Aku diam menatapnya nyalang. Aku tidak punya bukti apa-apa selama ini. Lagipula selama ini aku hanya mendengar cerita dari Abi. Jadi, aku tidak tahu apakah selama ini pria itu berkata benar atau tidak.
Tapi dalam belenggu kebingungan, sang penyelamat datang.
"Semua buktinya ada di sini."
Kami semua berbalik pada sumber suara. Aku terkejut melihat Abi, Ben, Hafidz, dan juga Fay ada di sana. Mereka berjalan bersama dengan dagu yang diangkat ke atas bak kelompok pemberantas kejahatan. Aku tersenyum lebar karena sebentar lagi kebenaran akan segera terungkap. Tapi baru saja Fay merusak adegan keren barusan, dengan keseleo oleh stilletonya.
"Semua bukti, ada di sini." Ucap Hafidz mengangkat tas hitam ke udara. Kemudian dia membuka kaca mata hitamnya. Walau aku bertanya-tanya untuk apa dia memakai kaca mata tersebut di dalam ruangan.
Orang-orang di sini tersedot seluruh perhatiannya. Mereka mulai berisik kembali. Fay berjalan mendekat padaku, berdiri disampingku seolah sedang memberikan kekuatan padaku.
Kemudian entah dari mana Abi dan Ben mendorong sebuah meja ke hadapan Hafidz. Dan pria tambun itu menaruh tas jinjing hitam ke atas meja. Membuka resleting nya dan mengeluarkan isinya. Ternyata laptop.
Hafidz mengotak-atik laptopnya. Lalu Abi dan Ben mengambil posisi masing-masing di samping Hafidz. Seolah mereka kelompok mahasiswa yang sedang presentasi di depan kelas.
"Kita akan buktikan kalau wanita manis di depan sana yang bernama Lusiana, bukanlah perebut suami orang." Astaga! Kenapa harus ada kata manis di sana. Aku menepik keningku saat Hafidz berkelakar.
Hafidz mengangkat tangannya ke depan wajah Abi.
"Aku berani bersaksi kalau berita diluar sana, semuanya bohong." Abi bersuara. "Aku memang pernah menikah dengan dia. Tapi itu karena membantunya keluar dari sebuah masalah yang dia hadapi. Setelah dia melahirkan anaknya, dia pergi yang aku juga tidak tahu ke mana. Dan dia memintaku untuk menyembunyikan keberadaannya, mengatakan kepada semua orang kalau dia sudah meninggal. Bahkan dia membuat kuburannya sendiri. Agar semuanya percaya. Selama 6 tahun, tidak pernah ada kabar darinya. Aku membesarkan anaknya, sendiri."
Sera, telah menggali lubang kuburnya sendiri. Seharusnya semua orang jangan pernah tahu kisah kelamnya di masa lalu. Tapi dia sendiri yang membuat cerita pahit itu muncul ke permukaan. Dan membiarkan semua orang mengetahuinya.
"Dan soal video serta foto-foto yang santer di media sosial, jelas itu dibuat-buat." Lanjut Abi.
"Kami ada bukti video yang asli." Ucap Hafidz.
"Mana buktinya?" Kelakar salah satu pengunjung yang mengerubungi kami.
"Oke," Hafidz menganggukan kepala. "Lihat media sosial kalian." Senyum Hafidz mengembang penuh kemenangan.
Lalu aku memeriksa ponselku. Bukan hanya aku saja, semua yang ada di sini juga membuka ponselnya. Entah bagaimana caranya, ketika aku membuka aplikasi i********:, langsung muncul sebuah video diriku yang kemarin beredar. Tapi versi aslinya.
Gila! Hafidz keren banget.
Mungkin kalau dilihat secara kasat mata, aku, memang seperti perebit suami orang, tapi jika mendengar percakapan kami, semua yang ada dalam video itu tergambar jelas.
Semua orang berkasak-kusuk membicarakan video yang baru saja tersebar. Ada satu video yang membuat aku menyadari kalau apa yang aku lihat pada hari itu, hanya salah paham. Semua telah diatur oleh wanita itu. Sehingga kami memiliki persepsi yang salah.
Kukira saat Abi mencium kening Sera pada hari itu, adalah bentuk kasih sayang Abi terhadap Sera. Tapi nyatanya itu adalah sebuah aksi ancaman. Sera memaksa Abi melakukannya dengan mengancam pria itu, kalau dia akan mecelakaiku. Hebat! Dia memang pemain drama paling keren yang pernah ada.
Tapi pada video yang beredar, percakapan mereka menjadi Abi meminta maaf pada Sera karena telah melakukan perselingkuhan denganku. Angle yang dibuat juga sengaja dari jarak jauh, agar orang-orang tidak fokus kepada gerakan bibir mereka.
Skenario yang wanita itu buat patut diacungi jempol. Dia pasti memiliki orang-orang yang kompeten di belakangnya
"Ada satu hal yang harus kalian tahu." Ben membisukan riuhnya suara orang-orang di sini. "Seharusnya aku tidak mengatakan hal ini, karena menyangkut privasi seseorang. Tapi, karena keadaannya sedang kacau balau, maka aku harus katakan yang sebenarnya."
Ben menyedot seluruh perhatian semua orang, termasuk aku. Aku menatap Ben dengan seksama.
"Aku tahu ini kesalahan besar dan berisiko. Semoga apa yang aku lakukan bisa menyelamatkan hal baik bagi seseorang." Ben berdiri tegak. Tangannya berada di depan tubuhnya. "Anak yang dimaksud oleh wanita ini, adalah anak kami. Kami pernah melakukan kesalahan, dan seharusnya aku yang menikahinya. Tapi, aku melarikan diri. Membuat orang lain, yang harus menanggung apa yang menjadi kewajibanku." Ben mengeluarkan secarik kertas dari dalam tas hitam yang Hafidz pegang tadi. "Ini hasil tes DNA antara aku dan anak itu. Hasilnya adalah, aku sebagai ayah biologisnya." Ben membentangkan secarik kertas ke udara sekilas setelah itu, memasukannya lagi ke dalam tas. "Maaf, aku tidak bisa memperlihatkan pada kalian. Aku menjaga privasi anak itu."
Apa aku bilang, tamatlah riwayat Sera hari ini. Semua kebenaran itu terungkap dengan sendirinya.
"Wanita ini," Fay menunjukkan tekunjuknya pada Sera. "Selama ini dia kabur ke Paris. Selama 6 tahun dia ada di sana sebagai seorang designer." Ungkap Fay lantang. "Aku punya bukti kalau ucapanku benar."
Fay menyeringai, kemudian dia menghubungi seseorang lewat ponselnya.
"Masuk." Hanya itu yang Fay katakan.
Selang beberapa detik kemudian, ada yang membuka pintu kaca butik Sera. Dan orang yang muncul dari luar adalah Christian.
Kejutan apalagi ini?
Kulihat Vivi tersenyum penuh kemenangan. Kemudian mendekat padaku. Dan merangkul pundakku.
Calon suami Vivi dengan setelan jas hitam, celana hitam dan sepatu hitam mengilat berjalan ke arah kami, dengan empat pengawal di belakangnya. Kemudian pria dengan brewok tipis dan rahang yang tegas, membuka kaca mata hitamnya, lalu memasukannya ke kantung jasnya di bagian dalam.
"Hallo, Sera." Suara berat Christian memecah keheningan. Hanya dalam satu kalimat sapaan, aku melihat Sera mengejang di tempat. Kedua matanya melebar sempurna. "Senang bisa bertemu denganmu lagi, setelah bertahun-tahun."
"Kau.. " Kudengar Sera berdesis. Wajahnya memerah. Kedua tangannya masih mengepal di sisi tubuhnya.
Setelah dia dibungkam oleh fakta-fakta yang terlontar barusan, hanya satu kata yang bisa wanita itu ucapkan. Tubuhnya nyaris limbung. Lalu seorang pelayan berseragam balzer coklat dan rok span warna coklat, memegangi Sera. Aku jadi penasaran siapa sosok Christian sebenarnya. Kenapa Sera begitu syok melihat Christian.
Vivi mencengkeram kedua pundakku, saat Christian mendekati Sera, dan menyisakan jarak sejengkak diantara mereka. Aku meringis kesakitan, tapi Vivi tidak menyadari itu, karena dia tidak langsung melepas cengkeraman nya.
"Dia.. Siapa, Vi?" Tanyaku dengan suara setelah mungkin.
"Christian." Jawab Fay cepat. "Calon suami Vivi. Masa kau lupa." Fay mencibir. Dia sama sekali tidak tahu maksud pertanyaanku.
"Maksudku, apa hubungannya Christian dengan Sera? Kenapa dia ada di sini?"
Fay tertawa kecil. "Sabar, Darl. Sebentar lagi kau akan tahu, siapa Sera sebenarnya."