selamat. Raisa mengalami keguguran. Pendarahan di rahimnya sangat hebat. Sehingga membuat bayinya tidak bisa bertahan. Maaf, karena menurut saksi Raisa jatuhnya posisi terkureb. Untung saja rahimnya tidak pecah. Kalau sampai pecah. Ada kemungkinan Raisa harus diangkat rahimnya. Dan tidak bisa punya anak lagi," jelas dokter Husna.
Seketika Riyan hancur mendengar penjelasan dari dokter Husna. Riyan mulai mengeluarkan air matanya. Ternyata mereka harus kehilangan bayi yang selama ini mereka tunggu. Lima tahun penantiannya berakhir dengan keguguran. Raisa pasti akan sangat sedih kalau mendengar kabar buruk ini.
"Sabar yah Riyan. Kamu harus bisa menguatkan Raisa dalam kondisi seperti ini. Raisa masih bisa hamil kok, Riyan. Kalian harus sabar saja. Rahimnya masih baik saja, tadi Raisa hanya mengalami pendarahan yang sangat hebat saja. Kalau mungkin usia kandunganya delapan bulan. Kemungkinan bayi itu masih bisa diselamatkan. Tapi ini kan usia kandunganya baru enam bulan. Usia segitu, paru-paru bayi belum matang. Bayi belum bisa bernafas sendiri. Kalau sudah tujuh atau delapan bulan mungkin sudah bisa. Tapi tetap harus dipantau di NICU," jelas dokter Husna lagi.
Riyan tidak perduli ada dokter Husna didepannya. Ia menangis. Harusnya Riyan bisa menjaga Raisa. Riyan harusnya selalu ada disisi Raisa. Mungkin hal ini tidak akan terjadi pada Raisa. Katanya Raisa bisa hamil lagi? Kapan? Ini saja menunggu lima tahun. Apa mereka harus menunggunya lagi selama lima tahun?
Riyan marah pada Metha atas kejadian ini. Riyan menuntut kejadian ini atas percobaan pembunuhan terhadap Raisa. Metha malah ketawa-tawa enggak jelas. Mereka menduga Metha memgalami gangguan jiwa. Ia akan dipenjara di rumah sakit jiwa. Riyan tidak akan mengampuni Metha. Yang membuat Riyan harus kehilangan anak yang selama ini Riyan nantikan.
Riyan ke ruang rawat Raisa. Ia melihat istrinya yang terbaring lemah di bankar rumah sakit. Wajahnya sangat pucat sekali. Sudah dua kali Riyan melihat Raisa dalam kondisi seperti ini. Dan lagi-lagi karena Metha. Kali ini Riyan harus kehilangan buah hatinya. Sanggupkah Raisa menghadapinya? Riyan saja sudah sehancur ini. Apalagi Raisa, pasti ia sangat terpukul.
Riyan mengelus perut Raisa yang sudah kempes. Sudah tidak ada lagi tendangan bayi saat mengelus perut Raisa. Tidak ada lagi gerakan aktif yang membuat Riyan sangat bahagia. Bayinya sudah dikeluarkan oleh dokter Husna. Jenzahnya udah ada di kamar mayat. Riyan sempat melihatnya. Semuanya sudah sempurna. Tinggal menunggu waktu saja untuk bayi itu terlahirkan. Tapi bayi itu malah meninggal. Sebelem dilahirkan kedunia ini.
Padahal Riyan sudah menyiapkan namanya. Bayi perempuannya akan ia beri nama Gueen Chatarina Andiwinata. Tapi ternyata nama itu. Hanya akan tertulis di batu nisan anaknya. Kejadian ini begitu sangat cepat. Menghancurkan harapan dan kebahagiaan keluarga kecil Raisa dan Riyan.
Perlahan Raisa mulai membuka matanya. Raisa langsung meraba perutnya yang sudah rata. "Sayang, bayi kita mana? Bayi kita baik-baik aja kan? Apa bayi kita udah lahir?" tanya Raisa bertubi-tubi.
"Sabar sayang sabar. Kita harus ikhlas,"sahut Riyan.
"Ikhlas? Ikhlas kenapa? Bayi kita udah lahirkan? Enggak Riyan enggak bayi kita pasti baik-baik aja," Raisa tidak menerima dengan apa yang baru saja terjadi.
Riyan mencoba tegar di hadapan Raisa. Ia harus bisa menguatkan Raisa yang sedang terpukul. "Bayi kita sudah tenang di surga sana sayang. Allah lebih sayang sama bayi kita," ucap Riyan perlahan.
"Enggak! Enggak! Enggak! Allah Enggak mungkin ngampil bayi kita. Enggak Riyan enggak! Dia harus lahir dengan selamat. Enggak bayi kita enggak boleh pergi begitu saja.. Enggak!!!" Raisa mulai menangis histeris. Bagaimana caranya untuk membuat Raisa kuat? Riyan sendiripun sangat terpukul atas kejadian ini. Raisa pingsan setelah lama menangis histeris.
Raisa menangis mengingat kejadian hampir dua tahun yang lalu. Lima tahun menikah dengan Riyan. Menantikan seorang anak, malah kabar keguguran yang Raisa dapatkan. Metha memang keterlaluan. Rasanya kesal kalau ingat kejadian waktu itu.
Raisa kembali ingat kejadian saat ia melihat kejadian Gueen Amalia ditabrak lari. Ia berusaha menyelamatakan Gueen. Namun, ternyata semuanya terlambat. Raisa harus kembali kehilangan Gueen. Akibat keteledoran Riyan.
Flash back.
Taman Safari Indonesia. Raisa dan Riyan membawa Gueen ke taman Safari. Karena katanya Gueen ingin sekali melihat Gajah dan Jerapah. Ya sudah saja semua binatang sekalian dilihat. Gueen sangat antusias menanyakan binatang apa saja yang sedang ia lihat.
"Itu apa tante? Burung yah? Kok banyak matanya?" tanya Gueen sambil menunjuk burung merak.
"Itu namanya burung merak. Yang dibelakangnya itu bukan mata, tapi bulunya. Memang terlihat seperti mata. Indah kan?" tanya Raisa. Ia seperti sedang mengasuh anaknya sendiri.
"Kalau itu apa om? Giginya panjang sekali. Gueen takut," kali ini Gueen menanyakan pada Riyan.
"Itu namanya Singa. Jangan takut, asalkan kita enggak terlalu dekat. Kita akan aman. Singa itu memang termasuk binatang buas. Yang bisa menyakiti kita. Tapi kalau kita lihat dari jauh. Aman kok," jawab Riyan. Hati Riyan menghangat. Sepertinya Riyan mulai menyukai Gueen. Anak itu sangat lucu dan menggemaskan.
Gueen terus bertanya binatang yang ia lihat. Karena Gueen memang baru pertama kali ke kebun binatang. Syukurlah, ternyata Raisa tidak sia-sia membawa Gueen ke taman Safari. Gueen sampai naik Gajah dan naik Unta. Awalnya Gueen memang terlihat takut. Tapi lama kelamaan, ia malah ketagihan.
Gueen ketiduran dipangkuan Riyan. Sepertinya ia sangat lelah sudah sangat aktif di taman Safari.
"Aku ke mini market dulu sebentar yah. Kamu sama Gueen di sini aja dulu. Abis itu baru kita pulang," pinta Raisa. Ia pamit untuk membeli minuman.
Tak lama setelah Raisa pergi. Tiba-tiba detak jantung Riyan sedikit aneh. Dadanya mulai sesak. Mungkin Riyan kambuh. Ia nencoba tetap tenang. Untung saja ia membawa obat. Riyan langsung meminum obat itu. Semoga saja rasa nyeri itu akan hilang dengan obat yang Riyan minum. Riyan memejamkan matanya. Riyan malah ikut tertidur.
"Sayang, bangun sayang! Gueen mana? Kamu kok malah tidur?" tanya Raisa saat kembali dari mini market. Raisa sudah melihat Riyan tertidur tanpa ada Gueen dipangkuannya.
"Tadi ada dipangkuan aku kok," ucap Riyan yang ikut panik. Karena Gueen memang tidak ada bersamanya.
"Kamu kenapa tidur sih? Masa sampai enggak sadar Gueen pergi?" tanya Raisa dengan nada marah.
"Aku sempet kambuh tadi. Pas minum obat malah ketiduran," jelas Riyan.
