Jam dinding sudah menunjukkan pukul enam belas lewat empat puluh lima menit. Sudah lebih dari sepuluh menit Azzam dan Mentari duduk berhadapan di sebuah restoran. Mereka berdua juga belum menyentuh makanan yang terhidang di atas meja. Hanya minuman yang kini tersisa hampir setengahnya. Hening ... Suasana meja itu masih saja hening. Untung saja, suara merdu dari seorang penyanyi yang berada di atas pentas, yang memang sudah disediakan pihak restoran untuk menghibur tamunya, sedikit mengurangi kesan hening dan misteri. Baik Azzam mau pun Mentari masih sama-sama tertunduk. Mereka tidak tahu, harus dari mana memulai pembicaraan itu. “Maaf ....” “Tari ....” Azzam dan Mentari serentak saling mencoba membuka kata. “Ma—maaf, silahkan abang duluan yang berbicara.” Mentari meneguk kembali j