BAB 5

1290 Words
“Gawat. Xue Mei sudah kembali.” Dengan mengendap-endap aku bersembunyi dibalik tirai. Kulihat lelaki itu sangat lelah. Jadwalnya sangat banyak dan beberapa orang yang mengejarnya pasti membuatnya sangat lelah. Lelaki itu terpuruk dipojokan ranjang. Kudengar isak tangisnya menggema diruangan ini. Cairan bening itu menghias wajah tampannya. Aku ingin memeluk dan menenangkannya. Aku juga ingin berada di sana dan menghapus air matanya. Tak lama kemudian kulihat ia mulai tenang dan tertidur pulas. Aku keluar dari persembunyianku. Kuhampiri lelaki itu. Jejak air mata masih membekas di wajahnya. Aku tersenyum lirih mentapnya dan kuulurkan jemariku untuk menghapus air matanya. “Jangan menangis lagi ...” lirihku pelan. Kuperbaiki posis tidurnya. Menyelimutinya sebatas d**a. Untungnya ia tidak bangun saat kugerakkan tubuhnya. Tiba-tiba saja lelaki itu mengigau dan keringat dingin membanjiri tubuhnya. Tubuhnya sangat panas. Ia mungkin demam tinggi. Akhirnya aku mengambil baskom dan handuk kecil. Kujaga biasku semalaman. Jam telah menunjukkan pukul tiga dini hari. Xue Mei tidak mengigau lagi dan demamnya telah turun. Dengan mengendap-endap aku keluar dari ruangannya sebelum lelaki itu bangun. Akan sangat berbahaya jika ia melihatku. ***** Saat dikantor rasa ngantuk menyelimutiku. Semalam aku tidak tidur karena menjaga Xue Mei. Sesekali aku menguap saat mengerjakan tugas yang di amanahkan untukku. Tak lama kemudian aku tertidur. Saat kubuka kedua mataku. Wajah yang pertama kali aku lihat adalah Yu Yang. Lelaki itu kini menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku mengerti. Aku mengangkat wajahku dan meminta maaf. “Tidak apa-apa. Pulanglah kamu pasti sangat lelah.”kata lelaki itu. Aku tesenyum. “Benarkah aku bisa pulang cepat!” lelaki itu mengangguk. Dengan wajah gembira kubereskan semua barang-barangku. Setibanya di hotel. Kubuka leptopku. Kucek semua aktifitas Xue Mie. Melalui cctv yang telah aku bajak. Kini kamarku penuh dengan beberapa komputer. Dengan begini aku dengan mudah melihat apa saja yang biasku lakukan hari ini. “Untunglah tidak ada kejadian yang membahayakan,” gumamku pelan menatap layar komputer. Masih ada beberapa jam sebelum malam tiba. Jadi, kesempatn ini kujadikan untuk beristirahat sejenak sebelum ke hotel Xue Mei. Tak lama kemudian. Kubuka kedua mataku. Ku tatap jam diding dan betapa kaetku menyadari jam telah menunjukkan pukul dua belas malam. Kubersihkan tubuhku di kamar mandi. Kembali memakai jaket hoodie ku yang berwarna biru dan masker hitam lalu menuju hotel Xue Mei. Tak lama kemudian. Kini aku berada di depan pintunya. Sangat sepi. Kucoba membuka pintu hotelnya dengan hati-hati. Sebuah langkah kaki megagetkanku yang kini melangkah mendekat. Dengan terburu-buru aku bersembuyi. “Aku telah sampai di ruangannya. Apa aku harus membunuhnya?” seorang lelaki kini berbicara dengan seseorang. Kukepalkan kedua tanganku. Mereka ingin mebunuh biasku. “Tak akan kubiarkan,” batinku. Selesai berbicara dengan temannya. Kulihat ia mencoba membuka pintu itu. “Apa yang kau lakukan berengseek!” pekikku kasar. Dengan cepat kulayangkan sebuah tendangan di perutnya. Lelaki itu meringis kesakitan. Ia menyeringai dan mengeluarkan pisau tajam. Aku hanya tersenyum. Benda tajam itu tidak akan bisa melukaiku. Dengan waktu yang begitu singkat aku berhasil melumpuhkan lelaki itu. Kini ia tidak sadakan diri. Untungnya sangat sepi jadi tidak ada yang melihat perkelahian kami. Dengan pelan kutarik lelaki itu keluar dari hotel. Dan menaruhnya di tempat sampah. “Rasakan itu.” Umpatku. Aku kembali ke hotel dan membuka pintu ruangan lelaki itu. Kulihat ia tertidur dengan damai. Untunglah. Xue Mei tidak demam. Semalaman aku kembali menjaganya takut para pembunuh itu kembali lagi. **** Sudah satu bulan lamanya. Aku melakukan aktifitasku seperti biasa. Di pagi hari hingga sore aku bekerja di kantor dan malam harinya aku berada di hotel Xue Mei untuk menjaganya. Tiap malam ada saja pembunuh bayaran yang mendekat. Untungnya aku belajar bela diri. Jadi, aku bisa menjaga biasku. Jika dipikir-pikir lagi. Kini aku seperti fens fanatik yang membuntuti Xue Mei. Yang dulunya sangat marah saat para fansnya masuk kekamar Xue Mei. Tapi, malah aku yang masuk kekamarnya tiap malam. Seperti biasa, kubuka pintunya