Will you marry me?

1618 Words
Rey menarik tanganku menuju ruang tengah rumahnya, menyeretku seperti beruang yang dimasukan kedalam kandang. Ya, setelah aku mendeklarasikan bahwa aku setuju menjadi pengasuh Rey maka hari ini, aku resmi menjadi seorang baby s(h)itter. Bocah yang tingginya hanya sebatas pinggangku memiliki tenaga yang tidak bisa disepelekan. Bibirnya terus mengoceh tak henti menceritakan pengalamannya menangkap seorang penjahat tadi malam dengan pistol barunya. Oh, memangnya siapa yang akan memercayai bualan bocah umur 6 tahun yang menangkap penjahat. Bicara soal pistol mainan itu, aku masih sangat ingin mencurinya lalu membuangnya ke pembuangan sampah paling jauh di kota ini. Demi membela blouse peach kesayanganku yang menjadi korban ketidakadilan bocah nakal. "Ayah bilang, aku pahlawannya, nanny." Kali ini aku melotot, apa tadi dia bilang nanny? "Hey, namaku bukan nanny." Dia berhenti bergerak. Kemudian melepaskan cengkeraman tangannya di lenganku. Relung matanya menatapku dengan tatapan penuh tanya. "Ayah bilang, kau pengasuhku hari ini. Aku selalu memanggil nanny ke setiap pengasuhku." Mulutku sukses terbuka lebar. "Mulai hari ini aku memang pengasuhmu, tapi kau anak pintar," aku berjongkok menyamai tinggiku dengannya sehingga aku dapat menciun wangi shampo anak-anak yang menguar dari rambut jamurnya yang lembut. "Tidak boleh memanggilku nanny. Aku bukan pengasuh biasa, aku adalah pengasuh istimewa, jadi panggil aku yang mulia ratu." "Yang mulia ratu?" Matanya yang bulat membesar. "Kalau begitu aku prajuritmu." Aku melongo. Khayalanku dengannya sepertinya sama. "Ya, prajurit. Aku yang mulia ratu, dan kau prajurit." "Lalu aku di sini sebagai siapa?" Aku dan Rey menoleh secara bersamaan ke sumber suara yang tiba-tiba muncul. "Ayah!" Rey berlari ke arah Ayahnya lalu Abi menangkap Rey dan membawanya ke pangkuannya. "Lihat, yang mulia ratu lebah ada di sini." Hah? Lebah? Siapa? Aku? Ku kira aku ratu di kerajaan. Abi menatapku dan aku memberikan senyum canggung. "Lalu, kau prajurit lebah?" Aku mendekati Rey. "Tentu saja bukan. Aku prajurit laba-laba seperti Spiderman." Mana pernah Peter Parker menjadi prajurit. "Laba-laba akan menggigit lebah." Tangan Rey menarik lenganku kemudian tanpa bisa mengelak bocah laki-laki itu menggigit lenganku sakit sekali. "Aaarrrgggghhhhhh!!" * * * "Rey sering berimajinasi." Katanya. "Eemmm, ya layaknya anak-anak. Pikirannya sulit dijangkau." Aku mengusap lenganku. Bisa ku lihat ada bekas gigitan yang lumayan menyakitkan terlukis di kulit indahku. Hari pertama menjadi pengasuh Rey sudah seperti ini, bagaimana nanti. "Imajinasi apa yang ada di dalam otak Rey, berani menggigit tanganku dan menembakku dengan pistol mainan berisi cat warna." "Seperti yang kubilang, imajinasi anak-anak. Sulit dijangkau." "Ya, Tuhan. Semoga secepatnya kau menemukan pengasuh baru untuknya." Abi selesai mengepaki keperluan yang dibutuhkan Rey selama bersamaku sehari penuh. Lalu tubuhnya sepenuhnya menghadap padaku dan tersenyum penuh misteri. "Mereka selalu bertahan tidak lebih dari 2 minggu." Ada sesuatu yang bergejolak di dalam dadaku yang muncul secara tiba-tiba. Tidak lebih dari dua minggu? Jika aku tidak bisa bertahan lebih dari dua minggu itu artinya aku bisa bebas dari penjajahan ini. Bagaimana jika aku mengaku tidak sanggup mengasuh Rey dalam waktu satu minggu saja. "Kau tidak bisa lari begitu saja, aku akan menetapkan berapa lama kau akan menjadi pengasuh Rey." Pria ini benar-benar. Apa dia bisa membaca pikiranku. Diam-diam aku memegangi kepalaku siapa tahu saja ada sesuatu di kepalaku yang membuat Abi bisa membaca isi pikiranku. "Jangan banyak berkhayal, aku tidak bisa membaca pikiranmu. Tingkah lakumu saja yang mudah ditebak." Tuh kan. Apa aku bilang. "Berikan tanganmu." Sebelum bisa menolak Abi sudah menarik tangan kananku. Matanya memeriksa gigitan Rey yang membekas di lenganku. Dia mengambil kotak obat lalu mengeluarkan alkohol di dalamnya. Dengan cekatan menumpahkan alkohol tersebut pada kapas dan membubuhkannya tepat di bekas gigitan Rey. "Agar tidak terlalu sakit." Katanya. Aku justru tidak peduli lagi luka ini akan sakit atau tidak. Perhatianku saat ini berpusat pada gerak-geriknya. Sampai-sampai tidak menyadari bahwa Abi telah selesai melakukan tugasnya. Dia menaruh paper bag di atas meja. "Di dalamnya ada blouse. Model dan warnanya memang tidak sesuai dengan milikmu, tapi kurasa ukurannya cocok untukmu." Aku segera memeriksa isi paper bag dan benar saja, ada blouse warna merah marun lengan panjang. "Untukku?" "Sebagai ganti blouse mu yang kotor karena Rey." "Serius? Tapi kau tidak perlu sampai melakukan ini padaku. Blouseku sudah tidak apa-apa." "Sebagai bentuk tanggung jawab." Abi menekan tatapannya padaku dan anehnya aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Baiklah, memang dosa menolak rezeki. Lagipula blusnya juga bagus. "Aku akan mengantarmu dan Rey ke sekolah Rey." "Aku bawa mobil." Langkahnya berhenti. Sejenak menatapku. "Kalau begitu ikuti aku sampai sekolah Rey dan tunggu Rey hingga selesai sekolah." "Oke." * * * Abi memberikan tas berisi keperluan Rey padaku tepat di depan gerbang sekolah Rey. Banyak sekali wejangan yang diberikan oleh Abi padaku seputar apa yang harus dan tidak kulakukan sebagai pengasuh Rey. Abi menyamaratakan tingginya dengan Rey dan memberikan beberapa rangkaian nasihat untuk putranya. Aku memandang pemandangan di depanku dalam diam. Rey dan Abi terlihat seperti keluarga bahagia. Bukan dua makhluk menyebalkan yang menjajah hidupku. Saat Rey memberikan pelukannya kepada Abi, secara otomatis bayanganku membawa ingantanku pada saat ayah masih hidup. Jika ayah dan mami masih ada di dunia ini, mereka juga akan memelukku seperti apa yang dilakukan Abi pada Rey. Sama persis. "Rey dan yang mulia ratu lebah akan menjadi kelompok pemberantas kejahatan yang kompeten." Celotehan Rey sukses membuyarkan imajinasiku. Dan apa dia bilang? Kompeten? Dari mana dia mendapat kata-kata seperti itu. Oh, Rey suka berimajinasi. "Yang mulia ratu lebah akan memimpinmu kalau begitu. Ikuti perintah yang mulia ratu, tidak boleh melawan. Seorang prajurit tidak pernah membantah." Rey tertawa riang dan aku tersenyum senang. Tidak akan melawan? Rezeki nomplok. Rey berlari ke dalam gerbang yang telah berdiri seorang pengajar disana. "Jaga Rey baik-baik." Kalimatnya terdengar mengerikan, yang jika aku membuat sedikit saja luka pada Rey, maka hukumannya adalah digantung di atas monas. "Tidak perlu cemas. Aku bisa mengingat dengan baik apa saja yang harus kulakukan sesuai permintaanmu." "Bagus kalau begitu." Abi melangkah pergi tapi sosok seorang wanita menghalangi jalannya. Wanita itu seperti aku pernah melihatnya tapi lupa di mana. Raut wajah Abi berubah menjadi tidak bersahabat padahal jika dilihat-lihat pria mana yang akan menolak wanita secantik itu. Wanita itu menahan lengan Abi, tapi pria itu langsung menepisnya. Hah! sombong sekali. Sampai pada akhirnya Abi membuka pintu mobil dan dengan sigap wanita itu menutup kembali pintu mobil Abi dengan kencang, sehingga pria itu tidak bisa masuk ke dalam. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi diam-diam aku melangkah ke mobilku yang letaknya tepat di belakang mobil Abi sehingga aku bisa mendengar percakapan mereka. "Sampai kapan kau akan bersikap dingin padaku?" Suara wanita itu bergetar. "Jangan bodoh Bi, Sera tidak akan kembali lagi." "Jangan pernah bawa namanya dalam setiap perdebatan kita." Wanita itu menghela napas. "Rey butuh sosok seorang ibu." Bisa kulihat tubuh Abi menegang. "Dan kau bukan wanita yang tepat." Apa sih maksudnya. Aku sedikit menggeser langkahku dan menajamkan pendengaranku. Semoga saja Abi tidak curiga. "Tepat atau tidak, tapi orang tua kita telah merencanakan pernikahan kita. Dan kau tidak bisa menolak ini, Bi. Kau akan tetap menikah denganku." Abi memijat keningnya dengan tangan. Oh pernikahan yang dipaksakan. Cinta sepihak rupanya. Kasihan sekali hidup Abi. Tapi siapa yang akan menolak jika dijodohkan dengan wanita seperti dia. Tapi, jika aku menjadi wanita itu, aku akan cari pria lain selain Abi. Untuk apa mempertahankan orang yang menolaknya terang-terangan. Oh tidak, Abi sepertinya telah menangkap basah diriku yang sedang curi dengar percakapan mereka. Daripada kena masalah aku langsung menonaktifkan alarm mobil, membuka pintu dan masuk kedalam tapi memang dasar Abi, dia justru mendekat ke mobilku dan mengetuk kaca mobil. Aku menurunkan kaca mobil dan tersenyum lebar. "Keluar." Katanya dingin. "Keluar sekarang, Ana." Aku memejamkan mata jengkel. Sampai kapan aku akan terlibat masalah dengannya. Begitu aku keluar mobil tanpa perasaan Abi menarik tanganku dan menggenggam jemariku dengan erat. Kini aku berhadapan dengan wanita super cantik itu. Diam-diam dengan tidak tahu diri membandingkan diriku dengannya. Jelas jauh berbeda. Aku yang hanya mengenakan jeans dan kaus putih polos yang ukurannya lebih besar 1 tingkat dari ukuran bajuku di bandingkan dengan dia yang mengenakan pakaian mahal dan bagus. "Orangtuaku tidak bisa memaksa karena aku telah menemukan sosok ibu untuk Rey." Bersamaan dengan kalimat terakhirnya, Abi menambah intensitas genggamannya di tanganku membuat aku menoleh pada jariku yang dia genggam. "Kau pikir aku tidak tahu." Wanitu itu menyunggingkan senyumnya. "Wanita seperti ini bukan tipemu dan bagaimana mungkin dia bisa menjadi ibu Rey. Apalagi menggantikan sosok Sera. Sangat tidak sebanding." Entah bagaimana caranya aku tidak suka dengan cara wanita ini berkata. Wanita seperti ini, seperti apa maksudnya? Dan apa tadi? Aku tidak sebanding dengan sosok Sera? Siapa Sera? Cantik banget? Dan kurasa aku mulai membenci tatapan matanya yang seakan merendahkanku. Aku akui wanita ini memang sempurna tapi kata Mami aku gadis yang paling cantik. Dan aku percaya itu. Mami bukan tipe ibu yang suka berbohong. "Aku tidak butuh pendapatmu. Dan aku akan segera menjadikan Ana sebagai ibu Rey." Ana? Ana aku maksudnya? Menjadikan aku sebagai ibu Rey? Hei, yang benar saja. Aku menatap Abi dan wanita keji di depanku secara bergantian. Matanya melotot seakan-akan ingin melahapku hidup-hidup dan aku baru menyadari siapa wanita ini. Dia wanita diskon 70% yang membuatku nyaris mati demi mendapatkan blus peach waktu itu. Wanita menyebalkan. Baru aku akan mencakar wajahnya wanita itu pergi setelah di usir oleh Abi secara memalukan. Sekarang hanya ada aku dan Abi mematung di tempat dengan jari-jari yang masih bertautan. Situasi macam apa ini. Aku butuh penjelasan. Tubuh Abi mengerjap setelah aku dengan paksa melepaskan genggaman tangan Abi. Dia memijat keningnya, sedangkan aku bergerak gelisah penuh tanya. "Maaf." Ujarnya dengan intonasi suara yang rendah nyaris tidak terdengar. "Yang tadi itu," "Kau bisa pergi." Katanya, sengaja memotong kalinatku. "Nanti siang kau bisa menjemput Rey, aku akan bawa pulang Rey setelah pekerjaanku selesai." "Ya." Aku mengangguk pelan sambil mengigit bibir bawahku berusaha untuk tetap tenang, walau suasana begitu terasa canggung. Pria ini bergerak kaku, lalu melambaikan tangan padaku sekilas sebelum akhirnya lenyap dari pandangan dengan mobilnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD