Altar memakai bajunya lagi setelah Karin mengobati lukanya “Terima kasih” ucap Altar.
Karin tersenyum “Harusnya yang berterima kasih itu aku karena kamu udah nolongin aku dari lampu gak ada akhlak itu. Lukanya gak sakit banget kan kalau kamu merasa ada yang enak gimana kalo aku bawa kamu kerumah sakit untuk periksa”
“Eh gak usah gak papa” Sahut Altar cepat “Gak ada yang sakit kok cuman goresan kecil aja” Tolaknya, Altar tidak ingin kerumah sakit jika hanya mendapatkan luka kecil dipunggungnya.
Altar berdiri memakai tasnya kembali “Aku pulang duluan ya” Ucap Altar berpamitan, Karin mengikuti Altar sampai didepan rumah “Lain kali aku ganti bajumu yang robek itu dan kamu gak boleh nolak” Seru Karin. Altar menghela nafas lalu mengangguk.
Karin tersenyum memastikan Altar naik kemotornya “Hati-hati Al!” seru Karin, Altar menekan klakson motornya kemudian cowok itu pergi bersama kendaraannya.
“Pak Yadi, Kak Kevin belum pulang ya?” Tanya Karin begitu melihat supir pribadinya sedang membersihkan kaca mobil.
“Kayaknya dari tadi belum keliatan non kayaknya main sama temennya” jawab Pak Yadi.
Tak lama terdengar suara deru motor mendekat Karin melihat motor Kevin berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri untunglah kakaknya tidak tau kalau barusan ada cowok yang ia ajak datang kerumah karena membuat cowok itu terluka. Karin yakin jika Kevin tau ia membuat anak orang terluka pasti kakaknya itu akan mengomelinya lagi.
“Nungguin kakak?” tanya Kevin setelah turun dari motornya, Karin menarik sudut bibirnya “Hidih pedenya” ujar Karin.
Kevin melewati Karin tapi tanganya sempat mengacak-acak rambut adiknya sampai Karin berteriak kesal “Kak Kevin!” sambil mengejar Kevin masuk kedalam rumah yang tertawa puas ketika melihat wajah sebal adiknya.
----
Altar baru saja tiba dirumahnya melepaskan seragam dibadannya untuk melihat bagian yang luka dibelakangnya lewat pantulan cermin “Entah sial atau apa tiap kali ketemu sama cewek itu pasti ada aja yang luka” Gumam Altar tak habis pikir.
Kemarin kepalanya yang terantuk dengan lantai sekarang bahunya yang tergores kaca, tapi Altar bersyukur setidaknya luka kecil yang diterimanya ini dapat membuat gadis itu selamat dari lampu gantung yang hampir menimpa kepala Karin.
Telinga Altar berdengung membuat cowok 18 tahun itu meringis kesakitan sambil menutup daun telinganya dengan telapak tangannya sendiri.
“Arrggghhh!!” Geram Altar sampai badannya jatuh diatas lantai kamarnya sendiri, Altar benar-benar kesakitan ketika penyakitnya itu kambuh lagi.
Altar berusaha tenang untuk meminimalisir rasa menyakitkan pada telinganya hingga perlahan rasa sakit itu mulai memudar. Altar duduk bersila tanpa mengenakan bajunya sedangkan tangannya menyugar rambut kebelakang dengan jari.
Cowok itu kembali berdiri mengambil baju seragamnya dan melihat bagian yang sobek “Hhhh” altar menghembuskan nafas lalu menatap pantulan dirinya dicermin.
Senyum menghiasi wajah Altar tatkala teringat kata-kata Karin yang mengira dirinya memakai sunblock karena memiliki kulit putih alami, Karin sepertinya bukan cewek seperti apa yang Altar kira, Karin gadis yang ceplas ceplos untuk mengeluarkan apa yang sedang dia pikirkan hanya saja gadis itu sangat pemaksa sampai Altar tidak tau cara menolak paksaan dari Karin.
Altar membaringkan diri diatas tempat tidur menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih tulang “Bagaimana caranya biar Karin gak maksa buat beliin baju ganti rugi ya” gumam Altar.
Tangan Altar meraih benda persegi disampingnya saat benda itu bergetar tanda sebuah pesan masuk.
Kevin : “Al besok jangan lupa buku salinan bulan lalu bawa kesekolah ya tadi mau bilang cuman lupa”
Altar : “Oke” jawab Altar kemudian mengembalikan ponselnya kembali.
Cowok itu turun dari tempat tidur menuju sebuah laci untuk mengeluarkan benda pelindung telinganya yang lain sementara yang ia pakai saat ini dilepas. Sepertinya Altar besok harus pergi kerumah sakit untuk memeriksa keadaan telinganya lagi jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Langkah kakinya berjalan keluar setelah meraih sebuah kaos secara random dari dalam lemari. Rumah Altar tidak terlalu luas tapi juga tidak terlalu kecil. Mama Altar sangat suka buah anggur sehingga dipekarangan belakang rumah Altar banyak buah anggur tumbuh subur.
Dibawah pohon anggur yang bersulur ada mama Altar yang sedang merawat tanaman kesayangannya, Altar memetik salah satu buah anggur langsung dari pohon dan memasukkan kedalam mulut.
“Eh eh itu masih muda Al” tegur mama Altar bersamaan dengan ringisan Altar karena rasa anggur mengenai lidahnya terasa masam. Mama Hanna menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Altar yang asal main comot tanpa tau anggur itu sudah masak atau belum.
Altar mendongak melihat buah yang cukup banyak bergelantungan itu “Terus yang bisa dimakan yang mana Mah?” tanya Altar.
Mama Hanna langsung mencarikan untuk putranya kemudian memetik satu tangkai berwarna hijau “Ini” katanya sambil memberikan pada Altar. “Tapi kan ini masih hijau” jawab Altar.
“Ini kan memang anggur hijau sayang” balas mamanya sambil tersenyum geli, Altar menerima dan memakannya.
“Hem kalau ini lumayan manis” Ucap Altar memberi penilaian, mamanya tersenyum menepuk nepuk lengan putranya “Lain kalau kalau mau makan lihat dulu mana yang sudah bisa dimakan mana yang belum karna kalau masih muda rasanya agak masam” Saran mama Altar sebelum wanita itu masuk kedalam rumah.
Altar mendongak lagi melihat tanaman yang cukup lebat buahnya tak jauh dari situ ada tanaman lain tapi kebanyakan adalah sayuran, Altar menyusul mamanya masuk kerumah.
“Mah besok Altar periksa lagi ya jadi pulang agak terlambat” ucap Altar meminta ijin.
“Perlu mama yang antar gak”
“Altar bisa sendiri kok” Altar berjalan kearah lemari pendingin untuk mengeluarkan buah apel lalu duduk disalah satu kursi meja makan. Mama Hanna lantas mengangguk mengiyakan ucapan Altar.
___
Karin menghampiri Dion dan Hany yang kebetulan baru tiba juga disekolah lalu mereka bertiga berjalan masuk melewati gerbang bersamaan.
“Han kamu sudah dapat Link nya belum?” tanya Karin.
“Udah nanti aku kirim ke kamu ya” jawab Hany.
“Kalian kapan tobat jadi fangirl sih” gerutu Dion.
Karin dan Hany menatap Dion lalu mereka menjawab bersamaan “Dukun pun gak bisa menghentikan kami jadi Fangirl” kata mereka yang mencopy salah satu kalimat dari Drama Korea. Dion mendesah pasrah dengan sifat kedua sahabatnya itu.
Hany memiliki kelas yang berbeda dengan Dion dan Karin, mereka berpisah untuk masuk ke kelas masing-masing, Dion menarik kursi untuk duduk lebih dekat dengan Karin “Rin kemarin kamu jadi mengajak tuh cowok buat ganti rugi?” tanya Dion.
Karin melepaskan tas ranselnya keatas meja lalu balas menatap Dion “Kamu tau gak Yon pas kemarin aku mau ganti rugi buat kaca mata yang aku rusak kemarin malah ada kecelakaan lain”
“Hah! Kecelakaan apa lagi? Jangan bilang kamu berhutang sama yang lain? Kali ini aku gak ikut tanggung jawab ya” sahut Dion. Karin memutar bola matanya malas.
“Bukan orang lain tapi orang yang sama, kemarin gak sengaja ada lampu gantung ditoko sepatu mungkin karena lupa diperbaiki atau gimana dan tuh lampu jatuh pas diatas kepalaku terus Altar ngedorong aku niatnya sih mau nolongin tapi Altar malah kena pecahan kaca. Sumpah Yon aku gak enak banget rasanya yang satu baru lunas aku malah bikin utang baru” Karin mengusap wajahnya.
“Mana tuh bahunya luka lagi” lanjut Karin gusar.
Dion menggelengkan kepalanya pelan kemudian menepuk nepuk pundak Karin yang tengah menunduk “Sabar-sabar mungkin ini adalah jalan buat kalian semakin dekat atau siapa tau Altar jodoh kamu” celetuk Din.
Karin mengankat wajahnya lalu tangannya melayang untuk memukul Dion “Malah ngelantur apaan sih kamu” ujar Karin.
Dion meringis “Ya kali kita kan gak tau masa depan” jawab Dion sebelum cowok itu duduk dibangkunya sendiri, Karin menghembuskan nafas berat memikirkan bagaimana caranya dia membayar hutang budi pada Altar karena telah menolongnya dua kali.
____
Bersambung...