Tragedi Ayan

1033 Words
"Cewek itu gak suka yang bisa bikin illfeel tauk, abang." "Emangnya kalian tahu yang suka bikin illfeel itu kayak apa?" "Adeev tauk doong. Yang suka kentut! Abang kan suka kentuuuut!" "Terus yang suka ngupil. Abang kan suka ngupil!" Adel turut menimpali. Kedua gadis itu kompak menyebutkan semua keburukan Ardan yang mereka tahu. Itu adalah aib. Hahaha. Bukan hanya mereka kok yang tahu. Satu keluarga besar juga tahu. "Abang Adit bilang kalo abang Ardan pernah pipis di jalan!" "Iya-iya! Adev denger juga. Terus katanya kak Dina, abang Ardan itu kalo bobo suka ngorok." "Iyaaaaa! Itu jorok tauuk, abaaang!" Ardan menghela nafas. Dasar kakak kandung dan kakak ipar durhaka. Awas mereka. Hahahaha. Ini bukan rahasia sih karena memang sudah menjadi hal umum. Perjalanan ke sekolah lumayan lancar. Mungkin karena mereka berangkat pagi-pagi. Sejujurnya Ardan agak tegang menanti pagi ini setelah yang kemarin-kemarin gagal. Ia tentu tak ingin kali ini gagal lagi bukan? "Pokoknya abang nanti tunggu dulu." Ia mengangguk. Mereka sudah hampir sampai di sekolah. Kurang dari tiga menit, mobilnya sudah terparkir. Adel dan Adeeva kompak berlari masuk ke sekolah untuk mencari bu guru Melati. Ardan duduk di dalam mobilnya dengan gelisah. Ia tentu saja menunggu bukan? Tubuhnya gemetar. Lalu berkeringat dingin. Astagaaaa. Ia buru-buru mengecek bau parfumnya. Takut hilamg. Lalu menatap ke arah gerbang masuk itu. Masih menunggu kedatangan Adel dan Adeeva yang sudah berjanji akan membawa bu guru Melati menghampirinya pagi ini. AC mobil yang menyala menjadi jauh lebih terasa dingin karena ia gugup. Ditambah lagi tubuhnya gemetar. Suasana dingin itu akhirnya masuk ke dalam tubuhnya. Yeah ditambah keringat yang sudah menguar meski suasana dingin. Jadinya kan berkeringat dingin. Ia kembali menoleh ke arah gerbang, Adel maupun Adeeva masih belum muncul. Ia mencari-cari permen mint di dalam dashbor mobilnya. Berharap dapat menemukan satu saja agar nafasnya tak bau. Begitu menemukan satu, ia segera membuka bungkusnya. Bersamaan dengan itu, bu guru Melati muncul. Yeah tentu saja dibawa Adel dan Adeeva. Keduanya sih hanya ingin ia menemui abang sepupu mereka yang humoris. "Abang kalian?" "Iyaaa yang waktu itu loh bu guru." Ardan menoleh ke arah gerbang dan tergagap melihat perempuan itu sudah datang. Saking kagetnya, ia tersedak dan permen yang belum sempat ia kunyah itu malah nyangkut di dalam tenggorokan. Belum lagi efek AC yang dingin, yang perlahap merayap ke dalam baju karena keringat yang sudah basah. Tubuh berair memancing reaksi yang lebih dingin lagi hingga membuat kembung. Lalu? "Abang!" Adel mengetuk-etuk pintu mobil. Tapi ia malah dikagetkan dengan Ardan yang memegang tenggorokannya seperti sesak nafas. Yang panik bukan hanya Ardan tapi juga si bu guru Melati. Ia jadi berpikir jangan-jangan karena ini dua anak ini memanggilnya? "Abang kalian ayan?" Malah kata-kata itu yang keluar dari mulutnya. Pintu mobil buru-buru dibuka padahal Ardan sedang kepayahan karena tenggorokan yang sakit akibat permen yang nyangkut, enggan turun. Ia berusaha menelan tapi kepayahan. Mau berbicara pun tak bisa. Ia mengaduh-aduh sambil menggoyangkan seluruh tubuhnya untuk meminta tolong. Bu guru Melati akhirnya memutari mobil ke pintu yang ada di sebelah Ardan. Ia segera membukanya tapi...... Preeeeeeeeeet....... Bau tak sedang menyembur tepat di wajahnya yang baru hendak bertanya kondisi Ardan. Ardan benar-benar kehilangan harga dirinya. Sementara si ibu guru Melati malah ternganga. Bukan hanya berbunyi tapi baunya sungguh menyengat. @@@ "HAHAAHAHAAHAAHA!" Dan tim hore ini terbahak puas begitu repot-repot datang ke rumah sakit. Ada yang dibawa ke rumah sakit karena dikira epilepsinya kumat. Padahal Ardan hanya kepayaham gegara permen itu tak sengaja tersangkut di tenggorokan. Rasanya tentu saja sangat menyakitkan. Mamanya geleng-geleng kepala. Ia pikir Ardan mungkin kecelakaan atau apa eeeh ternyata hanya ada permen yang tersangkut. Adit, Dina, Rain, dan Ferril tentu saja langsung datang. Kebetulan hendak berangkat eeeh mampir semua akhirnya ke rumah sakit. Lalu dari mana orang-orang sableng ini tahu cerita mengenaskan itu? Adek dengan sangat baik hati mengirim pesan suara di grup keluarga besar mereka. Hahaha. Gadis kecil itu menceritakannya dengan panik. Yaaa bahkan Adel pun mengira ia ayan tadi. Hahaha. Padahal tak ada riwayat sama sekali. Lalu orang-orang sableng ini hanya datang untuk menertawakannya. "Udah lah, bang. Nyerah aja. Kayaknya bukan jodoh sama tuh ibu guru. Udah dua kali coba. Pertama, bikin orang celaka. Kedua, malah diri sendiri yang celaka." Rain menasehatinya. Ferril mengangguk-angguk. Sesekali ia masih terbahak. Sejujurnya ia selalu heran dengan abang sepupunya yang satu ini. Kisahnya selalu unik. Ada saja yang membuat mereka terhibur. Bahkan disaat genting sekalipun. Ardan menghela nafas. Ia juga ingin menyerah. Hahaha. Kenapa? Karena terlanjur malu. Bayangkan tadi bunyi kentutnya seperti bom. Ditambah baunya yang menyengat. Si ibu guru itu sampai syok, ternganga lalu terbatuk-batuk. Hal yang benar-benar membuat siapapun pasti terbahak kalau melihat ekspresi syoknya si ibu guru Melati. Maka itu, Ardan sepertinya harus mengambil keputusan mundur. Cewek itu sudah pasti illfeel kan ya? Hahahaha. Ia tadi terlalu gugup. Jujur saja. Sebelumnya kan memang selalu begitu. Bawaannya pasti perut kembung atau ingin pipis. Kondisi di dalam mobil yang begitu mendukung benar-benar tidak menguntungkannya sama sekali. Justru menyedihkan. Kenapaaaaa hidupnya begini? Ia bertanya-tanya sekaligus terheran-heran. "Nyari jodoh pakek taaruf aja. Kalo enggak nih, bang, ada konsultan biro jodoh yang baru buka. Kalo abang berhasil nyari jodoh di sana, gue akan nyari juga deh ke sana." Dina menoyor kepalanya. "Si Verrald mau lo kemanain eh?" Ia mendengus. Ya kan ini caranya supaya Ardan mau ke biro jodoh itu. Ia kan sedang menipu Ardan. Kenapa Dina harus polos sekarang sih? Hahahaha. Ia melotot dan berupaya memberi kode tapi Dina tak sadar. Tak paham pula apa maksudnya. "Kalian pergi aja lah." Ia juga tak sakit. Apa kembali ke kantor saja? Meski papanya tak keberatan kalau ia tetap beristirahat hari ini. Papanya yakin, ia tak akan bisa bekerja karena kisah memalukan tadi. Hahaha. Mana mungkin ia bisa berkonsentrasi sih? Meski sudah pergi, keempat orang sableng itu masih saja terbahak sambil menertawakan kisah Ardan tadi. Yeah soal kentut, dikira ayan sampai permen yang nyangkut. Bagi mereka benar-benar kejadian lucu. Bagi Ardan? Cowok itu baru saja membalik badannya. Lalu menungging dan menepuk-nepuk bantal. Tiap teringat bau kentut dan bunyi kentut tadi, ia menepuk banyal kuat-kuat. Yeah saking malunya. Tapi kejadian memalukan itu belum berakhir. Karena satu perawat yang baru saja masuk ternganga begitu membuka pintunya. Empat orang sableng yang belum benar-benar pergi dan mengintip dari jendela itu benar-benar terbahak melihst kejadian kali ini. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD