Sayur tetangga

1089 Words
Al Kahfi Ada rasa geli dalam hatiku saat selesai bertandang ke rumah tetangga sebelah. Seolah aku ini adalah pria yang sedang menggoda istri pria lain yang sedang sendirian di dalam rumah. Entah kenapa aku merasa ini hiburan untukku karena ekspresi dari wanita itu yang tidak biasa aku temui dari wanita lainnya. Tatapannya yang sinis, matanya yang besar dan jernih, suaranya yang terdengar tegas bagaikan auman seekor macan betina, lucu bagi aku. Apakah aku terlalu kesepian sehingga aku butuh sedikit humor dalam hidupku. Tetapi ini bukanlah humor. Dia marah saat aku rayu dan aku merasa dia menutupi sesuatu dari semua itu. Bayangkan saja bagaimana malunya dia karena kepergok sedang mengintip aku yang sedang berjemur. Apalagi dia tidak menggunakan hijab dan cadar. Untuk hal itu aku merasa beruntung. Sesuai dengan apa yang telah ia jaga dan yang ia tutupi itu adalah intan berlian yang tidak bisa diukur harganya. Cantik dan alami itu yang bisa aku gambarkan dari seorang Deanisa. "Assalamu'alaikum Bunda, ini baru saja mau masuk mobil. " Jawabku segera saat panggilan telpon dari Ibundaku tersayang dan tercantik di dunia ini. Aku pikir beliau tidak sabaran lagi bertemu dengan anaknya yang tampan ini tetapi ternyata, "Maaf, sayang gak jadi hari ini minggu depan aja ya karena Bunda lagi ada kesibukan di kantor mendadak." Astagfirullah, jadi aku harus kemana. Sudah macho seperti ini yang ternyata hanya menyambangi rumah tetanggaku saja. Oh My God. "Oke, dimaafkan Bund tetapi lain kali harus jadi ya." "Iya, anakku tercinta ... kamu bulan madu saja ya di kamar ... dah sayang, Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumussalam, Bundaku." Bulan madu di kamar sama guling, ah ... gak menarik. Ini masih terlalu pagi untuk mendatangi teman atau ke kafe, Oh my Godnes! Aku masuk lagi ke dalam rumah, membuka jaket dan melemparkannya asal lalu menghempaskan tubuh ke sofa. Masih berpikir, aku mau kemana? Berenang lagi ... males ... tiduran ... badan udah segar, what should i do? Setelah berpikir lama, akhirnya aku masuk ke kamar dan membuka semua pakaianku dan menggantinya dengan pakaian rumah, hanya celana panjang dengan karet longgar. Lebih baik aku fitness membakar seluruh hasrat yang ingin tersalur namun tidak bisa. Punya istri malah gak mau disentuh, melihat tetangga jadi gemes sendiri. Selama 1 jam aku membakar kalori dengan semua alat fitness yang tersedia di rumahku hingga perutku berbunyi minta imbalan. Saat aku berjalan menuju dapur bel pun berbunyi dan aku segera melangkah perlahan menuju pintu tetapi bel terus saja berbunyi membuat aku kesal, apakah ini karma karena kejahilan yang aku lakukan pada si wanita sebelah. Ketika pintu aku buka ... surprise -- "Ini, dari Umi.” Katanya yang menyodorkan padaku sebuah tempat plastik yang berlabel ternama. “Apa ini?” “Sayur,” ucapnya singkat dan akan pergi tetapi aku berusaha menahannya. Kejahilanku terbit seketika. “Tempatnya,” teriakku. “Biar saja.” “Nunggu saya balikkan ke rumah kamu ya?” ucapku jahil dan dia mengepal erat kedua tangannya, sepertinya kesal. “Untuk kamu saja,” ucapnya tegas dan ingin segera lari dari hadapanku. Tetapi lagi ... aku suka menggodanya . “Bundaku bilang kalau orang lain memberi sesuatu itu harus dibalas.” Dia akhirnya berbalik badan lalu berjalan mendekat kembali sedangkan aku menahan senyum yang ingin merekah dari bibirku. Matanya itu tajam bagaikan belati yang siap menusuk jantungku. Ya Allah maafkanlah