Mulai Papa pegangi dadanya yang kini terasa sakit. Karena sungguh saat ini Papa semakin takut akan masa depan Barra yang semakin terancam. Maka kini buru-buru Barra rangkul bahu sang Papa seraya menatapnya nanar. “Pa... Papa, maafin, Barra, Pa. Please, Papa, jangan kayak gini...” ucapnya degan begitu cemasnya. “Ini, Fi, yang bikin gue ragu buat jujur, akan semuanya ke, Papa! Kalau kayak gini, gue harus apa?!” lanjutnya lagi dengan airmata yang mulai menganak sungai membasahi kedua pipi Barra. Dan tentunya Chafiya sedang sangat ketakutan saat ini. Karena bagaimanapun juga memang ia yang memaksa Barra untuk mengatakannya. “Barra. Papa, gak apa-apa. Kamu tidak usah menyalahkan, Chafiya. Kalian sudah mengambil keputusan yang terbaik untuk jujur sekarang ke, Papa. Karena, Papa, akan lebih terl