"Pokoknya kita harus cari Gueen!" bentak Raisa. Tanpa perduli dengan alibi Riyan. Padahal Riyan baru saja kambuh lagi. Riyan turun dari mobilnya. Mereka berdua mulai mencari Gueen bersama-sama. Berharap Gueen belum pergi terlalu jauh.
Didepan tak jauh dari mobil Riyan. Ada kerumunan. Raisa dan Riyan penasaran. Mereka berdua langsung berjalan menuju kerumunan itu.
"Ada apa pak?" tanya Riyan pada bapak-bapak yang sedang ada di kerumunan itu.
"Ada anak kecil yang ketabrak mobil, mas. Kayaknya meninggal deh!" jawab bapak-bapak itu.
Deg! Jantung Riyan berdegup sangat kencang. Raisa juga langsung menerobos kerumunan itu. Ia melihat tubuh anak kecil yang telah belumuran darah. Wajahnya ditutup oleh sehelai koran. Raisa langsung membukanya.
"Gueeeeeeeeennnn!!" teriak Raisa. Benar saja itu Gueen. Raisa memeriksa Gueen. Memang sudah tidak ada tanda kehidupan dari Gueen. Tapi Raisa malah melakukan CPR pada Gueen yang sudah tidak bernyawa. Raisa harus bisa mengembalikan Gueen.
Raisa harus bilang apa pada ibu Sinta, kalau Gueen pulang dalam kondisi tidak bernyawa. "Gueeen bangun! BANGUN!!!" pekik Raisa sambil terus mengkompresi d**a Gueen.
Ternyata menurut saksi mata. Gueen turun setelah Raisa turun dari mobil. Mungkin tadinya mau ikut Raisa. Eh malah kesasar dan ketabrak mobil.
"Cukup sayang, Gueen udah meninggal!" Riyan menghentikan Raisa yang terus melakukan CPR. Karena memang sudah tidak ada gunanya. Gueen sudah tidak bernyawa. Pantas saja selama di mini market. Raisa merasa ada yang aneh. Katanya ada kecelakaan disekitar mini market. Kalau Raisa tahu korbannya adalah Gueen. Mungkin Raisa akan berlari celat dan mencoba menyelamatkan Gueen. Betapa bodohnya Raisa malah anteng-anteng saja membeli beberapa makanan dan minuman, untuk Gueen. Sekarang makanan dan minuman itu. Tidak untuk Gueen lagi. Karena Gueen telah tiada.
"DIAM KAMU RIYAN! Gara-gara kamu ketiduran. Gueen jadi kecelakaan. Gueen belum meninggal! Ayo Gueen bangun!" bentak Raisa pada Riyan. Raisa terus melakukan CPR pada Gueen.
Riyan memang patut disalahkan atas kejadian ini. Seharusnya Riyan tidak ketiduran saat sedang menjaga Gueen. Sebetulnya Riyan tidak mau tidur. Mungkin efek samping dari obat yang Riyan minum pas kambuh. Itulah yang membuat Riyan jadi tidur.
"Maaf.." lirih Riyan. Riyan sangat bersalah pada Gueen. Untuk yang kedua kalinya mereka kehilanhan seorang anak, bernama Gueen. Mereka harus kehilangan Gueen lagi.
Raisa mulai terguncang lagi. Belum sepenuhnya luka kehilangan bayi Gueen. Sekarang ditambah lagi harus kehilangan Gueen. Calon anak angkatnya.
Tak lama Raisa pingsan. Mungkin karena terlalu capek melakukan CPR. Selain itu Raisa juga shock. Riyan meminta orang disekitar kejadian membantu membawa Raisa dan Gueen ke mobilnya. Riyan harus membawa mereka berdua ke Raiyan Hospital.
"Sayang aku tahu kamu sangat terpukul dengan kejadian wakut itu. Tapi kamu harus belajar mengikhlaskannya. Anak itu hanya titipan," ucap Riyan membuyarkan lamunan Raisa di masa lalu yang terlalu menyakitkan, untuk diingat.
"Tapi aku enggak bisa jaga titipan itu," lirih Raisa.
"Sayang, denger aku. Kita udah berusaha menjadi orang tua yang terbaik. Kalo memang Allah belum mengizinkan kita menjadi ayah dan ibu Gueen itu berarti kita belum waktunya, sayang. Sekarang kan kita alhamdulliah udah dikaruniai dua anak kembar," nasihat Riyan mmencoba meredakan kegelisahan hati Raisa. Kenapa juga Raisa tiba-tiba keingat Gueen. Mungkin hati seorang ibu lebih sensif dibandingkan seorang ayah.
"Ya karena aku teledor!" Raisa masih menyalahkan dirinya sendiri. Padahal Riyan juga merasa bersalah. Karena dia juga teledor menjaga Gueen Amelia, calon anak angkatnya.
"Teledor? Aku juga teledor. Itu bukan kesalahan kamu sayang. Yang patut disalahkan itu Metha. Kenapa dia begitu kejam membunuh anak pertama kita!" tegas Riyan.
Riasa malah menangis. Riyan mengelus dan memeluk Raisa. "Udah sayang, ya. Kita kan masih punya Gavyn sama Davyn. Itu adalah karunia terindah dalam hidup kita. Jadi kita harus menjaganya. Untuk sementara kamu jangan kerja dulu, ya. Kalau Gavyn sama Davyn sudah cukup besar baru kamu kerja lagi," saran Riyan.
Raisa menghapus air matanya. "Suamiku bijak banget sih. Aku enggak salah pilih pendamping hidup aku. Iya sayang, aku enggak akan kerja dulu. Mau fokus sama si kembar dulu. Tapi aku mau anak kita besar di Indonesia. Tanah kelahiran kita. Meskipun mereka lahir di Paris. Tapi mereka tetep orang Indonesia," komentar Raisa.
"Iya sayang. Yuk kita tidur!" ajak Riyan. Saat Riyan akan beranjak. Raisa menariknya lagi.
"Kamu udah minum obat?" tanya Raisa.
"Udah bu dokter. Tadi kan minumnya depan kamu," sahut Riyan.
Raisa lega mendengarnya. Meskipun Raisa punya si kembar. Ia harus tetap memperhatikan kondisi suaminya. Yang juga sedang sakit. "Ya udah yuk!"
Kemudian mereka masuk kamar. Sebelum tidur. Raisa sempat melihat si kembar di box bayinya. Gavyn dan Davyn sedang tertidur lelap. Senang rasanya melihat bayi kembarnya dalam keadaan sehat.
*********
Keesokan harinya.
Bel pintu rumah berbunyi di pagi hari. Raisa sedang memberi asi pada Gavyn. "Biar saya saja, sus. Yang buka pintunya. Suster gendong Gavyn aja dulu," perintah Raisa pada baby siternya. Awalnya Raisa mau mengurus si kembar sendirian. Tapi ternyata tidak sanggup, meskipun sudah dibantu bik Sumi. Jadi Raisa memutuskan untuk menyewa jasa baby siter. Kebetulan juga baby siternya orang Indonesia, cocok deh. Raisa beranjak dan akan membukakan pintu.
Cklik. Pintu di buka. Raisa terkejut melihat yang dihadapannya. "Aliya!!" seru Raisa.
"Kak Raisa!" seru Aliya juga. Raisa memeluk Aliya. Rasanya kangen juga dua tahun tidak bertemu.
"Kok ke sini ga bilang-bilang. Bisa kakak jemput di bandara kan," protes Raisa.
"Kan kejutan. Kak Riyan juga ga tahu kok," jawab Aliya.
"Ya ampun. Lagi libur kuliah kamu?" tanya Raisa.
"Kakak aku ini udah lulus loh kak. Aku kuliah kedokteran juga. Dan udah lulus tahun ini. Aku baru jadi koas enam bulan di Raiyan Hospital.
"Oh hehehe. Kakak kira kamu masih kuliah. Bagus. Bagus. Harus rajin, ya. Biar bisa cepat dapat izin lisensinya. Yuk masuk dulu!" ajak Raisa.
Aliya dan Raisa duduk di ruang tamu. Aliya melihat sekitarnya. Rapih seperti biasanya. Raisa memang sangat menomor satukan kebersihan dan kerapihan. Dari dulu Raisa memang seperti itu. Kosannya yang dulu saat Raisa belum jadi istri kakaknya. Sangat rapih sekali. Ditengah kesibukannya kerja di apotek dan kuliah kedokteran. Ia masih sempat beres-beres rumah kosannya.
"Kamu sendiri ke sini?" tanya Raisa yang baru datang lagi sambil membawa secangkir teh hangat. Cuaca hari ini sedang dingin. Mungkin secangkir teh hangat, bisa sedikit menghangatkan tubuh Aliya.
"Enggak kak. Sama Digo. Dia nginep di apartement temannya," jawab Aliya.
"Syukur deh. Kakak kira sendirian."
"Kak aku pengen lihat Gavyn sama Davyn dong," pinta Aliya.
"Boleh. Yuk!" ajak Raisa.
Babby Room Gavyn & Davyn. Tulisan itu disimpan di pintu kamar si kembar.
"Lucu banget. Persis kak Riyan banget hidungnya. Matanya mirip kak Raisa," komentar Aliya saat melihat si kembar yang sedang tertidur. Aliya memang baru melihat si kembar. Sebelumnya hanya melihat dari foto yang dikirimkan Raisa melalui ponselnya.
"Untung aja hidungnya mirip Riyan. Kalau mirip kakak kan pesek hhe," canda Raisa.
Aliya tertawa mendengar bercandaan Raisa. "Kakak bisa aja. Enggak pesek kok, bangir hehehe," timpal Aliya. Raisa menjawabnya dengan tertawa saja. Apa bedanya pesek sama bangir? Sama saja kok. Hihihi
Aliya mengendong Gavyn. "Pas tahu kakak hamil, terus lahir ternyata kembar. Aliya pengen banget ke Paris. Tapi mama enggak ngizinin. Karena memang Aliya juga lagi skripsi waktu itu. Baru izinin sekarang. Pas Aliya lihat di foto. Udah bikin geregetan. Aslinya malah tambah gereget," cerita Aliya.
"Hhehe, Oh iya apa kabar mama Diandra?" tanya Raisa. Pas lahiran Diandra tak lama langsung kembali ke Indonesia. Katanya mengurus kantor PT. Dirgantara Andiwinata yang di Jakarta. Omset sedikit menurun semenjak ditinggal ke Paris. Jadi terpaksa Diandra kembali ke Indonesia.
"Baik kok kak. Sekarang kan buat sementara mama yang jadi direktur di Raiyan Hospital sama PT. Dirgantara Andiwinata," sahut Aliya.
"Terus penangung jawab apotek siapa?" tanya Raisa lagi.
"Setahu Aliya itu sekarang kak Riska. Jadi nanti kalo kalian ke Indonesia. Kak Riyan jadi CEO di Raiyan Hospital dan kakak jadi kepala dokter kembali," jelas Aliya.
"Ohh gituh. Terus apotek gimana?"
"Ya untuk sementara mungkin kak Riska dulu yang pegang. Kakak kapan ke Indonesia?" tanya Aliya.
"Kayaknya setahun lagi deh. Soalnya kakak kamu masih ada proyek di sini. Kasian juga Gavyn sama Davyn, kalau kakak pindah ke Indonesia dalam waktu dekat. Mereka kan masih bayi," jawab Raisa.
"Oh gitu. Siap deh. Oh iya Ka.."
"Iya Al. Ada apa?" tanya Raisa. Nampaknya Aliya tampak ragu.
"Metha mendekam di penjara. Tepatnya di rumah sakit jiwa. Dijaga ketat banget kak. Kemarin aja dia abis bunuh petugas." tadinya Aliya sempat ragu mau menceritakan ini pada Raisa. Tapi ia ceritakan juga. Semoga saja tidak membuat luka lama Raisa terkuak kembali.
"Astaghfirullah. Terus gimana?" Raisa penasaran.
"Hukumannya makin berat. Aliya cuma takut, kalo pas dia bebas kak Metha ganggu kehidupan kita lagi. Kakak sama kak Riyan harus hati-hati, ya," Aliya terlihat sangat cemas.
"Iya sayang itu pasti." meski didalam hati Raisa masih gelisah. Karena takut Metha kembali menganggu kehidupannya yang sudah bahagia ini. Baru juga semalam keingetan sama Gueen. Sekarang malah mendengarkan kenyataan tentang Metha.
"Uuuaaaaaaaa," tangis suara bayi. Salah satu si kembar menangis terbangun.
"Itu Gavyn nangis kak."
"Yang nangis itu namanya Davyn. Dan Gavyn itu yang kamu gendong," jelas Raisa. Raisamenggendong Davyn dan langsung memberikan asi.
"Gimana cara bedainnya kak? Mereka masih pada bayi. Mirip banget lagi," tanya Aliya heran. Salut deh sama seorang ibu yang bisa membedakan anak kembarnya.
"Naluri seorang ibu sayang. Dari tangisnya aja udah beda. Dan di punggung Gavyn itu ada tanda lahir. Sedangkan Davyn tanda lahirnya di pinggang kirinya," jelas Raisa lagi.
"Salut deh sama kakak. Teliti banget," puji Aliya.
"Mereka kan anak-anak kakak sayang. Sudah pasti kakak bisa membedakannya," ucap Raisa sambil tersenyum.
*********
Malam hari yang cukup dingin hari ini. Paris memang sengang memasuki musim dingin. Baru dua minggu yang lalu turun salju. Maka tak heran, banyak sekali orang yang keluar rumah menggunakan mantel yang tebal. Karena memang cuacanya sangat dingin. Membuat orang betah di rumah dan malas ke luar rumah.
Riyan masuk ke dalam rumah. Ia baru saja pulang kerja. Nampaknya sangat lelah sekali. Pasti kerjaan di kantor sangat banyak.
"Assalamualaikum, sayang aku pulang!" ucap Riyan seperti biasa mengabarkan ia telah pulang.
"Wa'alaikumsalam. Sini sayang!" ajak Raisa ke ruang tamu. Di mana di sana sudah ada Aliya.
"Aliya? Kamu kapan dateng?" tanya Riyan sedikit terkejut melihat kehadiran adiknya.
"Tadi pagi kak. Pas kakak lagi kerja," jawab Aliya.
"Ya ampun kenapa enggak bilang sih. Kakak kan bisa jemput kamu di bandara," ujar Riyan.
"Aliya mau ngasih kejutan ke kita katanya, sayang," timpal Raisa.
"Cie ciee mentang-mentang dah suami istri jawabannya kompak. Kenapa enggak bilang kan bisa dijemput di bandara.. aahhaaa," ledek Aliya sambil tertawa.
Riyan dan Raisa sedikit tersipu malu. "Kamu ke sini sama siapa?" tanya Riyan.
"Digo kak. Digo nginep di apartement temennya. Oh ya, kak. Besok aku sama kak Raisa boleh jalan-jalan, ya. Aku pengen banget lihat menara eiffel. Setelah aku tahu jalannya. Baru deh aku pengen ke sana bareng Digo. hhe," Aliya meminta izin pada Riyan.
"Ckckck ade kakak satu ini udah mulai besar, ya. Ya udah boleh. Biar si kembar baby siter aja yang ngurus. Kakak lusa baru libur," Riyan mengizinkan Aliya pergi bersama Raisa.
"Asssiikk berarti di izinin, ya!" Aliya senang.
"Iya dong. Oh iyya. Kamu jadi masuk fakultas kedokteran kan? Udah lulus yah kalau enggak salah. Sekarang kerja di mana?" tanya Riyan.
"Jadi dong. Aku udah enam bulan jadi koas di Raiyan Hospital," jawab Aliya.
"Ohh gitu. Syukur deh. Mama sama papah apa kabar?" tanya Riyan lagi.
"Baik kok kak. Mama sama papah malah cemasin kakak terus," sahut Aliya.
"Kakak baik-baik aja kok. Karena ada satu bidadari dan dua malaikat kecil di sini sekarang. hhe," ujar Riyan sambil terkekeh.
"Gombal aja nih kakak hhee," timpal Aliya. Mereka bertiga tertawa bersamaan. Mereka ngobrol hal apapun yang bisa jadi bahan obrolan. Rasa capek Riyan sedikit berkurang berkat kedatangan adiknya ke Paris. Memang bertemu orang yang kita sayangi. Bisa membuat mood jadi bagus. Bahkan sedang capek sekalipun.