aku yang jahil ini, namun aku suka jika dia marah. “Ya sudah, kamu mau beri apa ... cepat cuci itu mangkuk dan berikan apa yang kamu punya,” ucapnya serius dan aku tersenyum sembari merangkai kata. “Saya punya hati, belum ada pemiliknya ... kamu mau? " Dia langsung kabur detik ini juga, dia berlari seperti habis ketemu hantu. Apakah aku menakutkan? Mungkin menakutkan untuk menggoyahkan isi hatinya. Apa sih yang dia harapkan dari Qienan ... adanya dia gigit jari. Jangan menyamakan kehidupan di n****+ atau di film drama yang bisa teguh dan sabar untuk memperoleh cinta suami atau pasangan kita yang gak cinta sama kita. Semua itu bullshit, karena hati susah untuk berubah jika belum ada pengkhianatan. Aku menenteng masuk mangkuk ini lalu membukanya dan wangi banget ... menggugah selera, lumayan untuk makan siang. Dan baru saja aku mendaratkan pipi belakangku ke atas kursi, bel berbunyi lagi, apakah itu dia lagi? Maunya aku seret dia ke dalam, untuk menemaniku makan. Saat pintu aku buka, hmm ... kembaranku yang berbeda usia berada dimuka pintu. "Ayah ganggu nggak?" Tanpa menjawab, aku membuka pintu selebar-lebarnya memberi isyarat agar orang tua ini masuk tanpa harus aku jawab formal tadi. "Lala kemana?" "Korea." "Sama Qienan?" Tahu aja nih Pak tua, pasti rumah tangga aku dipantaunya terus. "Ya nggak lah ... mungkin kebetulan." "Kebetulan Carter pesawat?" Dasar kresek Qienan, apa-apaan ... selingkuh kok gak mikir sih. Ketemu di sana saja kan lebih simple. "Bisa jadi," sahutku acuh karena yang dibela pun gak tahu diri. Seharusnya sadar, yang dia nikahi ini seorang putra pengusaha terkenal, yang punya relasi di mana-mana. Dia kentut sembarangan saja pasti jadi gosip apalagi pergi dengan suami orang. "Al-Kahfi, Ayah gak suka kamu lemah menjadi seorang pria. Meskipun kamu gak cinta tetapi kamu itu kepala rumah tangga, yang tegas dong!" Aku diam gak bisa jawab apa-apa karena wajah ayah terlihat kesal dan ini tidak seperti biasanya. Memang Lala minta dijitak atau aku pites sekalian tu anak. "Yah, cinta itu --" "Cinta memang gak bisa dipaksakan tetapi bukan berarti dia gak menghargai kamu sebagai suami. Qienan carter pesawat Roy teman Ayah dan dia melihat Lala juga masuk dikiranya kamu ada di dalam pesawat so ... bisa apa orang tua ini untuk membela menantu yang terindikasi selingkuh. Sekarang kamu pergi ke Korea sekalian bulan madu di sana atau bawa Sekretaris kamu ikut biar Lala cemburu." Gak pernah ayah semarah ini, memang Lala sumber masalah ... awas aja dia pulang nanti. "Makan yuk yah ... ini ada sayur dari tetangga tapi lauknya, telur saja ya ... si Mbok Afi liburkan." Ayah hanya berdecih kasar dan merebut piringku lalu dia makan lebih dulu dan lahap, keterlaluan habis marah kelaparan. "Sisakan Afi sayurnya yah ... MasyaAllah --" "Enak Fi, serasa masakkan Bunda kamu ... by the way Bunda kamu sibuk apa sih, susah banget dihubungi." "Buat anak lagi mungkin sama papah," ucapku sengaja iseng untuk membuat ayah kesal. Dan berhasil, makanan yang ada dalam mulutnya pun menyembur seketika lalu dia terbatuk-batuk. Wajahnya memerah dan air matanya berlinang. Kasihan juga aku melihatnya. "Ayah-yah ... makanya jangan selingkuh dan akhirnya menderita sampai tua 'kan." Kebiasaan nih mulut suka ngatain nih orang tua. Dikatain anak durhaka sudah gak kehitung jumlahnya. Tetapi Ayahku tetaplah Ayah yang aku sayangi meski pernah berbuat salah yang tidak bisa dimaafkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD