MATA KERANJANG

1105 Words
Melina baru saja menidurkan Aditya saat tiba-tiba terdengar suara keras. Bergegas Melina keluar kamar. Ternyata Dasep sedang berdiri dengan wajah merah padam. Iyem yang melihat hal itu bergegas ke dapur. Ia takut kena sasaran, karena Dasep terlihat begitu emosi. "Mas, kenapa? Pulang- pulang malah banting- banting pintu. Nggak ada kerjaan! Kalau anaknya bangun gimana? Aku sudah susah payah menidurkan dia," protes Melina sambil cemberut. Alih- alih menjawab , Dasep menatap istrinya tajam. Melihat tatapan Dasep, Melina seketika mundur perlahan. Ia merasa sedikit takut juga melihat Dasep yang seolah ingin menelannya hidup- hidup. "Kamu ini wanita tidak tau diri! Pembawa sial, wanita perusak!" Teriak Dasep. "Apa salahku, seenaknya saja kamu bicara!" Dasep memelotot, ia mendekati Melina dan mendorongnya ke tembok. "Apa salahmu katamu?! Apa salahmu? Kamu sadar sudah hampir membuatku bangkrut hah?! Kamu mengambil dana dari toko begitu saja tanpa sepengetahuanku? Dan itu tidak sedikit! Dasar ular! Wanita sial" Dasep menampar Melina dengan sekuat tenaganya. "Uang itu kan memang hakku. Aku istrimu jadi wajar aku mengambil uangmu, uang suami.ya uang istri!" Teriak Melina menahan tangis. Napas Dasep memburu. Dengan emosi ia mencekik Melina, Melina meronta. Ia merasa napasnya sesak. Iyem yang melihat dari dapur bergegas berlari menghampiri. Ia tidak ingin majikannya menjadi pembunuh. "Pak, istighfar pak, sudah Pak, nanti Ibu mati!" jerit Iyem panik. Dasep yang tadinya seperti orang kesetanan, mengempaskan Melina begitu saja ke lantai. Lalu ia menendang tubuh Melina sekuat yang ia bisa, membuat Melina mengaduh kesakitan. "Berterima kasihlah pada Iyem, jika tidak kamu sudah menjadi mayat! Wanita tidak tau diri, tidak tau malu! Pembawa sial! Kamu tau berapa kerugianku saat ini, hah?! Hampir 400 jt. Dari mana aku dapat uang sebanyak itu untuk menutup kerugian?!Dari anak kos pun sebulan hanya 12jt saja! Kamu tau Bapak dan Ibu tidak meninggalkan apa pun selain rumah ini, tempat kos, dan kendaraan! Juga rumah kita di Rancaekek sana itu! Semua harta tidak bisa dicairkan sampai anak kita! Dan menurut karyawanku kamu sering mengambilnya, padahal aku selalu memberi uang, hidup kita tidak pernah kekurangan! Kamu pakai apa uang sebanyak itu, hah?! Jika toko bangkrut kamu mau jadi gembel?!" Teriak Dasep Melina terisak, sementara Iyem memeluk majikannya itu. "A-aku pakai untuk biaya kecantikan, beli barang-barang branded dan buatku shopping," jawab Melina. Tamparan Dasep pun mampir kembali di wajah Melina. "Kamu gila?! Buat apa itu semua hah?" "Supaya aku tetap cantik, aku bisa modis. Halimah saja sekarang bergaya modis. Aku harus bisa lebih dari dia!" jerit Melina. “Aku tau apa saja yang menjadi kebutuhan wanita. Aku tidak melarangmu tapi tidak gila-gilaan juga. Omset toko sedang menurun sekarang ini. Dan aku baru saja mendapat pesanan dalam jumlah besar, itu butuh modal Melina!” Hampir saja Dasep menampar Melina kembali. Namun, akal sehatnya mulai menguasai. Dasep mengempaskan tubuhnya ke sofa. Ia memijit dahinya. Halimah lagi, Halimah lagi. Kenapa Melina jadi begitu terobsesi pada Halimah. "Halimah, tidak ada memakai barang branded, Lin. Dia memang sekarang modis, tapi kamu lihat, bukan memakai barang mahal juga. Ia pintar memilih barang sehingga dia terlihat cantik dan modis. Melina merasa dadanya sesak. Seberapa keras ia berusaha, tetap saja ia dibandingkan dengan Halimah. Apa bagusnya si, Halimah itu. Sekarang saja, dia modis ,cantik. Dulu mana ada, dulu dia kucel, dekil pakai baju jadul, di rumah daster emak-emak. Sementara aku, aku sarjana, cantik. Melina berucap dalam hati. Melina merangkak, ia memeluk kaki Dasep sambil terisak-isak. "Maafkan aku, Mas. Aku begini karena aku mau Mas nggak berpaling sama perempuan lain." Dasep menghentakkan kakinya, "Jangan sentuh aku, sial!" hardik Dasep. Melina terdiam, ia menjauh, rasanya sakit diperlakukan seperti itu oleh suami sendiri. "Gara- gara ulahmu, rumah di Rancaekek terpaksa harus kujual dan aku harus pinjam ke bank juga. Tadinya aku berpikir itu bisa jadi investasi. Bisa disewakan. Semua ini gara- gara ulahmu! Mulai besok, jangan pernah lagi kamu berani keluar rumah, dan tidak ada jatah uang buatmu! Aku yang akan berbelanja untuk kebutuhan bulanan. Dan untuk makan sehari-hari, aku akan kasi uang sama Iyem, biar dia yang atur dan belanja ke pasar! Berani kamu keluar rumah, awas kamu!" Dasep pun melangkah keluar dan tak lama terdengar suara mobilnya meninggalkan halaman rumah. Melina terduduk lemas dan mulai menangis terisak-isak. Ia merasa begitu sakit dan tidak memiliki harga diri sama sekali. Sementara Iyem hanya bisa memandangi wajah nyonyanya dengan iba. Tiba-tiba saja terdengar suara tangisan Aditya. Melina yang nampak larut dalam kesedihan seolah tidak peduli dengan tangisan anaknya, membuat Iyem berinisiatif untuk masuk ke kamar. Ternyata Aditya yang menangis sambil menggeliat geliat. Bergegas Iyem mengurusi anak itu. "Duh, kamu kaget ya, dengar Ayah sama Ibu kalian bertengkar? Cup cup. Bibik yang gendong ya. Oalaaah, diapersnya sudah penuh. Ganti dulu ya cah bagus," Iyem mulai memomong. Sementara itu, Dasep membawa mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia memang sedang kesal, untungnya akal sehatnya masih bekerja. Ia tidak mau kecelakaan karena Melina. Dasep memutuskan untuk menenangkan diri di cafe. Mungkin secangkir capuccino bisa membuat emosinya sedikit mereda. Dasep pun berhenti di sebuah cafe yang ada di Dago. Ia memesan secangkir capucino dan beberapa cake. Mungkin rasa manis kue dan kopi bisa sedikit mengurangi kekesalanku, pikir Dasep. Ia pun duduk dengan santai sambil mengamati orang-orang yang ada di cafe itu. Tiba-tiba matanya berhenti pada seorang gadis cantik yang sedang duduk sendiri tak jauh dari mejanya. Gadis itu memakai dress midi berwarna hitam, sepatu kets putih dan bando yang juga berwarna putih. Penampilannya begitu modis dan cantik. Dasep pun beranjak dan mendekati gadis itu. "Sendiri aja? Boleh gabung nggak?" sapanya ramah. Gadis itu menatap Dasep. Ia mengamati penampilan Dasep. Dasep memang memiliki wajah yang tampan. Jika diperhatikan sedikit mirip artis Korea myang sering muncul di televisi. "Hmmm, ya saya lagi sendiri sih. Silakan kalau mau gabung." "Iya, terima kasih sebelumnya. Nama saya Dasep, kamu?" "Yulita." Dasep pun duduk di hadapan Yulita. Ia mengagumi kecantikan Yulita. Gadis itu juga tidak memakai barang-barang branded yang mahal, tapi apa yang ia kenakan tampak pas di tubuhnya, sehingga auranya tetap mempesona. "Kok sendiri aja?" tanya Dasep. "Iya ni Mas, aku lagi bete, soalnya temen aku mendadak batalin janji." "Temen atau pacar?" "Cewek kok. Tadinya, aku mau beli hadiah buat anak aku. Tapi, temen aku nggak bisa nemenin, jadinya aku mampir dulu deh kesini." "Oh, udah nikah ya? Kenapa nggak minta ditemenin suami?" Yulita nampak sedikit salah tingkah mendengar pertanyaan Dasep. "Hmmm,itu ... aku janda Mas." Kali ini Dasep yang sedikit salah tingkah. "Aduh, maaf ya aku nggak bermaksud-" "Nggak apa-apa kok, santai aja mas." "Gimana kalau aku aja yang temenin kamu beli hadiah buat anakmu?" Mata Yulita nampak berbinar seketika. "Beneran Mas? Boleh boleh ,tapi kamunya nggak lagi sibuk kan?" "Nggak kok. Tapi, tunggu pesananku dulu ya, nggak apa-apa kan?" "Iya mas boleh, aku juga masih makan, kok," jawab Yulita dengan manis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD