TIDAK ada yang bisa kulakukan selain hanya meremas-remas jemari dan berdoa pada Yang Maha Kuasa agar di mana pun Rey berada semoga dia baik-baik saja.
Jas hitam yang dipakai Abi sudah ditanggalkannya entah di mana. Kemeja putihnya pun sudah keluar dari celana bahannya. Penampilannya saat ini sudah cukup berantakan. Aku juga tidak melihat dasinya yang tadi siang masih bertengger di kemejanya.
Aku masih merasakan kedua bahuku diremas oleh Nessa berkali-kali. Tangan dinginku pun digenggam oleh Vivi. Di ruang ini, di kantor polisi ini, keadaan justru semakin mencekam. Ini semua salahku, kan?
"Apa Rey tidak bicara apapun padamu sebelum dia menghilang?"
Pertanyaan itu sudah dilontarkan Abi untuk ke tiga kalinya dan jawabannya tetap sama. Rey tidak bilang apapun padaku.
Aku hanya menggeleng lemah tidak berani menatap Abi lebih lama. Berkali-kali mataku terus memeriksa jam dinding. Sudah pukul 8 malam tapi belum ada kabar apapun soal perkembangan Rey.
"Nes, aku takut."
Aku tahu Nessa pun tidak bisa membantu. Dengan rasa kepeduliannya yang tinggi, gadis ini memelukku memberikan ketenangan. Paling tidak dengan pelukan yang menenangkan sedikit membantu.
"Aku tidak yakin Rey benar-benar menghilang. Dia pasti ada di suatu tempat."
Nessa mencoba menyemangati dengan meyakinkanku padahal nada bicara terdengar cemas.
Merry Jane
Di dalam suasana ketakutan bisa-bisanya aku mendengar suara Peter Parker memanggil kekasihnya. Reflek kepalaku mencari sumber suara. Mataku terpaku melihat ke layar televisi yang ternyata sedang menyiarkan spiderman 2. Aku terus melihat pada televisi yang mempertontonkan adegan demi adegan di dalam film tersebut. Kemudian sesuatu hal tiba-tiba mengganggu pikiranku.
Spiderman tidak suka ditinggal sendirian.
Spiderman akan menangis jika aku meninggalkannya sendirian.
Sebuah ingatan datang padaku, mendesak masuk ke dalam otakku. Ingatan itu pun mampu menyumbat air mata yang sejak tadi tidak bisa kutahan. Spiderman. Rey.
Aku ingin terbang dan memanjat gedung tinggi bersama spiderman.
Gedung tinggi. Terbang.
Dalam pergulatan beberapa rangkaian ingatan yang seakan bertarung di dalam otakku satu persatu membentuk susunan adegan yang rapi, memperlihatkan ingatan yang jelas dan membuatku tersadar akan hal itu.
"Aku tahu, Rey ada di mana."
Semua orang langsung menoleh ke arahku. Aku menatap Abi penuh keyakinan. Tanganku otomatis memegang lengan Abi dan membawanya lari bersamaku. Tanpa menunggu penjelasan dariku, Abi mengikutiku keluar dari kantor polisi dan sebelum itu Abi memberi peringatan kepada semua orang untuk tetap tenang.
Tidak ada yang berbicara di dalam mobil selama perjalanan kami dari kantor polisi menuju BBC bank. Setelah kuberitahu bahwa kami -aku dan Abi- harus ke mana, pria itu langsung menekan pedal gas sekuat yang dia bisa. Aku juga sudah tidak memedulikan spidometer yang nyaris mencapai angka maksimal. Yang ada di pikiranku saat ini adalah Rey.
Sekilas kulihat jam tanganku menunjukan pukul 9 malam ketika kami sampai di BBC bank. Gedung tinggi ini berlantai 50. Terlihat sepi dan beberapa ruangan gelap karena lampu dimatikan. Dengan terburu-buru aku dan Abi berlari menuju sebuah lift yang akan mengantar kami ke lantai paling atas. Keringat dingin sudah mengucur sejak tadi.
"Tolong buat Rey baik-baik saja."
Kalimat itu lolos dari bibirku. Aku memejamkan mata sambil meremas jemariku. Seketika aku tersentak saat aku merasakan sebuah sentuhan hangat menjalar di seluruh tanganku. Aku menelan ludah saat kutahu bahwa itu adalah milik Abi.
Otakku tidak bisa memerintahkan untuk mengelak atau apa. Sentuhan tangannya digenggamanku cukup memberikan ketenangan. Perlahan sentuhan itu berubah menjadi sebuah genggaman erat dan sebelah tanganku di bawanya ke dalam remasan tangannya yang seakan melindungi. Jemari kami bertautan dengan begitu pas. Disaat seperti ini bisa-bisanya jantungku berdetak aneh.
"Rey, akan baik-baik saja."
Bahkan bisikan suaranya di telingaku membuat hatiku menghangat. Membuat aku merasa terlindungi.
***
Kami berada di lantai paling atas di depan pintu besi yang terkunci, yang menghubungkan kami ke atap gedung ini. Aku yakin Rey ada di sana. Mungkin sedang ketakutan atau apa. Rey ingin terbang, Rey ingin memanjat gedung tinggi bersama spiderman.
"Kau yakin Rey ada di dalam sana?"
"Aku yakin Rey ada di sana." Tapi Abi terlihat tidak yakin. "Buka saja pintunya."
Abi menghela napas memandang pintu besi yang terkunci. Kemudian dalam hati aku mengumpat kenapa para polisi itu tidak ikut saja bersama kami. Abi mundur beberapa langkah lalu memberiku instruksi agar ikut menjauh darinya. Aku tahu apa yang akan dilakukan Abi. Dia pikir dia sekuat apa. Kalau aku pergi bersama pasukan swat semuanya akan jadi mudah. Mereka tidak akan melakukan perusakan pada pintu ini. Mereka akan melakukannya dengan baik. Mereka akan-
Bruukkkk
Pintu besi itu terbuka lebar dengan sekali hentakan yang dilakukan oleh Abi dengan tendangannya. Wajahku sukses melongo menatap pintu besi yang terbuka lebar.
"Aku atlet karate sabuk hitam."
Katanya memberi jawaban dari pertanyaan yang jelas tergambar dari raut wajahku sebelum kami masuk ke dalam. Aku berdecak kagum lalu mengusir bayangan masa lalu yang melintas secara tiba-tiba. Mungkin kalau Abi mau, dia bisa membalas tonjokanku.
Ketika aku dan Abi telah berada di lantai paling atas gedung ini, segera aku mencari keberadaan Rey. Di atas gedung ini aku bisa melihat seluruh kota Jakarta dengan lampu-lampu temaran dan tentu saja angin dingin tidak absen menyentuh kulit.
"Rey!"
Suara Abi membahana. Aku berlarian mencari Rey yang tidak kutemukan wujudnya. Aku sudah putus asa jika Rey tidak ada di atas gedung ini. Dan jika memang benar Rey tidak ada di atas gedung ini, gedung tinggi mana lagi yang harus kudatangi. Tapi tunggu.. dibalik tembok itu seperti ada sesuatu. Dengan cepat aku memeriksa siapa tahu itu Rey.
"Rey!!"
Itu Rey. Terduduk memeluk kedua lututnya sambil menangis. Miniatur spiderman nya masih erat berada di genggamannya.
"Yang mulia ratu!!"
Begitu dia melihatku, dia langsung menghambur ke dalam pelukanku. Akhirnya.. akhirnya bocah nakal ini bisa ditemukan.
"Rey, kau baik-baik saja? Hah? Apa ada yang terluka? Bilang pada yang mulia ratu."
Aku memeriksa setiap jengkal tubuhnya. Mungkin saja dia terjatuh.
"Yang mulia ratu kemana saja? Aku sudah bilang, spiderman akan menangis jika ditinggal sendiri."
Anak bodoh. Kau yang ke mana saja.
"Rey!!"
Abi datang dengan napas terengah-engah lalu memeluk tubuh ringkih Rey. Aku dan Abi terkelepar bersimpuh di tanah. Aku bernapas lega melihat kedua makhluk menyusahkan ini akhirnya bertemu kembali. Terima kasih.
Tanganku mengusap rambut Rey, lembut. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku terbang dan memanjat gedung tinggi bersama spiderman."
Suaranya yang biasa lantang kini serak dan lemah. Aku memejamkan mata sejenak. Kemudian merengkuh tubuh Rey.
"Kau boleh terbang dan memanjat gedung tinggi, tapi ingat, harus beritahu yang mulia ratu. Jangan pernah pergi sendiri."
"Kenapa?"
Aku berdecak. "Karena yang mulia ratu ingin ikut."
Kudengar Abi tertawa kecil. Dan aku mendelik ke arahnya. Apa dia tidak tahu ini salah satu cara membujuk anak.
"Tidak!" Kata Abi tegas. "Rey tidak boleh terbang dan memanjat gedung. Ayah tidak mengijinkanmu untuk pergi ke mana mana sendirian. Ingat apa kata Ayah, seorang prajurit tidak pernah membantah."
Ya ya ya terserah. Kau ayahnya. Yang penting Rey sudah kembali.