dengan menggunakan pentul. Dengan pelan-pelan aku melangkah mendekatinya. Ia tertidur lelap. Kuperiksa semua ruangannya. Mencari sesuatu yang mencurigakan. Hingga aku mematung ditempat sampah. Sebuah kotak dan bangkai tikus ada di tong sampah. “Apa ada orang yang mengerjainya,” batinku sambil menatap lelaki prihatin. Xue Mei pasti sangat ketakutan mendapatkan kado seperti ini. Sebenarnya siapa sih yang membenci biasku. Apa salahnya? Kubuang kotak menyeramkan itu sejauh mungkin. Dengan begitu biasku bisa kembali tenang. Kulihat lelaki itu menggerakkan tubuhnya. Mungkinkah ia akan bangun? Dengan langkah sepelan mungkin aku bersembunyi di balik tirai seprti biasa. Dan betul saja lelaki itu bangun dan melangkah menuju kamar mandi. Saat ia kembali, langkahnya terhenti dan terdiam. “Apa dia menyadari kehadiranku?” batinku. Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Lelaki itu melangkah mendekatiku. Apa yang harus aku lakukan. Saat langahnya berhenti tepat di hadapanku. Aku mematung sejenak. “Siapa kamu?” tanyanya dingin. Dengan cepat kugunakan tirai untuk membungkus tubuhnya dan memutar tubuhnya. Dengan begitu ia tidak akan melihatku. Kesempatan ini kugunakan untuk melarikan diri. Tapi, sayang. Kakinya dengan cepat mencekal langkahku. Aku terjatuh dan membentur sebuah meja yang tak jauh dari sana. “Sial ...” rutukku pelan saat pandanganku mulai mengabur dan digantikan oleh kegelapan. **** Suara berisik membuatku tak bisa tidur dengan damai. Sebenarnya apa yang terjadi di sekitarku? Kenapa ribut sekali. Bukankah aku berada di hotel? Eh? Tunggu aku baru ingat kemarin aku berada di hotel Xue Mei, saat itu aku ketahuan dan saat aku akan berjalan pergi dia menggagalkan rencana pelarianku. Oh! Tidak! Apa aku sekarang berada di kamarnya? Tapi kenapa suasana di sekitarku sangat ribut? Di mana aku sekarang? Ku buka pandanganku secara perlahan, hal pertama yang aku lihat saat membuka mata adalah besi-besi berjejer di di hadapanku. Sel penjara. “Sel? Apa aku di penjara,” batinku. Seketika kesadaranku kembali seketika. Bola mataku terbuka lebar dan menatap percaya dengan apa yang ada di hadapanku.janung berdetak kencang kala menyadari kenyataan aku benar-benar berada di sel. “Aku benar-benar ada di penjara!” aku segebangkit dan berjalan melihat keadaan sekitar. Aku melambai-lambaikan tanganku pada salah satu staf polisi yang sedang menangani beberapa preman yang kelihatan keberatan di tangkap. “Hei! Hei ... siapa tolong jelaskan kenapa aku bisa ada di sini?” “Hei... kalian ... ada hak apa kalian menangkapku? Aku punya kesalahan apa!” pekikku yang tak terima di masukkan ke penjara. Bagaimana ini? begaimana nanti nasibku? Apa aku akan berada di sini bertahun-tahun? Salah satu polisi berjalan mendekat ke arahku dengan wajah yang tak mengenakkan. Pak polisi itu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Anak jaman sekaran ... sukanya menyiksa idola sendiri. Bahakan yang sudah dewasa pun masih saja bertindak yang tidak-tidak ...” “Apa maksudmu, Pak?” “Kenapa aku di tahan? Bisakah kau menjelaskan apa yang terjadi?” “Kau di penjara karena kau telah melakukan tindak kejehatan yang fatal. Kau telah masuk ke hotel orang lain tanpa izin.” “Apa? jadi ... jadi Xue Mei yang memasukkanku ke penjara?” tanya ku tak percaya. Lelaki yang aku cintai dan kagumi telah mencobloskanku ke dalam penjara. “Ohhh ... Tidak! Ma ... Pa! Bagaimana ini ... anakmu telah masuk penjara ...” sektika lututku lemas dan tak bisa mempertahankan posisiku. Akhirnya aku terjatu terduduk sambil bersandar pada besi-besi sel tahanan. Ku tenggelamkan wajahku dan memikirkan bagaimana kelangsungan hidupku nantinya. Lama aku terdiam dan memikirkan nasib. Aku teringat aku masih punya sahabat bernama You yang. Dia pasti bisa membantuku. Aku mengangguk yakin dan percaya diri. Segera aku bangkit kembali menatap salah satu polisi yang hanya duduk diam menonton di ruangan. “Hei! Pak Polisi bisakah kau mengambilkan tasku? Aku harus menghubungi seseorang!” “Mungkin tasmu ada di rumahnya.” “Apa! bagaimana ini? Dia pasti melihat semuanya.” “Gawat! Dia pasti melihat semua isi dalam ponselku. Dia pasti mengira aku telah gilaa ...” lututku kembali lemas aku terduduk di dalam sel. Aku tidak akan bisa keluar dari sini. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD