Is that true?

1135 Words
Aku dan Fay menuruni anak tangga menuju restauran di mana Abi sudah ada di sana untuk menjemput Rey. "Ayah!" Saat Rey melihat ayahnya yang sedang duduk bersama bang Arsen, dia langsung minta diturunkan dari gendongan kemudian berlari menghampiri ayahnya. Abi langsung memangku Rey. Salah satu hal yang mengejutkan dari Abi adalah dia sahabat baik dari bang Arsen. Aku jadi tidak heran kenapa kelakuan Abi yang sudah menyandang sebagai seorang ayah, masih sama menyebalkannya dengan bang Arsen yang jelas-jelas tidak memiliki rasa tanggung jawab kepada setiap wanita yang dikencaninya. "An," kudengar Fay berdesis, aku menoleh ke arah Fay yang berada di sampingku. "Dia ayah dari bocah nakal itu?" Aku mengangguk. "Yang ingin menikahimu?" Binar mata Fay memandang Abi dengan tatapan penuh kagum. Seperti buaya yang siap melahap mangsanya. "Ya, dia yang namanya Abi. Ayah Rey." "You are out of your mind if you say no." Nada suara Fay berubah menakutkan. "Oh my god! He is so handsome as hell. Dan dia lebih ganteng dari Ben." Astaga. Fay seperti ingin melahap Abi hidup-hidup. "Jangan bandingkan Ben dengan pria mana pun." Ucapku memperingati. "Ben mu itu, terlalu lama berada di bawah sinar matahari." "Tentu saja. Dia seorang polisi jadi wajar kalau hidupnya sering di bawah sinar matahari." Fay mendelik padaku saat mendengar jawabanku membela Ben. Entah kenapa Fay adalah satu-satu nya teman yang terang-terangan tidak merestui hubunganku dengan Ben. "Ben itu TNI Angkatan Darat bukan polisi." Fay berdecak kesal. "Terserah sajalah. Tugasnya sama saja kan? Membela negara?" Ben tidak pernah sedikitpun menjelaskan detail pekerjaannya padaku, yang aku tahu dia seorang polisi yang bertugas di Surabaya dan hanya pulang ke Jakarta jika mendapat hari libur. Yang paling penting aku rindu padanya. "Damn! Arsenio." Kudengar Fay mengumpat. Pandangannya lurus memandang ke arah bang Arsen. "Kau kenal bang Arsen?" "Yang benar saja," Fay memutar bola mata. "Siapa yang tidak mengenal Arsenio Ludwig Scheunemann." Wow bahkan dia mampu mengingat nama lengkap seseorang. Padahal Fay adalah jenis wanita yang selalu melupakan sebuah nama. Pasti mereka ada apa-apa. "Aku pernah tidur dengannya." Bisiknya padaku. Apa aku bilang. "Dua.. oh bukan... tiga.. ah bukan juga." Kesepuluh jari Fay sibuk menghitung sampai pada akhirnya dia menyerah, karena sama sekali tidak mengingat jumlahnya. "Yang jelas aku pernah berkencan dengannya selama 7 hari saat dia di Korea." "Dan kau jadi wanita simpanannya selama 7 hari?" aku sengaja menyindir. "Siapa yang peduli aku simpanan atau bukan. Kami sama-sama melayang pada saat itu." "Lalu?" "Tidak ada lanjutannya. Itu terjadi satu tahun yang lalu dan baru sekarang aku bertemu dengannya lagi. Oh my god! Arsen benar-benar hot saat di ranjang." Eeuuwwhh... aku bergidik mendengar penuturan Fay barusan. Sebelum aku menanyakan lebih lanjut perihal jenis hubungan apa yang mereka miliki di masa lalu, Fay sudah berjalan meninggalkanku menuju meja yang sudah ada Abi dan bang Arsen. "Hai," Fay menyapa. Abi tersenyum kemudian mengangguk sopan. "Ini Abi. Ayah Rey." Aku mengenalkan Abi pada Fay. "Pak Abi, ini Fay, temanku." Abi mengangguk kemudian menjabat tangan Fay. Lalu Fay mengedipkan sebelah matanya centil pada Abi. Seketika Abi langsung mengejang. "Bang Ar.." "Fay." Sebelum sempat kuperkenalkan Fay pada bang Arsen, dia sudah lebih dulu menyapa. Oh tidak perlu dikenalkan rupanya. "Hai, Arsen," kemudian mereka saling memberikan pelukan hangat ala teman lama yang baru bertemu kembali, tidak ada rasa canggung yang meliputi mereka. Seakan semuanya normal-normal saja. Mungkin dalam dunia mereka kencan selama 7 hari kemudian melakukan hubungan layaknya pernikahan dan putus begitu saja dianggap normal. Aku duduk di kursi, saat aku memperhatikan Abi, dia sedikit agak canggung. Salah tingkahkah karena ada aku? Begitu sukanyakah padaku? Hahahaha. Aku berusaha mengabaikan tingkah aneh Abi yang jelas-jelas terlihat gugup saat kupandangi. Oh dia terlihat cute. Hah? Apa? Cute? Duh. "Kapan kembali dari Korea?" Bang Arsen dan Fay duduk kembali di kursi. "Tadi pagi. Dan langsung mendarat kesini untuk bertemu my lovely bestie." Eeuuwwhh sejak kapan Fay punya tingkah manja. Seumur-umur berteman dengannya tidak pernah dia memanggilku dengan sebutan manis seperti itu. Panggilan ku darinya pasti selalu dengan kata-kata yang tidak pantas. "Kalian saling kenal?" Fay menunjuk ke arahku dan bang Arsen secara bergantian. "Aku ikut merancang Read Eat." "Wow. Amazing. Seharusnya aku sudah tahu bahwa bangunan super elegan ini dirancang oleh arsitek paling unggul yang pernah ada." Pen.ji.lat. Fay memang pandai bersilat lidah. "Terima kasih honey. Kau berlebihan memujiku." Tawa bang Arsen terdengar renyah. Tak lupa tangannya yang baru saja memegang dagu Fay, sedangkan respon Fay hanya misuh-misuh. Oh jadi begini penampakan seorang buaya jantan bila bertemu dengan buaya betina. Sementara aku mendadak merasa jadi kadal. "Lalu kalian berdua berteman?" Telunjuk bang Arsen menunjuk aku dan Fay bergantian. "Dia salah satu keempat teman yang dulu aku ceritakan." "Teman dari jaman susah itu?" "Sekarang juga dia masih susah." Kemudian mereka berdua tergelak bersamaan. Dan aku tersenyum samar aneh, merasa sedang terhina. "Kalian tidak pesan apa-apa?" Tanya Fay tiba-tiba saat mendapati meja kosong melompong tanpa makanan atau segelas minuman. "Iya, kenapa tidak pesan apa-apa? Kalau hanya ingin duduk-duduk tanpa pesan apa-apa lebih baik duduk di luar saja." Ucapku dengan wajah serius tapi kemudian bang Arsen tertawa, karena dia tahu betul bahwa aku hanya bercanda. "Bukan tidak pesan apa-apa, tapi belum. Kau mencemaskan keuntungan restauran jika hanya ada orang yang cuma duduk-duduk tanpa pesan apa-apa?" Pemilik suara bariton itu bersuara. Sepertinya dia sudah bisa menguasai diri. Oh mau menarik perhatianku rupanya. "Bukan mencemaskan soal keuntungan restauran, tapi aku tidak ingin kalian pulang dengan tidak mencicipi makanan enak di sini." Aku tersenyum lebar padanya. "Jadi aku ingin meninggalkan kesan yang indah pada setiap pengunjung Read Eat. Kalau kalian tidak pesan apa-apa bagaimana bisa kalian terkesan dengan restauran ini?" Abi mengangkat kedua alisnya kemudian mengangguk. Atau hanya dengan melihatku saja sudah membuatmu terkesan? Hell, kenapa aku jadi norak. "Kalau begitu aku mau pesan makanan yang paling enak disini." "Siap." Kataku semangat. "Rey mau makan apa?" Tanyaku pada Rey yang duduk di sampingku sedang asyik mewarnai di buku gambarnya. "Es krim." Jawabnya cepat. Tumben Rey jadi kalem begini. "Siap laksanakan." Aku mengangkat tangan, lalu Lidia menghampiri kami. Aku memesankan makanan, minuman dan dessert unggulan yang paling banyak diinginkan di Read Eat. Lidia mencatat pesanan kemudian pergi. "Jadi, sudah sejauh apa hubungan kalian? Kapan kau akan secara resmi melamar Ana?" What the fu... Apa-apaan Fay ini bicara sekenanya tanpa aturan. Masalahnya aku kan jadi malu. Abi mengerutkan dahi lalu menatapku minta jawaban, aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain pura-pura tidak mendengar pertanyaan Fay. "Kau bertanya padaku?" Tanya Abi. "Tentu saja. Bukankah kau sendiri yang bilang bahwa kau ingin menikahi Ana?" Wajah Abi melongo sempurna. Begitu juga dengan bang Arsen. Sementara aku ingin menenggelamkan wajahku ke dalam tanah. "Hah? Menikahi Ana? Bi, yang benar?" "Ohh itu.. itu.." suara Abi terbata-bata. "Aku mau bicara denganmu An." Tanpa aba-aba, Abi menarik ku menuju pintu keluar tapi aku menahan tarikan tangannya. "Bicara di private zone saja." "Hah?" Kini giliranku yang menarik tangan Abi ke lantai atas menuju private zone.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD