Because I'm stupid 2

1103 Words
"Apa?" aku mendapatkan suara normalku kembali. Kurasa, Abi mulai mengada-ngada. "Itu, 'kan hampir satu tahun yang lalu." Gumamku. "Ya, memang." "Tapi, aku tidak merasa tebar pesona padamu. Tahu kau bekerja di sana saja, tidak." "Tapi kenyataannya, kenapa aku bisa terpesona oleh sosokmu yang setiap hari berkeliaran di BBC Bank, membuat aku kehilangan konsentrasiku dalam bekerja, kalau kau tidak tebar pesona padaku?" Dia ini cepat sekali mengubah sifat. Dasar bunglon. "Aku tidak pernah merasa tebar pesona padamu atau pada siapapun di BBC Bank. Jadi, kalau kau jatuh cinta padaku, jangan salahkan aku." Dia tertawa melihat aku mencak-mencak. "Begini nih, risiko punya muka cantik." Ya, sekali-kali belajar percaya diri tidak dosa, kan. "Terus kalau dari dulu kau sudah jatuh cinta, kenapa baru sekarang mengatakannya?" "Aku tidak berani menyapamu saat itu. Apalagi saat aku mendengar desas-desus orang-orang kantor yang mengatakan, bahwa kau sudah punya tunangan. Dari situ aku merasa bahwa aku sudah tidak punya jalan lain lagi. Aku sudah patah hati sebelum memulai." Aku mengulum senyum dan dia melotot ke arahku. "Tapi, ketika sore itu, saat pertama kalinya kau menyapaku dan menghadiahkan aku dengan pukulan di wajahku, aku mulai berpikir bahwa akan sangat menarik jika aku masuk ke kehidupanmu." Otakku langsung berputar ke kejadian memalukan itu. "Dan ternyata memang menarik. Sangat menarik sehingga aku mendapat kekecewaan untuk yang kedua kalinya." Wajahnya berubah sendu. Nah, kan sudah aku bilang dia itu bunglon. "Jika aku tahu bahwa tunanganmu adalah Benandra Anindito, aku tidak akan pernah mendekatimu." Abi menarik napas, sementara aku reflek menahan napas sambil menggigit bibir bagian dalam. "Tapi, tidak lucu rasanya kalau aku tiba-tiba menghilang dari hidupmu." Tanganku tiba-tiba digenggam olehnya. "Kau tahu, aku punya masa lalu yang tidak baik dengan Ben. Kami pernah mencintai wanita yang sama dan harus berakhir dengan aku patah hati. Dan untuk kedua kalinya, ini terjadi. Aku dan Ben mencintai wanita yang sama. Lagi." Abi menekan kata 'lagi' dengan sangat kesal. "Dan apa aku lagi yang harus mengalah?" Intensitas genggamannya di tanganku mulai kuat. Aku menelan ludah susah payah. "Setelah aku harus mulai merelakan Rey untuk Ben, apa aku juga harus merelakan dirimu untuk Ben?" Aku tidak tahu, Bi. Kenapa jadi rumit begini. Kenapa Abi dan Ben harus berteman. Kenapa Abi dan Ben punya masa lalu yang kelam. Kenapa aku harus bertemu dengan Ben terlebih dahulu. "Maaf..." aku menggigit bibir bawahku. "Maaf Bi.." Dia diam. Aku juga diam. Hanya terdengar napasnya yang berembus kasar. Dia mulai melepas genggamannya kemudian ganti memijat keningnya oleh telapak tangan. Aku menatapnya dengan ngeri. "Beri aku waktu 30 hari." Dengan cepat tanganku ditangkap oleh Abi secara tiba-tiba, membuat aku terkejut. Kenapa 30 hari. "Atau sampai Ben pulang." Manik matanya memandang ke bola mataku. Hatiku seakan diremas saat aku menyadari tatapannya penuh harap. "Biarkan aku bersamamu sebelum kau resmi menjadi milik Ben seutuhnya. Setelah itu, aku akan berhenti menunjukan perasaanku padamu dan membiarkanmu bahagia dengan caramu sendiri." Bisa kurasakan genggamannya di tanganku semakin kencang. Perlahan dia membawa tanganku ke bibirnya, mencium punggung tanganku lama sekali. Aku diam menatapnya melakukan hal tersebut. Aku tidak tahu harus apa dan bagaimana. "Ana, kumohon jawab aku. Hanya sampai Ben pulang." Aku menghela napas, lalu tercenung menatap lantai. Aku akan bersama Abi sampai Ben pulang dan itu artinya kurang dari 30 hari. Apa yang akan kami lakukan dalam waktu 30 hari? Apakah ini akan seperti acara varity show we got married yang diadakan di Korea? Menikah kemudian bercerai. "30 hari." Gumamku tiba-tiba tanpa sadar. Abi menengadah, raut wajahnya perlahan berubah cerah. Aku mulai menatapnya dengan yakin sebelum berkata."30 hari dari sekarang sampai hari pernikahanku tiba." Senyumnya tercetak jelas, tapi sebelum aku bisa lebih lama menikmatinya tubuhku sudah berada di pelukannya. Aku membenamkan wajahku di bahunya, memejamkan mataku dan diam-diam berharap bukan hanya 30 hari. Tapi, bisakah kami selamanya seperti ini? Flashback off *** "What?!" suara Fay melengking memekakan telinga."Oh.. my God.." Kemudian dia tertawa tidak percaya. "Aku yakin dengan seperti ini segalanya akan tambah rumit. Semuanya akan lebih berat, An." "Tapi, apa yang bisa aku lakukan, Fay? Aku.. aku hanya perlu melakukan sesuatu untuk Abi sebelum aku menikah. Anggap saja ini adalah sebuah pesta lajang sebelum aku hilang keperawanan." "Pesta lajang my ass." Umpatnya penuh rasa dengki. "Aku akan baik-baik saja, Fay." "Siapa yang akan bisa menjamin tidak akan terjadi apa-apa dalam waktu 30 hari?" "Kami sudah melewatkan 10 hari bersama, tapi tidak ada hal aneh yang terjadi. Semuanya biasa saja." "Tidak terjadi apa-apa katamu?" dia menatapku seakan sedang meremehkan. "Di dalam sini," telunjuk Fay menekan dadanya berkali-kali. "Juga baik-baik saja?" *** Sepertinya memang tidak baik-baik saja. Dan semesta sepertinya senang sekali mempermainkanku dengan membuat Abi lembur kerja dan pulang malam. Sehingga aku diminta untuk mengantar Rey pulang ke rumahnya dan menemani Rey sampai Abi selesai mengerjakan pekerjaannya. "Ayah tidak menjemputku?" Tanya Rey saat aku sudah melajukan mobil. "Ayah bilang, dia akan pulang malam, jadi ayah meminta yang mulia ratu untuk mengantar Rey pulang." "Lalu, aku ditinggal sendirian?" Pertanyaannya terdengar sangat khawatir. "Tidak, Rey," kataku menenangkan. "Yang mulia ratu akan menemanimu di rumah sampai ayah pulang." Raut wajahnya perlahan kembali tenang. "Jadi, kita langsung pulang ke Tibet?" "Tebet, Rey, bukan Tibet." Aku berdecak lalu tertawa geli. Semuanya begitu terasa asing saat aku dan Rey sampai di rumah Abi. Entahlah mungkin Fay benar, semuanya akan tambah rumit dan semakin berat. Tapi aku sudah mengambil keputusan dan berada setengah jalan. Tidak bisa lagi mundur ke belakang. Segala perasaan anehku pada Abi akan terselesaikan setelah 30 hari. Kemudian, aku menikah dengan Ben dan happily ever after. Tapi apa tidak terdengar kejam kalau seperti itu. Menemani Rey seharian di rumahnya sendiri mampu membuatku merasa sedikit lebih lega dan penat di kepala terasa hilang. Kenakalan dan tingkah rusuh Rey, seakan tidak ada habis di makan jaman. Ada saja kelakuannya yang membuat aku darah tinggi sekaligus menyenangkan. Aku harus mulai terbiasa dengan keadaan seperti ini. Bukankah aku akan tinggal bersama Rey? Dan saatnya Rey pergi untuk tidur. Setelah cuci tangan, kaki dan gosok gigi, Rey naik ke atas kasur dan aku bermaksud untuk menunggu di ruang televisi saja. Seharian ini aku melewatkan acara gosip, padahal sedang ada gosip seru-serunya tentang dunia selebriti. Tapi, Rey mencekal tanganku membuat aku duduk di tepi ranjangnya. "Kenapa,Rey?" Wajahnya merengut dan bibirnya manyun. Matanya menatapku takut-takut. Aku mengulurkan tanganku mengusap kepalanya. "Ayah selalu menemaniku sampai aku tidur, dan pergi setelah aku benar-benar terlelap. Jadi, apa yang mulia ratu mau menemaniku sampai aku tidur lelap?" Aku tersenyum. Kukira dia akan minta yang aneh-aneh lagi. "Oke, laksanakan." Kataku lantang membuat Rey tertawa kemudian aku memosisikan diri berbaring di sampingnya. Mengusap punggungnya perlahan-lahan sampai ku lihat matanya mulai terpejam dan aku pun ikut memejamkan mata. Hari ini terasa begitu melelahkan. Semoga esok hari akan lebih baik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD