Pukul lima pagi setelah sholat subuh Owka sudah turun ke bawah lengkap dengan seragam dan kopernya. Pagi ini dia akan terbang Surabaya pp dan lanjut ke Singapore Ron.
"Aa' mau sarapan nggak?" tanya Rahayu yang sedang menyapu di bawah.
"Nggak, mobil jemputan udah datang belum?"
Rahayu meletakkan sapunya lalu ke belakang, dia akan mengecek keluar. Beberapa saat kemudian dia kembali lagi.
"Udah a', supirnya ketiduran ... saya tawarin kopi nggak mau, cuma numpang cuci muka di depan."
"Hmm."
Mama Priska turun dari kamarnya dengan baju tidur satin warna peach lengkap dengan outernya dengan bahan yang sama.
"Udah mau jalan a'?" tanyanya.
"Iya ma."
" Ini dasinya belum bener," mama Priska langsung merapikan dasi Owka.
"Nggak ngaca dulu di kamar?" tanya mama Priska.
"Ini baru mau ngaca di bawah."
"Kayaknya udah pantas punya istri deh nih, biar ada yang perhatiin."
"Kan ada mama yang perhatiin," jawab Owka.
"Ckk ... kalo dibilangin selalu gitu."
'Cup' Owka mengecup pipi mamanya.
"Iya mamaku sayang, doain lah anakmu ini ketemu jodohnya."
"Tiap hari mama doa in kok, ini mama lagi bertanya - tanya, doa mama salah prosedur apa gimana, kok belum di kabulin ya?"
Owka terkekeh, mamanya masih subuh saja sudah lucu.
"Doa nya yang kenceng ma, biar signalnya jelas."
"Iya, mama niatin deh..."
Owka tertawa lagi, mamanya terlalu serius sekali menanggapi obrolan subuh ini.
"Mama mau nitip apa, aa' Ron singapore nih."
"Nitip apa, skincare mama masih banyak, kan minggu lalu papa baru dari sana."
"Ya nanti kalo mau nitip apa, wa aja... aku mau ke Paragon juga, adek minta beliin titipan dia di sana."
"Nitip apa?"
"Sepatu."
"Emang nggak ada di sini a'?"
"Katanya lebih mahal, terus kalo di sini nggak dibeliin sama aku."
"Oo ... mama baru mikir tuumben dia bilang mahal ternyata lagi berakal bulus minta ditraktir ya?"
"Ya gitu deh."
Mama Priska tertawa.
"Aku jalan dulu ma," Owka pamit lalu pamit ke mamanya untuk memeluk dan mencium pipinya lagi.
"Selamat pergi dan pulang ya sayang."
"Ya ma... Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, baca doa a'."
"Iya ma."
Owka keluar dari pintu depan yang sudah dibuka oleh Rahayu.
"Selamat pagi mas," sapa supir yang bertugas menjemput Owka.
"Selamat pagi pak," jawab Owka. Supir yang menjemputnya kali ini sepertinya sudah cukup berumur, tapi Owka tidak hafal namanya.
"Saya sendiri atau ada jemputan lain pak?"
"Sendiri mas."
"Owh."
Perjalanan ke Bandara dari kebayoran memakan waktu kurang lebih setengah jam saja, apalagi saat subuh begini.
"Terimakasih ya pak," ucap Owka lalu memberikan Tip ke supir yang menjemputnya.
"Sama - sama mas," jawab si pak supir sumringah. Biasanya crew yang diantar pulang yang suka memberi tip ke supir yang mengantarkan mereka, tapi papa Owie mengajarkan Owka untuk memberi tip saat pergi juga, "Niatkan aja sedekah a'."
"Selamat pagi Capt," sapa Owka yang baru saja selisih jalan dengan Captain Rizal yang sudah selesai mengisi absen hadir.
"Pagi," balasnya.
Owka menandatangani absen, dia melihat Captain Amidi yang bertugas bersamanya sudah absen juga tapi dia belum melihat di mana keberadaan sang Captain, lalu Owka menerima dokumen rencana penerbangannya ke Surabaya dan Singapore dari petugas flops.
"Makasih mas," ucap Owka lalu berlalu menuju ruang tunggu pilot, dia mau mengecek locker-nya, siapa tau ada surat penting atau pengumuman tapi tidak bisa di sampaikan lewat Wa.
"Ka," Owka menoleh ketika seseorang memanggilnya. Ternyata Randi teman satu angkatan, sama dengan Iksan juga.
"Eh, kemana Ran?"
"Balikpapan, lo kemana?"
"Surabaya lanjut Singapore Ron."
"Minggu di Jakarta nggak? Kakak gue si Ray nikah, bisa datang?"
"Minggu, kemana ya gue?" Owka sambil berpikir tapi berbalik badan juga sambil mengecek isi locker-nya, ternyata kosong.
"Ah, Minggu gue landing dari Hongkong.'
"Yah malam ya."
"Iya. Iksan bisa datang?"
"Nggak, dia schedule tiga hari."
"Nanti gue wa mas Ray buat ngucapin selamat deh." Owka memang mengenal mas Ray kakaknya Randi, seperti halnya Randi dan Iksan mengenal abangnya.
"Oke, thanks ya, gue ke depan dulu." Owka mengangkat tangannya tanda berpisah dengan Randi.
"Udah datang Ka?" sapa Captain Amidi yang baru saja muncul dari pintu Cockpit crew room.
"Pagi Capt, iya baru sepuluh menit yang lalu, mau briefing di pesawat apa di sini Capt?"
"Di pesawat aja ya, pesawat standby di Apron, kita jalan sekarang aja ya," ajak Captain Amidi saat melihat jamnya. Masih ada waktu satu jam lima belas menit sebelum ETD mereka ke Surabaya.
"Ok Capt," jawab Owka yang langsung mengambil kopernya dan mengikuti Captain Amidi keluar dari ruang pilot menuju lobby untuk menunggu shuttle bus yang akan membawa mereka ke terminal 3 keberangkatan domestik.
Cabin crew yang sudah standby di ruang depan melihat pilot mereka sudah bergerak dari ruangan pilot menuju lobby, kini mengikuti dari belakang.
"Pagi Capt, mas ... ikutan ya."
Captain Amidi mengangguk, Owka juga.
Mereka menaiki bis yang berwarna silver berlogo biru itu. Captain Amidi dan Owka mengambil tempat masing - masing diikuti cabin crew yang berjumlah lima orang itu duduk di deret belakang mereka.
"Papa sehat Ka?"
"Sehat Capt, sekarang lagi ron Batam."
"Saya udah lama nggak ketemu Captain Owie, udah dua bulan kali," ucap Captain Amidi. Jadi Captain Amidi ini junior-nya Captain Owie Narendra. Beruntungnya Owka masuk ke perusahaan yang sama dengan papanya, saat masih pilot baru dulu teman - temannya ada rasa takut ketika terbang bersama captain pilot yang terkadang terlihat galak dan menyeramkan, apalagi kalau sedang Flight check dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan ... mungkin berharap terbang kali itu hanya mimpi dan ingin segera bangun karena akan sangat horor suasananya, sedangkan Owka santai saja karena semua Captain mengenal papanya, paling tidak dia bisa menjawab pertanyaan tanpa adanya tekanan, hanya saja dia belum pernah terbang dengan papanya, katanya Captain Owie sudah bilang kalau tidak mau terbang dengan anaknya sendiri.
"Sudah lama juga ya Capt, tapi saya yang satu rumah juga jarang ketemu."
"Biasanya saya pas Medex ketemu, jadwal kami sering bareng. Kamu sudah medex ka?"
"Udah seminggu yang lalu Capt, papa kalo nggak salah medex-nya bulan depan deh."
"Nah iya, saya juga bulan depan," sahut Captain Amidi.
Mereka tiba di terminal keberangkatan, lalu melakukan X ray dan masuk ke dalam ke arah ruang tunggu. Mereka akan masuk melalui garbarata di ruang tunggu penumpang.
Setelah masuk ke pesawat dan meletakkan koper masing - masing di tempat yang sudah di sediakan , Captain Amidi memakai rompi kerja untuk memeriksa body luar pesawat, Owka melakukan melakukan preflight check di Cockpit dan berbicara dengan petugas tehnik, sedangkan cabin crew juga melakukan yang sama, tapi khusus pemeriksaan di dalam kabin, mulai dari kelengkapan pesawat yang harus ada seperti tabung Oxygen, Alat pemadam kebakaran, baju pelampung diperiksa secara random, alat safety untuk demo dan tentu saja juga persiapan catering untuk penerbangan ini. Cabin crew junior yang menuliskan di kertas Checklist dan menyerahkan ke Pramugari senior, Dewi Ratih.
"Mbak Dewi, Captain Amidi mau briefing," ucap Owka menghampiri Dewi di pantry-nya.
"Oke mas Owka."
Dewi langsung mengambil PA dan memberikan pengumuman, " Cabin crew kumpul sebentar ke depan, captain mau briefing."
Mereka pun kumpul di baris terdepan kursi penumpang untuk mendengar informasi penerbangan ini seperti cuaca di perjalanan, waktu tempuh hingga ketinggian pesawat nanti, pokoknya semua soal penerbangan hari ini dari Captain Amidi.
Setelah selesai briefing soal safety, Captain Amidi menutup briefing dengan doa, kemudian bersama Owka masuk ke dalam Cockpit lagi.
Seorang petugas darat keluar dari ruang Cockpit sambil membawa papan jalan yang menjepit sebuah dokumen dan juga Handy Talky di tangannya.
"Mbak Dewi, sudah bisa boarding nggak?" tanya petugas itu.
"Sudah," jawab Dewi yang baru saja menutup pintu untuk loading catering.
"Jumlah Pax seratus, ada satu kursi roda lansia dan wanita hamil lima bulan mbak," petugas itu menginformasikan calon penumpangnya.
"Surat dokternya ada?"
"Ada, sudah di satukan dengan manifest nanti di bawa ke sini."
"Ok, Captain sudah oke mas?"
"Captain udah ready, saya di suruh nanya ke mbak Dewi."
"Ya, saya juga ready," jawab Dewi yang langsung mengetuk pintu Cockpit untuk memberitahu ke Captain Amidi, sementara si petugas tadi langsung memberi info ke petugas gate untuk mengirim penumpang kursi roda beserta pendampingnya untuk boarding duluan melalui Handy talky-nya.
"Capt, boarding ya."
"Oke."
Dewi langsung mengambil PA, " Cabin Crew, Boarding position ... Pax coming."
*
Setelah enam jam menjalankan tugas terbang, Crew Captain Amidi sudah bisa beristirahat di salah satu hotel di Singapura. Mereka janjian pergi bersama ke orchard untuk mendatangi mal di sana, tentu saja tujuannya berbeda - beda.
"Mas Owka mau belanja apa?" tanya Dewi yang sedang berjalan berdua di belakang teman - teman yang lain.
"Mau beli pesanan adik saya mbak," jawab Owka sopan.
"Owh, sama dong."
"Mbak Dewi punya adik juga?"
"Iya, satu."
"Sama dong."
"Anak captain Owie ada berapa sih mas?"
"Tiga, abang saya udah nikah dan punya anak, trus adik saya satu."
"Owh udah punya cucu ya."
"Iya," jawab Owka.
"Mas Owka kapan nikahnya, biar cucu Captain Owie nambah?"
Owka tertawa, perasaan di rumah tadi subuh mamanya ngomongin nikah, sudah sampai di Singapore masih ada juga yang menanyakan soal nikah, bahkan sampai anak ... ada apa dengan hari ini?
"Tahun depan mbak."
"Sudah ada calon?"
"Lagi di delivery mbak...otewe."
"Hah? Kayak di pesan online aja..." Dewi akhirnya tertawa juga. Ternyata Owka tidak segaring papanya, setidaknya masih mau diajak bercanda.