Hari ulang tahun

1008 Words
"Kau ingin aku buatkan tema seperti apa?" Naya membuka lemari es, lalu mengeluarkan orange jus dari dalam botol kemasan. "Tema princess disney sedang ramai akhir-akhir ini." "Anakku laki-laki, Nay. Astaga, kau lupa?" Aku memasukan kue pie ke dalam kardus bersekat. Isinya beragam. Mulai dari yang manis sampai gurih. Kami sedang berada di belakang rumahku. Oya, setelah resmi menikah dengan Abi, aku pindah ke rumahnya. Dan rumahku yang tadinya mau dijual, menjadi disewakan. Naya menepuk keningnya. Semakin hari dia semakin tidak fokus. Kupikir setelah lulus S2, dia akan buka praktik sendiri. Tapi ternyata dia malah membuka usaha jasa dekorasi untuk pernikahan, tunangan dan sekarang ulang tahun. Vivi dan Naya seringkali bertengkar dan berselisih paham, karena Vivi merasa, Naya sudah tidak ada niat untuk mengelola bisnis bakery kami. Ya, Naya sering absen datang ke toko. Dia juga sudah jarang berkontribusi apa-apa soal toko. Vivi mengancam akan memecat Naya kalau dalam kurun waktu dua bulan, dia tidak berubah. Sedangkan, Naya. Tetap dengan pendiriannya, ingin mengelola dua bisnis sekaligus. Aku jadi pusing dibuatnya. Aku hanya pasrah. Mereka sudah dewasa, dan aku sudah ibu-ibu dengan dua orang anak yang tidak ada waktu untuk memikirkan hal remeh temeh seperti itu. Contohnya sekarang, tepat satu tahun hari kelahiran Ruby, anak pertama ku bersama Abi. Aku dan Abi sepakat untuk merayakan pesta ulang tahun. Aku punya ide agar pestanya dirayakan saja di rumah, sedangkan Abi ingin pestanya dirayakan di sebuah tempat makan cepat saji. Ayolah, anakku baru satu tahun. Dia tidak punya banyak teman, selain tetangga kami di rumah dan ibu-ibu murid di sekolah Rey. "Anakmu itu tampan dan cantik dalam satu wajah, An." Tandanya. "Jadi aku sering lupa." Aku berdecak sebal. "Kalau tema under sea? Bagaimana?" "Baby shark?" Naya tanya balik. "Ya, biru-biru laut gitu." "Cocok, bagus. Kapan bisa didekor?" "Lusa, acaranya kan 3 hari lagi." "Oke." *** Dekorasi yang dibuat Naya dan timnya sangat estetik, dengan tema under sea. Kalau kata Naya namanya tema baby shark. Warna biru bawah laut. Aku, Abi, Rey dan Ben memakai baju warna biru. Senada dengan tema saat ini. Kue ulang tahunnya pun berhias baby shark, dengan krim warna biru. Tidak banyak yang diundang dalam acara ini. Hanya kerabat dekat dan keluarga. Aku sengaja menyewa stand makanan, karena terlalu repot kalau harus masak sendiri. Pesta kecil-kecilan ini diadakan di belakang pekarangan rumah yang lumayan luas. Cukup untuk pesta ulang tahun anak-anak yang sederhana. Pembawa acaranya pun tidak menyewa yang profesional. Bang Arsen bersedia menjadi pembawa acara dalam acara ini. Yang lebih mencengangkan lagi, dia memakai kostum hiu. Astaga pria itu makin gila saja tingkahnya. Kurasa dia begitu karena gagal memenangkan hati Nessa. Gadis itu, telah dijodohkan dengan pria ningrat keturunan keluarga keraton Solo. Kalau orang normal mengatakan gejala yang dialami bang Arsen, adalah gejala patah hati. Tapi aku tidak yakin pria itu mengenal apa arti patah hati. Saatnya tiup lilin. Aku yang mengenakan celana span warna putih, serta atasan slivless warna biru, serta Abi yang mengenakan kemeja biru laut dipadukan dengan celana bogo pendek, berdiri di belakang meja kue. Aku mengendong Ruby, dan Rey digandeng oleh Abi. "Oke, Ruby, saatnya kita untuk tiup lilinnya." Bng Arsen berbicara dengan lantang. "Ayok, bundanya tolong dibantu ya. Dan teman-teman yang ada di sini, kita nyanyikan lagu selamat ulang tahun bersama-sama." Bang Arsen mengangkat mic ke arah tamu yang melingkari kami. "Satu.. Dua.. Tiga." Kemudian semuanya menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan lantang. Aku menggiring kedua tangan Ruby untuk bertepuk tangan sambil bernyanyi. Sedangkan anak ini hanya tertawa saja. Sampai akhirnya lilin pun ditiup oleh Ruby, dibantu olehku dan Abi, serta Rey. Setelahnya, para tamu menikmati hidangan yang telah dihidangkan. *** "Sebenarnya, aku mengenal Sera sebagai teman yang baik. Dia sangat sempurna di mataku. Aku banyak belajar darinya." Aku dan Sha sedang berada di pendopo. Jaraknya agak jauh dari perayaan ulang tahun. Ruby sedang digendong oleh ibu mertuaku. Dan Rey bersama dengan para sahabatku. "Dia sama sekali tidak terlihat seperti memiliki gangguan mental." Sha menghela napas. "Aku sangat terkejut saat mendengar kalau Sera memiliki bipolar disorder. Dan melakukan semua kejahatan itu padamu." Menurut kabar yang aku dengar, Sera sudah pergi meninggalkan Jakarta. Dia kembali ke Paris, untuk melanjutkan hidupnya. Sebenarnya setelah aku mengetahui segala alasan yang dia miliki, kenapa dia melakukan ini semua, aku menjadi kasihan padanya. Dendamnya kepada Ben, dan penyesalannya yang meninggalkan pria tulus seperti Abi, membuat dia melakukan hal nekad seperti itu. Dan aku, yang menjadi sasarannya. "Aku tahu, dia pasti punya sisi baik. Keadaan yang membuatnya menjadi manusia yang jahat." Ucapku. Sambil menerawang jauh ke depan. Kembali meniti balik kejadian satu tahun kemarin. "Keputusannya untuk kembali ke Paris, menurutku memang tepat." Kata Sha. "Rencananya, minggu depan aku akan mengunjunginya." Aku menoleh pada Sha. Sha ini jenis teman yang memang jarang untuk berkumpul, tapi dia akan selalu ada jika kita dalam keadaan paling sulit dalam hidup. Menurutku, Sera adalah wanita beruntung karena memiliki teman seperti Sha. "Jadilah teman yang baik untuknya. Dia hanya merasa kesepian, dan butuh teman yang bisa memaklumi keadaannya." Ada hening yang panjang. Aku menundukan kepala. Aku tahu ini keputusan yang sangat besar. Tapi, harus aku lakukan demi kemanusiaan. "Katakan padanya, dia bisa menemui Rey kapanpun dia mau." Dengan cepat, Sha memusatkan tatapannya padaku. Dia nampak terkejut. Jelas terlihat dari raut wajahnya. "Kau yakin?" tanyanya. Aku tersenyum, sebelum berkata. "Ya," jawabku. "Asalkan, dia memang telah siap secara mental." "Aku tahu, aku akan bantu dia untuk berdamai dengan dirinya sendiri." Ya, kuharap seperti itu. Aku tidak ingin lagi keadaan semakin sulit. Bukan untukku, tapi untuk masa depan Rey. Lambat laun anak itu akan tumbuh menjadi dewasa. Aku tidak ingin, setelah dia besar nanti, dia mendengar kisah hidupnya dari orang lain. Aku ingin dia mendengar kebenaran tentang hidupnya, dari keluarganya sendiri. Dariku, Abi, Ben, dan juga Sera. Walau bagaimanapun, aku tidak ingin memisahkan seorang ibu dan anak. Tiba-tiba Sha memegang tanganku. Aku terlonjak, lalu menatapnya. Lalu, dia memajukan dagunya ke arah depan. "Abi sedang bersama siapa?" tanyanya. Otomatis aku mengikuti arah pandang Sha. Di dekat pintu keluar pekarangan rumah ini, Abi berdiri bersama dengan seorang perempuan rambut panjang, terlibat dalam dialog yang sepertinya seru. Karena mereka terlihat tertawa bersama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD