Chapter 8 : Sayang

1753 Words
Kena… " "Mommy udah gak ada." Deg!! "Aduh maaf sayang kakak gak tau. Ya udah Arumi punya hp, biar kakak telpon daddy." Arumi mengeluarkan handphone dari lehernya dan memberikan handphone miliknya pada Abi. "Daddy kan?" Arumi mengangguk. "Oke," Abi mencari nama Daddy dengan menekan tombol satu dan nama daddy pun muncul. Tut...tut...tut… Tak ada jawaban membuat Abi kesal saja namun dia berusaha tersenyum. "Eemm, daddy kayaknya sibuk deh. Siapa lagi yang bisa dihubungi sayang?" panggilan sayang dari Abi membuat hati Arumi tenang. Terlihat anak itu memandangi gadis di hadapan begitu dalam. "Om jay." katanya. "Om Jay… oke mudah-mudahan diangkat ya," kata Abi sesekali mengusap kepala Arumi dan anak itu benar-benar menemukan kenyamanan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Dia ingin terus mendapat usapan tangan dari kakak cantiknya ini. "Makasih mas." kata Abi menerima pesanan buat Arumi. "Ini cantik, pelan… " "Sayang." "Hem? Kenapa?" "Mau di panggil sayang sama kakak cantik." "Hahaha lucu banget sih, siap kakak bakal manggil sayang sama Arumi." kata Abi dan Arumi mengangguk antusias. "Ah, halo dengan mas Jay?" * * * Jayden yang tengah menunggu Elvano sedang melakukan aksi gilanya bersama sang sekretaris pun menerima panggilan masuk dari Arumi. "Halo cantik, daddy lagi… " "Ah, halo dengan mas Jay?" Kok bukan Arumi? Pikirnya. "Halo dengan siapa, kenapa handphone ponakan saya ada sama kamu?! Kamu siapa? Jangan macam-macam ya,! Katakan, apa… " "Kamu kira saya apaan hah!" "Maksudnya?" Jayden sedikit menjauh dari sana. "Makanya dengerin dulu dong jangan asal nuduh aja. Ini saya gak sengaja ketemu ponakan kamu di jalan sambil nangis ketakutan, makanya sekarang saya nelpon buat jemput dia soalnya saya telpon daddynya malah gak di angkat." "Ah… maaf mbak saya kurang sopan. Tapi ponakan saya gapapa'kan? Abang saya gak bisa di ganggu mbak. Mbak di mana biar saya jemput sekarang." Jayden berlari meninggalkan tempatnya sampai lupa memberitahu Elvano. "Dia aman kok mas, tadi cuma kaget aja mungkin makanya nangis. Kita lagi di cafe deket taman yang biasa dikunjungi anak-anak. Kayaknya dia lagi ada kunjungan terus keluar kelompok deh," "Makasih mbak, makasih sekali. Saya kesana seka… " "Kakak cantik, Umi mau ini boleh gak?" Deg!! Langkah Jayden melambat mendengar suara Arumi. Anehnya tidak ada ketakutan terdengar di sana. "Boleh sayang. Ya udah mas saya tunggu di sini ya, yang cepet ya soalnya saya gak bisa lama-lama." "Ah! Iya mbak." panggilan terputus dari sana dan Jayden tak menyangka Arumi bisa berbicara dengan orang lain tanpa rasa takut bahkan gadis kecil itu terdengar begitu senang.. Sementara Elvano… mengerang nikmat ketika miliknya di mainkan Selvi. Bukan lewat milik wanita itu melainkan di mulut dan juga tangan. Sudah ia katakan bukan kalau seorang Elvano Bramantyo Logan tidak akan pernah memasuki sarang untuk kedua kalinya karena yakin sarang itu sudah di jamah orang lain apalagi Selvi terang-terangan menggoda karyawan kantor bahkan dia pernah sekali melihat wanita ini digarap dua orang sekaligus di atap kantor jadinya sekarang ia hanya ingin dipuaskan lewat mulut. Selagi di awan-awan ingin mencapai puncak, tangannya bergerak liar meremas gundukan daging kenyal milik Selvi dan juga mendorong kepala Selvi agar lebih cepat, semakin dipercepat tak peduli Selvi tersedak karena dorongan kerasnya, bayangan Abi tiba-tiba berada dalam benaknya. Gadis itu terus melayang-layang di sekitarnya, yang membuatnya kesal seperti orang gila adalah pencapaian itu langsung hilang. "Aagghh!!" erangnya mendorong Selvi dari hadapannya. "Ada apa Mr, kenapa senjata tajam ini tiba-tiba redup!" tanya Selvi langsung bangun ingin menyerang milik Elvano lagi sayangnya hasrat dalam diri Elvano tak ada lagi. "Sudah cukup, dia tidak akan bangun lagi. Keluar sekarang." kata Elvano membersihkan miliknya. "Baik Mr." Selvi pun keluar dalam keadaan tidak baik-baik saja, mungkin dia butuh penyaluran pikir Elvano tapi siapa peduli asal masih berhati-hati jangan sampai publik tau. Setelah membereskan pakaiannya, ia meraih handphone menghubungi Jayden. "Halo kamu di mana, kita berangkat… " "Astaga bang sampai lupa gara-gara kaget. Ini tadi ada yang nelpon saya kalau Arumi ada sama dia, katanya ketemu Arumi di jalan sambil nangis dekat taman." "Apa!!" rahang Elvano mengeras begitu juga tangannya mengepal kuat. Ia segera berlari keluar ruangan. "Dia di mana sekarang!" "Di kafe dekat taman, Jay kesana duluan." "Oke." Elvano merebut kunci mobil salah satu karyawan yang baru saja tiba. Tidak peduli dengan reputasinya akan dipandang jelek, yang ia pedulikan sekarang adalah Arumi putrinya. Tak lama handphonenya berdering nama sang mama muncul. Tanpa membiarkan wanita yang melahirkannya berbicara ia langsung berteriak murka. "MAMA, BAGAIMANA BISA ARUMI SAMPAI HILANG!? JANGAN SALAHKAN SAYA KALAU GURUNYA AKAN DITUNTUT ATAS KELALAIAN DALAM TUGAS SEBAGAI GURU. SAYA KECEWA SAMA MAMA!" langsung memutuskan panggilan secara sepihak. Ia melihat panggilan tak terjawab dari sang anak pun merasa bodoh, bagaimana dia bisa larut dalam kenikmatan sementara putrinya di luar sana ketakutan. Benar-benar lelaki biadab! Ia jadi berterima kasih dengan bayangan Abi karena gadis Tan itu dia bisa menghentikan kegiatan gilanya itu. "Maafin daddy sayang, maaf." bisiknya, air matanya tiba-tiba menetes dan inilah kelemahan seorang Elvano. Siapapun boleh mengambil apa saja darinya asal jangan putrinya dan mungkin musuh-musuhnya bisa saja memanfaatkan kelemahan ini jika mereka tahu. Sementara itu, Amira begitu terpukul mendengar teriakan murka dari putranya. Ia tau ini kesalahannya yang terlalu fokus pada kesenangan menemukan menantu baru sampai lupa cucunya tidak ada di dekat mereka. Sintia pun turut merasa bersalah bagaimanapun tanggung jawabannya sebagai guru bisa melakukan kelalaian seperti ini. Ia meminta guru lain kembali lebih dulu sementara dia akan tinggal bersama Amira mencari keberadaan Arumi. Hhh… belum apa-apa aja udah ada masalah, sepertinya dia harus bersiap dengan resikonya sekarang. "Bu," Sintia menghampiri Amira memeluk wanita yang tengah terisak memanggil nama Arumi. "Tenang ya bu, penjaga taman lagi nyari Arumi. Maaf atas kelalaian saya sebagai guru, maafkan saya bu." "Bu-bukan salah kamu nak, ibu juga ngerasa bersalah bagaimana bisa melepas pandangan dari Arumi. Elvano sangat marah sekarang hiks… " Deg!!! Sintia jadi semakin takut berhadapan dengan Elvano sekarang. Bagaimana kalau lelaki itu membencinya? Astaga… Sintia nasibmu berada di tangannya sekarang. "Pak gimana, murid saya udah ketemu?" tanya Sintia ketika melihat penjaga taman berlari mendekati mereka. Amira menyeka air matanya berharap sang cucu ditemukan. "Maaf bu, tapi sepertinya murid ibu keluar dari area taman. Terakhir dia terlihat di cctv berjalan ke arah jalan raya." "Apa!!" "ARUMI!!" Amira menjerit keras membuat Sintia segera memeluk Amira, ia tau Amira pasti sangat khawatir sekarang. "Pak tolong temukan murid saya pak saya mohon. Kalau perlu sebarin foto Arumi pak, saya mohon." ujar Sintia sambil menenangkan Amira yang terus saja menangis. "Baik bu, kami usahakan." * * * Di sisi lain Abi tengah menemani Arumi tak henti-hentinya tertawa bahkan lagi-lagi melakukan hal konyol agar Arumi tertawa, seperti sekarang. Ia menangkup kedua pipinya sampai bibirnya berbentuk mulut ikan. "Hahaha, kakak cantik lucu hahaha." suara tawa Arumi benar-benar lepas karena kelakuan Abi. Kalau saja Elvano melihat ini, mungkin dia akan berhenti menjadi lelaki b******k saat itu juga. Tawa lepas Arumi tak henti-hentinya menggema dalam kafe, sampai bunyi piano dari handphone Abi menghentikannya. "Sebentar ya sayang," ucap Abi di balas anggukan kepala oleh Arumi. "Halo mbak," "Lagi di mana, 15 menit lagi Lintang masuk." Abi menepuk keningnya, asik dengan Arumi dia sampai lupa sama Lintang. "Astaga maaf mbak, saya kesana sekarang." katanya memutuskan panggilan melihat Arumi yang menatapnya polos. Mata bulat anak itu berkedip-kedip memancarkan binar yang begitu indah seperti milik seseorang, tapi siapa? Lupakan itu Abi. Abi menggeleng tegas. Aduh bagaimana ini, dia harus segera pergi Lintang membutuhkannya sekarang. "Kakak cantik kenapa?" tanya Arumi. "Aduh gimana ya, kakak mesti ke rumah sakit sayang." "Kakak cantik sakit? Ayo Umi temenin." Arumi terlihat beranjak namun Abi segera menahannya. "Eh, bukan kakak tapi adik kakak lagi di rawat di sana. Terus sekarang dia nyari kakak, kasian soalnya gak ada temen." "Emang mama sama papa kakak kemana?" "Emm, udah ke surga hehe." Abi yakin Arumi tidak tahu maksudnya jadi tak apalah. "Arumi gapapa di sini aja, soalnya kalau ikut kakak nanti om Jay nangis kalau gak ada Arumi di sini." "Ta-tapi Arumi takut." Arumi menunduk, Abi pun berdiri kemudian berjongkok di harapan Arumi. "Hei cantik, jangan takut. Sebentar ya," Abi memasukkan nomornya di handphone Arumi. "Liat ini," Arumi menatapnya lalu menatap handphone nya. Abi berkata, "Kalau ada apa-apa hubungin nomor kakak ya, biar kakak bakar cafenya." Arumi tertawa kecil. "Janji?" mengulurkan jari Kelingkingnya. "Janji kelingking." ucap Abi mengaitkan kelingking mereka. "Sebentar sayang," Abi berdiri memanggil kasir tadi. "Mas kesini sebentar boleh," "Ada apa mbak," "Gini mas, si cantik ini kan gak sengaja kesasar tadi makanya saya bantuin. Nah kebetulan om nya bakal ke sini tapi saya gak bisa nunggu soalnya ada perlu penting banget. Mas bisa nunggu di sini bentar gak, bentar aja di sini." Abi menangkap bahu mas kasir sampai pemuda itu terkejut bukan main mengikuti kemana Abi menyeretnya untuk duduk di tempatnya tadi. "Mas di sini jangan ke mana-mana sampai lelaki yang bernama Jay datang, oke. Eit, jangan bergerak dan jangan menyentuh si cantik. Paham kasep," Abi tersenyum manis sekali sampai mas kasir tak mampu menolaknya hanya bisa mengangguk-angguk patuh. Ia pun menoleh mengedipkan sebelah matanya ke arah Arumi yang memandangnya kagum. "Nah, om ini gak akan bergerak sebelum om Jay datang." Arumi mengangguk patuh. "Kakak pergi dulu ya, sayang." ia tak tega tetapi Lintang lebih penting sekarang. Tangan Arumi menahan Abi yang hendak melangkah keluar dari kafe. Gadis itu menghela nafas mensejajarkan mereka, "Maaf ya sayang kakak gak bisa lama-lama, adik… " Cup!! Abi termangu mendapat kecupan di pipi kanannya. "Semangat kakak cantik, Umi berdoa semoga adik kakak cantik cepet sembuh hehe." ucapan tulus dari Arumi memberikan dampak besar bagi Abi. Ia membawa Arumi ke dalam dekapan hangatnya. "Makasih sayang." ucapnya lembut mengecup kening Arumi. "Cantik boleh kok hubungi kakak, jadi gak perlu khawatir. Oke," Arumi mengangguk semangat. "Ya udah kakak pergi dulu ya, pai-pai cantik eh, sayang hehe." Abi pun beranjak keluar dari kafe sesekali menoleh melambaikan tangan pada Arumi. Sampai taksi datang pun ia tetap menoleh ke belakang sedikit khawatir meninggalkan gadis kecil yang masih menatapnya. Tak berselang lama setelah kepergian Abi, mobil hitam milik Jayden berhenti tepat di depan kafe. Lelaki itu buru-buru keluar melihat keberadaan Arumi dibalik kaca kafe. "Arumi!" Jack langsung menggendong Arumi dan memeluknya erat. "Mas siapa?" tanya mas kasir tadi masih berada di tempat tadi. "Ah saya Jay, om Arumi." kata Jayden, si mas nya belum percaya jadi menatap Arumi dan anak ini mengangguk. "Makasih mas udah bantuin ponakan saya, makasih mas." Jayden sampai membungkuk badannya beberapa kali. "Eh bukan saya mas tapi ada gadis cantik tadi yang bantuin. Iya'kan dek," "Umi dibantuin sama kakak cantik, tuh semuanya di belanjain sama kakak cantiknya." Arumi berbisik pada Jayden. "Kakak cantik?" beo Jayden dan Arumi mengangguk antusias, bola mata anak itu berbinar-binar dan Jayden tidak pernah melihatnya. Brak!! "PRINCESS!!" "DADDY!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD