Bab 8

2021 Words
  Happy reading ***   “BTM ! BTM …. BBBB TTTT MMM ! BTM BTM BTM !” te “BBB TTT MMM !!!” “OPA ! OPPA ! OPPA SUI, OPA JIMAN, OPA JAN, OPA J-HIPE, OPA JUNG ! “ARMA !, ARMA !, ARMA !” Fatin maju mundur cantik mendengar suara teriakan dari lobby hotel. Suara teriakan itu dengan nada tinggi dan serentak. Teriakan itu 100 persen adalah para wanita berusia muda. Nada suara itu cukup membuat kekacauan para tamu hotel yang menginap. Hari ini juga kamar hotel full booked karena adanya group band asal Korea yang akan syuting hari ini. Fatin menunggu Evan yang menyerahkan kunci akses kepada receptionis. Pagi ini mereka langsung checkout karena Evan merasa terganggu atas kehadiran para penggemar itu. “Berisik sekali mereka” dengus Evan. Evan mengedarkan pandangannya kesegala area, memandang area lobby dipenuhi wanita muda. Bahkan diantaranya masih ada yang kecil dan wajahnya seperti anak SD. Evan tidak ingin membiarkan akhir pekannya terganggu dengan fans-fans BTM. Kemarin saat mereka check in tidak ada tanda-tanda bahwa artis asal Korea itu akan datang dan hotel ini dan masih terlihat normal. Namun sekarang tamu membludak, ramai dan sesak. “BTM ! BTM ! BTM ! BTM” teriak mereka tidak henti-hentinya. “Andai aku tau kalau hotel ini menjadi tempat konferensi boy band asal Korea, aku nggak akan nginap di sini” ucap Evan. Evan melirik Fatin yang mengikuti langkah menuju pintu belakang. Karena pintu lobby depan dipenuhi dengan gadis-gadis belia, meneriaki BTM tidak henti-hentinya. Fatin hanya tersenyum, justru ia senang bisa berada di sini, inginnya tadi berteriak nama BTM bersama para gadis-gadis itu. Fatin menyeimbangi langkah Evan. “Apa kamu tau siapa BSM itu?” ucap Evan. Fatin lalu tertawa mendengar Evan mengataka BSM, “Bukan BSM, tapi BTM” “Itu maksud saya” “Tau kok pak” Fatin tersenyum sumringah. “Kamu suka?” tanya Evan penasaran, terlihat jelas wajah itu berbinar bertanya menyukainya. “Lumayan suka” Evan mengerutkan dahi, “Kamu suka ?” Evan terperangah, ia tidak percaya bahwa Fatin menyukai boy band asal Korea itu. Ia bisa gila memikirkan seketarisnya sudah seperti anak ABG yang tidak punya kerjaan. “Lagunya enak dan mereka tampan-tampan. Jadi wajar jika para cewek rela mati berdiri nungguin mereka nongol doang” “Jadi kamu mau nungguin kayak cewek-cewek depan lobby itu, sambil teriak-teriak kayak orang gila dari subuh” “Mau sih …” “Gila kamu ya, ngapain kamu capek-capek kayak gitu, kayak nggak punya kerjaan” Evan semakin tidak terima pernyataan Fatin. “Seru pak, sensainya itu looh beda” “Sensasi apaan lagi !” Evan mulai tidak suka karena Fatin terus membela group boy band itu. “Yah, bapak nggak pernah nonton konser nih, jadi nggak tau serunya kayak apa, ya seru aja teriak rame-rame” Fatin melihat Evan membuka hendel pintu dan Fatin mendaratkan pantatnya di kursi. “Jadi kamu suka nonton konser?” “Suka pak dulu, sekarang nggak pernah lagi” Fatin terkekeh. “Tapi mereka mendunia loh” “Kalau mendunia, ngapain mereka ke Puncak, kayak nggak ada job nyanyi aja” Fatin menarik nafas, “Ya ada pak kerjaan, kerjaan mereka banyak, salah satunya menghibur rakyat di Puncak” Fatin lalu tertawa terbahak-bahak. “Jangan aneh-aneh, pasang sabuk pengaman kamu” “Iya” Fatin memasang sabuk pengaman, ia melihat Evan melakukan hal yang sama. “Tadi receptionis bilang katanya BTM lagi ada syuting Running man, jadi nyelsaiin misi mereka di Indonesia tepatnya Puncak” Fatin mencoba menjelaskan. “Running man itu apa lagi?” “Itu acara varietas dari Korea Selatan. Acara itu tayang di stasiun TV swasta di SBS. Bagus loh pak, bapak nontonya pasti ketawa dari awal sampai akhir. Biasa mereka main diluar negri juga, seluruh dunia tau siapa mereka. Bapak aja nggak tau” Fatin mencoba menjelaskan “Emang BTM sengetop itu?” “Iya, coba kamu cek sendiri. Kalau nggak salah aku ada beberapa lagunya di Ipod. Kamu mau denger nggak?” “Enggak !” ucap Evan to the point. “Aku nggak suka Korea” “Aku yakin kamu suka, dengerin aja dulu” “Enggak mau Fatin” Evan menghidupkan mesin mobil, lalu mulai meninggalkan area basement hotel. “Yah, padahal seru loh, tapi yaudah deh nggak apa-apa kalau nggak mau denger” Fatin menyandarkan punggungnya di kursi. Evan melirik Fatin, halaman depan hotel penuh hingga ia harus rela macet demi keluar dari area hotel ini. Security yang berjaga memberi akses mobil Evan lewat dan akhirnya mereka berhasil menebus keramaian. “Semoga nggak macet di jalan” “Kalau arah pulang sepertinya nggak macet, palingan macet di pasar aja nanti, semoga aja kita cepat nyampe tol” Evan menghidupkan audio, dan lagu Yummy, Justin Bieber terdengar. Evan masih fokus dengan kemudi setir, ia mendengar Fatin bersenandung menyanyikan lagu Yummy dengan versinya. Evan menoleh melirik Fatin. Suara merdu itu terdengar ditelinganya, dan setelah tiba di Jakarta ia akan mencarikan guru vocal untuk Fatin.   *** Evan menghela nafas memperhatikan caffe Aroma yang sudah Nampak ramai dikunjungi oleh pengunjung. Jujur caffe ini memiliki aroma kopi yang nikmat. Suasana yang tenang dan lagu diputar tidak terlalu kencang. Evan merupakan salah satu penggemarr kopi, bahkan tergila-gila. Baginya Aroma kopi sangat memikat dan menggugah selera. Mungkin yang bukan pecinta kopi jenis kopi memiliki aroma sama saja, seperti kopi lainnya. Namun bagi pecinta kopi seperti dirinya tahu beberapa jenis kopi, kopi memiliki aroma yang berbeda. Dan bahkan ia bisa membedakan itu dari karakter dan rasanya. Kopi juga membuatnya lebih rileks dan mampu meredakan stress. Lebih baik ia tidak makan dari pada tidak minum kopi, karena kopi dapat membuat moodnya menjadi lebih baik. Caffee Aroma ini adalahh salah satu milik temannya bernama Bimo. Mereka dipertemukan di salah satu seminar Ikatan Pengusaha Indonesia di Hotel Mulia beberapa tahun lalu. Ia juga tidak menyangka bahwa Coffee shop ini memiliki beberapa cabang yang tersebar di kota-kota besar. Evan memandang wanita mengenakan kemeja putih. Rambut panjang berwarna hitam terurai memperlihatkan gigi putihnya. Foto diambil ketika  sang wanita selfie di kantor. Wanita itu terlihat sangat manis dan terlihat dewasa menurutnya. Jadi wanita inilah yang akan dijodohkan kepadanya. Ternyata pilihan mamanya tidak buruk. Mama tahu wanita mana yang berkelas dan pantas untuknya. Ia tidak tahu dari mana Sorcha mendapatkan foto itu. Evan memandang notif masuk, ternyata dari Sorcha. “Gimana menurut mas? Cantik?” Sorcha. 19.20 Evan tersenyum membaca pesan adiknya, dan ia lalu membalas pesan singkkat itu. “Lumayan” Evan 19.20 “Mau kenalan?” Sorcha 19.21 “Boleh” Evan 20.21 “Mas mau nomor  WA nya? Atau ketemu langsung” Sorcha 19.21 Alis Evan terangkat, mendengar kata ketemu langsung. Namun ia hanya penasaran saja, seperti apa wanita itu. Jujur ia bukan pria yang senang mempermainkan wanita. Status dirinya sekarang single jadi wajar ia bisa dekat dengan siapa saja. Namun ia teringat Fatin wanitanya yang ia rahasiakan. Mereka tidak memiliki status apapun dan hubungan mereka sebatas kerja. Ia juga tidak memberatkkan Fatin, jika salah satu pihak memiliki kekasih maka perjanjian akan bisa batal. Ia juga sudah membayar Fatin cukup mahal untuk sebuah kebersamaan. Ia juga bukan tipe pria yang senang berchat ria lewat ponsel, karena aktivitasnya banyak di lapangan dan lebih suka menelfon langsung. “Kalau bisa ketemu langsung saja” Evan 19.22 Evan yakin Sorcha ketawa bahagia di sana ketika ia menyetuji pertemuan itu. Evan menatap ke depan, ia melihat Bimo berjalan mendekatinya. Pria itu mengenakan celana jins dan kaos hitam, rambutnya sedikit berantakan karena style rambut Bro flow, karena memiliki rambut panjang  sebahu. Gaya rambut itu mengingatkan dirinya kepada artis Hollywood seperti Keanu Reeves dan Bradley Cooper. “Hai men” ucap Bimo, memandang Evan, dan lalu duduk dihadapan Evan. “Udah lama banget nggak ketemu lo men, gimana kabar lo?” tanya evan memeluk sahabatnya. “Biasalah, sibuk, keluar kota, opening ini, opening itu, enggak kelar-kelar” Bimo terkekeh. “Capek?” “Lumayan” “Udah jadi tuan kopi sekarang, gue maklum sih” Evan lalu tertawa, (Bimo akan ada di cerita Anya dan Tuan Kopi) Bimo lalu tertawa, “Capek banget, sumpah. Bentar lagi nih gue ke Makassar, Medan, Palembang, Riau, Jambi, tau deh kapan kelarnya. Ini gue balik  karena ada masalah gitu sama Brand Ambasador gue” “Masalahnya apa?” “Gue sampe marah dengan manager gue, milih artis udah kayak tai, feelnya tuh nggak dapet. Gue cari tau, taunya si artis enggak suka kopi. Kampret, menang cantik doang sama follower banyak.” “Ya awalnya gue protes kan banyak artis-artis lain yang suka kopi gue, atau siapa kek comedian, actor senior papan atas, bukan gadis baru lahir kayak tai” “Manager gue bilang, target pasar gue tuh anak muda juga, kekinian, dan artis itu punya masa banyak. Gue habis konflik tuh sama artis, rese banget kan. Berhubung udah tanda tangan kontrak ya mau gimana lagi. Enggak bisa batal, semua product kopi gue udah siap produksi dan lebelnya foto tuh artis. Jujur gue nggak suka, songong banget, sumpah gue nggak boong men” “Ya ampun gue bingung kasih solusi apa buat lo, sumpah !” Evan lalu terkekeh. “Gue mau lo denger aja, nggak usah kasih solusi, karena gue masih kesel. Maaf ya men, gue tiba-tiba curhat, karena gue masih kesel. Pulang-pulang ke Jakarta ngadepin artis kayak tai, banyak bacot, berbelit-belit kalau ngomong” Bimo memanggil server, menyuruhnya membawa Crroisant Pur Beurre, Mont Violet, dan dua cangkir kopi. Bimo menatap Evan, pria itu kemarin katanya gagal menikah dan ia tidak tahu siapa calon istri Evan. Karena mereka jarang bertemu, ini merupakan pertemuan pertama mereka ditahun ini, setelah dua tahun tidak pernah bertemu. Mereka saling berpandangan lalu  tertawa, ia yakin Evan juga memiliki kesibukan yang luar biasa sama seperti dirinya. “Aroma udah berapa cabang sih?” “Target tahun ini 34 cabang, gue buka seluruh kota-kota besar di Indonesia” “Wihhh gila, keren banget lo” Evan berdecak kagum. “Ini bukannya serentak sisa 4 cabang lagi, hampir kelar. Berhubung ada masukan dana dari investor luar, langsung buka semua” “Keren banget lo ment, sumpah !” “Lo gimana? Katanya kemarin lo mau nikah?” tanya Bimo. “Tai lo, jangan bahas lagi, males gue, the end, selesai, finish” ucap Evan menyandarkan punggungnya di kursi.. “Gue juga meles, mungkin belum ketemu yang cocok aja kali ya, gue santai aja sih, nggak terlalu ngebet juga mau nikah” Bimo tersenyum, karena dirinya juga gagal menikah. Bukan karena  dirinya tidak mau menikah dan ingin bebas, namun ada rasa ketidak cocokan makanya ia lebih baik mundur sebelum pernikahan itu akan dilangsungkan. Evan memperhatikan tangan Bimo, tangan kiri itu dipenuhi dengan tato tribal. Dulu tato itu hanya terdapat di pergelangan tangan saja, namun sekarang sudah memenuhi hampir seluruh tubuh pria itu. “Makin banyak aja tato lo” “Kemarin gue ke Bali, yaudah sekalian aja tato setengah badan gue. Biasalah gue  lagi stress-stressnya” “Parah lo” Bimo lalu tertawa, “Biasalah men, macam lo nggak tau gue aja !” “Sekarang koleksi berapa?” tanya Evan diselingi tawa, karena ia tahu Bimo seperti apa, pria itu bukan pria suci yang bisa mencintai satu wanita. “Insaf gue, nggak mau banyak-banyak satu aja udah puyeng, ribet” “Sejak kapan lo insaf kampret” “Sejak sekarang, mau serius gue, mau nikah, tapi cari yang cocok sefrekuensi, gue mau punya baby men. Nggak mungkin gue sendirian terus, gue capek-capek nyebar Aroma coffee seluruh indo, masa nggak ada penerus. Gue masih mikir sampe sekarang” “Iya sih men, gue mikirnya juga gitu. Tapi tau lah lo, kitakan selektif banget, susah juga sih cari cewek yang bener sekarang” “Macam lo bene raja kampret, lo sama aja” Evan lalu tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Bimo. Ini yang ia suka dari Bimo, kalau ngomong tidak pernah ada di saring. Tapi ia yakin Bimo pria yang sangat cerdas, buktinya pria itu berhasil menggaet investor luar hanya product kopi. “Oiya, kapan hotel lo kelar di Bandung?” “Bulan depan kelar sih kayaknya, Minggu depan deh gue cek lokasi. Lo mau ikut” “Tunggu opening aja deh”   *** ***                                  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD