I know this moment

1111 Words
Mendadak aku langsung beranjak dari tempat duduk saat dengan cepat Vivi di dorong Abi ke dinding. Aku tahu itu pasti sakit, karena ringisan yang tercetak jelas di wajah Vivi. Tapi, sebelum Abi melayangkan bogem mentahnya, dia sudah lebih dulu tersungkur ke ubin putih rumah sakit dengan mengenaskan. Empat body guard Vivi dengan sigap langsung menghajar Abi. Tubuh Abi terjungkal ke belakang, menabrak dinding, dengan dua orang body guard membopong tubuh Abi agar berdiri, lalu bisa aku tahu apa yang terjadi selanjutnya. Dua orangnya lagi berdiri di depan Abi siap untuk menghujai Abi dengan berbagai macan pukulan. "Stop!" Vivi berteriak. Lalu kaki body guard tersebut terhenti di udara. Empat body guard itu kembali berbaris meninggalkan tubuh Abi yang kembali merosot ke lantai. "Kalian tidak perlu melakukannya. Aku baik-baik saja. Kembali ke tempat kalian." Bak pasukan pengibar bendera, mereja kembali ke tempat dan berbaris rapi seperti semula. Perlahan aku mendekat pada Abi bermaksud untuk membantunya berdiri. Tapi rupanya pria itu masih punya tenaga untuk menopang dirinya sendiri, hingga bisa bertumpu pada kedua kakinya yang mulai lunglai. "Im okay," ucap Vivi di hadapan Abi yang sedang mengusap hidungnya yang berdarah. Itu pasti sakit. "Aku tahu kenapa kau bersikap seperti ini padaku." "Kau membuat hidup Ana jadi berantakan." Suara Abi menggeram. Dan aku terkesiap. Jadi, dia melakukan itu untukku? "Aku minta maaf," ucap Vivi dengan helaan napas. "Aku salah, aku tahu. Dan kedatanganku ke sini adalah untuk menebus semuanya. Termasuk mengembalikan restauran milik Ana, oke." Abi melirikku sebentar sebelum dia kembali bicara. "Semua sudah tak bersisa, Vi. Bagaimana caranya kau mengembalikan semuanya?" "Aku bisa mengembalikan semuanya dengan uangku." Vivi menatapku, dan Abi bergantian. Memberikan tatapan meyakinkan. "Maka dari itu, aku datang ke sini, untuk memastikan semuanya. Memastikan bahwa orang yang meminjamkan aku uang, dan menerima semua sertifikat restauran Ana, masih hidup." Kali ini Abi mengernyit bingung. Ya, dia masih tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. "Yang menawarkan pinjaman kepada Vivi itu, Sera." Tiba-tiba aku berkata. Abi terkesiap menatapku. "Sera yang menawarkan meminjamkan uang pada Vivi dengan jaminan restauranku, melalui seseorang, Bi." Aku meneguk ludah yang terasa pahit. "Dia tahu kalau Vivi tidak mampu membayar semua hutangnya. Itu caranya untuk membuat aku kehilangan segalanya." "Aku tidak mengerti." Abi menggeleng lemah. "Sera sengaja ingin menyingkirkan Ana karena dia tahu, kalau Ana adalah penghalang baginya, untuk bersatunya dia dengan kau." Kami semua serempak menoleh pada sumber suara. Derap langkah stilleto yang membentur ubin jelas terdengar di lorong rumah sakit yang sepi. Suara yang menggelegar itu keluarnya dari mulut Fay, yang tiba-tiba saja muncul seperti datang dari dalam pintu Doraemon. Fay, berjalan bak model di catwalk dengan anggun dan berwibawa. Satu tangannya menenteng tas tangan yang mengayun saat dia berjalan. Dan satunya lagi memegang cup minuman yang sedang dia hisap, kemudian entah kenapa memberikan cup minuman itu kepada salah satu bodyguard yang sedang berbaris rapi, saat Fay melewati mereka. "Minum," ucap Fay pada bodyguard yang menangkap cup minumannya. "Ini bukan less sugar, badanku bisa bengkak kalau aku menghabiskannya." Aku menatap jengah pada Fay. Jelas-jelas isinya sudah kosong melompong, yang tersisa hanya tinggal es batunya saja. Setelah itu dia kembali berjalan angkuh, Lalu berhenti tepat di samping Vivi dengan dagu yang diangkat ke atas. "Vivi," Fay menaruh sebelah lengannya di pundak Vivi dengan santai. Karena Fay jauh lebih tinggi dari Vivi. "Tidak akan pernah menjaminkan restauran Ana, dan memalsukan tanda tangan Ana, kalau bukan tipu muslihat dari Sera, is.tri.mu." Wajah Fay yang songong menatap Abi sepenuhnya. Dia memang terlampau percaya diri dan badas. "Apa sebutannya, Sha?" Fay menoleh pada Sha yang sejak tadi terperangah melihat setiap kejadian di depan matanya. "Cinta buta." Ucap Fay dengan seringainya. Dan aku tahu, dia pasti juga menyindir Sha. "Ya, cinta buta yang dimiliki Sera padamu, sudah menghancurkan mimpi dan hidup sahabatku. So, yang sudah sepantasnya bertanggung jawab atas semua ini, adalah.. Kau!" ujung jari Fay ditaruh satu sentimeter di depan wajah Abi. Kemudian menyunggingkan ujung bibirnya, sambil menatap Abi dengan tatapan tajam. Mata Abi perlahan melirik telunjuk Fay yang ada di depan wajahnya, membuat dia nyaris juling. Lalu Abi memundurkan tubuhnya ke belakang. "Aku sudah sewa pengacara untuk membela Ana di pengadilan nanti." Kata Fay. "Dan, siap-siap saja untuk masuk bui setelah istrimu sembuh." Pidato Fay ditutup dengan senyuman manis mematikan khas seorang Fayza. Aku bahkan tidak tahu kalau Fay sewa pengacara untukku. "Tapi, kau harus tetap bayar hutangmu, Vi." Ucap Fay cepat pada Vivi. "Aku menuntut Sera dengan kasus pemalsuan dokumen, dan pencemaran nama baik." Vivi mengangguk takut-takut. Dan aku mengusap wajah kasar. Dan Sha yang mendekat padaku seolah minta jawaban. Semua orang di sini terkejut dengan kedatangan Fay dan apa yang dikatakannya. *** Sera harus dirawat di rumah sakit. Pergelangan kakinya terkilir, serta tangan kiri bagian dalam ada luka robek yang cukup dalam. Lalu Rey. Anak itu bahkan belum sadarkan diri. Dokter bilang, ada benturan keras di kepalanya. Sekujur tubuhnya dihiasi luka-luka gesekan dari ranting-ranting pohon. Mata kanannya juga bengkak. Anak itu sudah sangat mengenaskan. Abi sedang berada di bagian administrasi, untuk menyelesaikan urusan keuangan. Serta mengurus ruang kamar inap untuk Sera. Dia menjadi wali untuk Sera. Ya, tentu saja. Pria itu masih tercatat sebagai suaminya. Setelah menunggu lama, akhirnya proses administrasi untuk ruang rawat inap Sera sudah selesai. Wanita itu sudah masuk ruang vip. Setelah dokter mengatakan kalau jam jenguk ICU sudah habis, aku berniat untuk melihat keadaan Sera. Vivi pun akan ikut, untuk membicarakan masalah utang piutangnya. Tapi, aku mencegahnya. Bukan apa-apa. Sera sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membicarakan ini. "Tapi aku hanya ingin semuanya cepat selesai, An." Nada bicara Vivi menggebu-gebu. Dia memegangi tempurung kepalanya seolah mau pecah. "Ya, Vivi benar. Semua harus cepat diselesaikan." Timpal Fay. "Sebaiknya, tunggu Sera sehat dulu." Sha ikut berbicara. Dia masih bersama kami. "Sebagai orang terdekat Sera, pasti akan membelanya." Aku melirik Fay was-was karena nada sinis sudah keluar dari mulut Fay. "Aku bukan membela siapa-siapa. Aku hanya ingin situasinya lebih kondusif saja." Sha tak kalah menatap Fay dengan garang. Kapan sih mereka tidak selalu dalam situasi adu argumen. "Oke, karena di sini aku yang dirugikan, maka dari itu aku memutuskan untuk menunggu sampai kondisi wanita itu pulih kembali." Ucapku pada akhirnya. Karena tidak ingin lagi mendengar acara debat kusir antara mereka bertiga. "Lalu, uangnya bagimana?" tanya Vivi jengkel. "Lagipula kenapa sih, kau bawa uang cash sebanyak itu? Tidak tahu di negara ini banyak maling." Serang Fay. "Kalau kau di begal di tengah jalan, lalu uangnya raib? Bagaimana? Kau tidak bisa bayar utangmu, dan restauran Ana tidak akan kembali. Seharusnya kau pakai otak cerdasmu itu, Vi." Lanjut Fay serta merta, dengan telunjuknya diketuk-ketukan di kepalanya. Aku memejamkan mata merasa luar biasa lelah. Kepalaku terasa mau pecah melihat para sahabatku yang tidak bisa menempatkan diri di mana mereka sekarang berada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD