BAB 14

1131 Words
            Kiana Pov             Langit begitu cerah dengan warna biru. Sinar matahari yang sangat menyilaukan namun tak menyengat menambah kesan indah hari ini. Hari yang aku tunggu-tunggu pun tiba. Di mana hari ini adalah lagu terbaru Xue Mei akan di rilis. Aku tak sabar mendengar lagu terbarunya.             Kini aku duduk diam di sebuah kursi berbahan besi sambil menunggu bus. Sesekali ku lirik ke kanan dan ke kiri lalu tersenyum. “Mereka juga pasti menunggu lagu terbaru Xue Mei di rilis,” batinku menatap beberapa gadis yang tengah menatap layar ponsel sambil menunggu bus.             Sejak kejadian beberapa hari yang lalu ku putuskan untuk tidak menemui Xue Mei lagi. Namun tetap mengawasinya dari kejauhan. Aku hanya ingin memastikan dia tetap aman dan tak ada yang mencelakainya.             Tak lama kemudia bus yang sedari tadi kutunggu pun tiba. Dengan cepat segera ku berdiri dan melangkah masuk ke dalam bus. Tak lupa ku pasang airphone di telingaku saat lagu yang aku tunggu pun sukses di rilis.             Segera ku pencek tombol on pada layar ponselku dan mulai mendengarkan lagu terbarunya. Dan saat itu juga hati seakan terbelah menjadi dua mendengar lagu terbarunya yang berjudul Di manakah kau sang pahlawanku? Dengan wajah lesu ku lepas airphone yang ada pada telingaku.             “Apa kau sudah dengar lagu terbarunya?”             “Dia sepertinya sedang mencari seseorang? Kira-kira siapa gadis pahlawan yang ia sebut dalam lagu terbarunya? Apakah dia adalah wanita yang Xue Mei sukai?”             Ku dengar beberapa gadis membicarkaan Xue Mei. Namun aku tak memperdulikannya. Bayangan tentang beberapa hari yang lalu terbesit dalam pikiranku di mana sebelum Xue Mei pingsang di memanggilku dengan gadis pahlawan. Saat itu aku mulai menduga-duga dan curiga. Dan hari ini sudah terbukti dengan lagu-lagunya.             Dia ...             Lelaki yang aku cintai dan yang aku sayangi ... Hatinya sudah di isi dengan wanita lain.             Aku tahu hal ini pasti akan terjadi suatu saat. Tapi, ini sangat tiba-tiba dan hatiku masih tak bisa menerimanya. Aku pernah berpikir tidak masalah jika suatu saat Xue Mei mencintai gadis lain dan berkeluarga karena itu adalah hak dia. Aku tak berhak melarang. Tapi, aku tak tahu rasanya akan sesakit ini?             Seluru ragaku seakan hilang mendengar lagunya. Membayangkan dia akan menikah dengan wanita lain sungguh tak bisa aku relakan.             Tak lama kemudian, aku pun tiba di kantor. Masih dengan wajah lesu dan sedih aku melangkah menyusuri koridor menuju ruanganku. Selama di koridor beberapa orang tengah membicarkaan lagu terbaru Xue Mei. Banyak yang beranggapan jika Xue Mei sudah putus dengan wanita itu dan berencana untuk mencarinya kembali. Karena itu diberi judul Di Manakah Kau Sang Pahlawanku.             Saat berada di lift aku hanya terus menunduduk dan sesekali tertawa mengenai apa yang telah aku lakukan sebelumnya. Aku terlalu gila katenanya dan tak bisa berhenti memikirkannya. Aku terlalu bodoh menyukai seseorang yang tak mungkin bisa kugapai. Kami bagaikan bumi dan langit yang akan bisa bersatu. Di langit dia bagai bintang sedangkan aku hanyalah sebagian debu yang tak berarti.             “Mungkin kali ini .... aku benar-benar harus berhenti ... lupakan dan mendoakan kebahagiannya bersama dengan wanita yang ia cintai.” ****             Tak terasa kini aku sudah tiba di ruanganku. Rasanya kepalaku mulai pening memikirikan Xue Mei dari tadi. Langsung saja segera ku rebahkan kepalaku pada meja kantor yang di sekitarnya penuh dengan perabutan kantor, berkas-berkas penting dan komputer.             “Kiana ada apa? kenapa kau terlihat sangat sedih?” kudengar seseorang mengajakku berbicara.             Segera ku angkat kepalaku. Saat itu juga segera ku hamburkan pelukanku padanya. Dia adalah salah satu sahabatku di kantor ini. “Rin, hisnkkkk aku tak menyangka dia sudah ada yang punya ... hiskkk aku tak menyangka rasanya sangat sakit mengetahu dia punya wanita yang ia cintai .... hiskkk ....” kuluapkan segala kesedihanku padanya. Rasa sakit yang baru saja aku terima pagi ini sungguh menyakitkan.             Beberapa orang menatap kami berdua. Namun, aku tak perduli. Aku hanya sibuk meluapkan segala unek-unekku yang kupendang sejak dua jam lalu.             “Sudah ... jangan menangis lagi ... aku yakin kau pasti akan menemukan lelaki yang lebih baik darinya.”             “Tapi aku sangat menginginkannya ... aku sangat mencintainya dan tak rela dia sudah ada yang punya .... hiskkk ....” Hampir tiga puluh menit aku menangis dalam pelukan sahabatku. Hingga bos kami pun datang dan menegur. Beberapa teman kantorku yang tadinya sibuk mendengarkanku keluhan dan kesedihanku, segera berhamburan mengambil posisi dan mulai kerja. Lelaki itu yang tak lain adalah Yu Yang, menatapku prihatin dan segera menyuruhku untuk bertemu di ruangannya. Setibanya di ruangan Yu Yang aku hanya bungkam tak bisa berkata-kata. Aku masih ragu untuk mengatakan kalau aku sedang patah hati karena biasku menyukai gadis lain. Hingga akhirnya dia menyuruhku pulang untuk menenangkan diri. ****             Setibanya di kamar hotelku. Segera ku melangkahkan kakiku menuju sebuah kotak besar yang sangat aku jaga. Sebuah kotak yang sangat berharga bagiku. Saat ku buka kotak itu ratusan foto, puluhan album dan boneka ala Xue Mei tersusun rapi di kotak kayu itu.             Air mata kembali meluncur bebes di wajahku. Aku masih tak percaya akan secepat ini aku harus melepasnya. “Mungkin aku harus membuang barang-barang ini ... melupakannya dan mulai hidup baru tanpa dia ....” lirihku.             Segera ku bawa kota kayu itu menuju lantai satu di mana tempat pembuangan sampah. “Apa kamar sebelah sudah ada yang tempati ...” batinku saat keluar kamar, kulihat kamar sebelah tertutup seakan baru saja ada yang masuk. Dan dalam hitungan detik segera ku balikkan tubuhku melanjutkan aktifitasku yang sempat tertunda. Kini aku berada di tong sampah. Masih menatap foto-foto Xue Mei untuk yang terakhir kalinya. Ada banyak benda berharga dan susah payah aku kumpulkan harus aku buang hari ini. “Maafkan aku. Tapi mungkin inilah yang terbaik ... selamat tinggal Xue Mei ... aku harap kau menemukan pacarmu yang hilang itu dan hidup bahagia ...”lirihku sebelum menutup kotak kayu itu membungnya bersama dengan tumpukan sampah. ***** Tak terasa malam pun tiba. Kini aku berada di taman samping hotel. Duduk termenung di temani dengan angin malam. Jari-jariku bergerak linch di atas layar ponsel. Masih ada satu hal yang belum aku singkirkan tentang Xue Mei. Yaitu semua lagu-lagu dan Videonya masih tersimpan dalam ponselku. Dan untuk terakhir kalinya kuputar tiap-tiap lagu Xue Mei. Menikmati kebersamaanku bersama lagu-lagunya dalam diam. hingga jam menujjukkan pukul satu malam. Sisa satu lagu yang belum aku putar yaitu lagu terbarunya. Alunan musik yang mellow membuatku sedih hingga air mata kembali jatuh. Menangis tersedu –sedu dengan hati yang terluka sangat dalam seakan bilah pisau menghajamku. Rintik hujan pun kian membesar. Menemaniku dalam kesedihan yang mendalam hingga ke ubun-ubun. Namun, tiba-tiba saja kurasa air tak menguyurku lagi. Kuangkat wajahku perlahan yang sedari tadi menunduk, seketika retina mataku menemukan sebuah payung berwana hitam tengah melindungiku. Ku ambil payung tersebut lalu menatap di sekitar taman mencari pelaku yang memberiku payung. Dan akhirnya aku hanya bisa menghela napas tak menemukannya. “Siapakah pemilik payung ini?” TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD