Ponsel code

1048 Words
Hari ini Abi pulang lebih cepat. Dia sampai rumah sebelum magrib. Tapi dia masih memasang acara saling diam denganku. Ekspresi wajahnya menakutkan. Aku sampai tidak siap hati untuk bertanya. Sambil menunggu Abi makan, aku merapikan baju kotornya, membawa semuanya ke tempat laundry. Kemudian dengan mengendap-ngendap, aku mencari sesuatu di kantung celananya, kemejanya, dan tas kerjanya. Siapa tahu aku menemukan sesuatu. Tapi nihil. Aku tidak menemukan apapun di sana. Aku kembali termenung mengingat sesuatu. Mungkin tiket parkir itu hanya tiket biasa. Dan wanita itu memang partner kerja betulan. Apa aku harus bertanya pada Nessa, soal wanita bernama Sophie itu. Nessa pasti tahu. Tapi nanti dia bertanya yang macam-macam. Ya Tuhan, kenapa jadi banyak pertimbangan untuk satu pertanyaan saja. Aku mengacak rambutku frustrasi. "Mami," aku terlonjak saat Rey ada di belakangku. Aku menjatuhkan seluruh baju kotor Abi. "Ya, Rey." "Ruby, menangis." Rey menunjuk-nunjuk ke dalam rumah. "Oke," Aku segera berlari kecil menuju kamar. Terdengar suara nyaring Ruby yang menangis. Dia duduk di atas tempat tidur sambil memanggil namaku. Kulihat Abi masih ada di meja makan, fokus dengan ponselnya. Aku jadi geram sendiri. Jarak antara kamar tidur dan meja makan tidak terlalu jauh, mana mungkin dia tidak mendengar tangisan Ruby. "Kenapa, sayang? Mami di sini." Kemudian aku memberinya ASI. Barangkali dia haus. Dan selang beberapa menit dia kembali tenang. Setelah Ruby tidak lagi menangis, dia ditemani Rey bermain dengan banyak mainan. Aku sengaja membuat kamar ukuran kecil untuk tempat bermain anak-anak. Sekalian menyimpan mainan di sana. Aku berjalan menuju meja makan, terlihat Abi sudah selesai dengan acara makannya. "Kalau sudah selesai, tolong piring kotornya simpan di tempat cucian." Gerutuku. Sambil mengambil piring bekas makan. "Oh iya," hanya itu yang keluar dari bibir Abi. Aku menghela napas merasa jengah. Lalu mencuci piring sebagai meluapkan rasa kesal. Setelah ini aku akan bertanya siapa wanita itu. Terdengar Abi masuk ke dalam kamar mandi. *** Saat aku sedang menidurkan Ruby, Abi masuk ke dalam kamar dan membuka lemari pakaian. Dia mengganti bajunya dengan kaus polo dan celana jeans panjang. "Mau ke mana?" tanyaku. "Mau bertemu Arsen, sebentar." Jawabnya tanpa melihatku. "Di mana?" "Di rumahnya." Aku memerhatikannya yang sedang memakai gel rambut, menyisir nya dengan rapi, kemudian menyemprotkan minyak wangi ke bajunya. Dia tidak pernah berubah. Di mataku, dia masih tampak memukau. Ketika saat pertama kali aku melihatnya. Dan dengan bodohnya membandingkan diriku yang sekarang. Saat di rumah aku lebih sering tidak memakai make up. Bahkan lipstik pun tidak. Wajahku polos. Mengenakan daster terusan, dan rambut yang terus diikat. Aku merasa kalau aku sudah berubah. Apakah aku masih tampak menarik di matanya. "Aku tidak lama, kok." Dia menghadap ku. Aku bangkit berdiri di atas sofa, kemudian menidurkan Ruby di box bayi. "Oke, titip salam pada Arsen." Dia mengecup singkat kepalaku. "Oke." Katanya. "Ada sesuatu yang ingin kau beli? Biasanya kau ingin camilan, atau apa." "Nanti aku chat saja, kalau mau." "Aku pergi dulu." Kemudian dia juga mengecup pipi Ruby. Rey sedang ada di kamarnya. Dan aku yakin dia juga berpamitan pada Rey. Dari cara dia berpamitan tadi, kurasa dia tidak mempermasalahkan pertengkaran tadi pagi. Itu bagus. Jadi aku tidak perlu tidak enak hati untuk bertanya. *** Sudah larut malam, dia belum kunjung pulang. Aku sudah mengirimi dia pesan untuk memberikanku roti kukus keju yang biasa kami beli. Tapi ini sudah terlalu malam, dan aku sudah mengantuk. Ke mana perginya mereka hingga tak tahu waktu. Pukul sebelas malam pria itu masih belum pulang. Ruby dan Rey sudah tidur dan bermimpi panjang. Aku tidak bisa tidur, karena harus menunggu Abi pulang. Jadi, aku memutuskan untuk menonton televisi. Tapi lama-lama mataku jadi berat. Aku terbangun saat aku mendengar sayup-sayup suara adzan. Ketika aku membuka mata, ternyata aku ada di dalam kamar, dan Abi masih terlelap tidur di sampingku. Aku mengucek mataku lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelah punya anak, aku terbiasa beraktifitas dari setelah subuh. Karena untuk menghindari kerepotan di pagi hari. Saat aku akan membangunkan Abi, tiba-tiba ponselnya yang ada di atas nakas, menyala. Layarnya yang gelap berubah terang. Otomatis mataku melirik pada layar ponsel itu. Ada sebuah notifikasi. Saat aku membaca namanya seperti ada sesuatu yang menghantam tepat di jantungku. Tubuhku bergetar, dan mendadak panas dingin. Suara pemberitahuan itu berasal dari kontak bernama Sophie. Apakah Sophie tersebut adalah rekan kerja Abi itu. ["Thanks, Bi. Aku tidak tahu kau bisa seromantis itu."] Mataku berair, saat membaca pesannya yang terlihat di layar. Walau tidak semuanya bisa aku baca. Segera aku mengambil ponsel itu untuk membuka kuncinya. Tapi, s**t! password yang aku masukkan salah. Napasku memburu, jantungku berpacu lebih cepat. Aku mengawasi Abi, takut kalau dia terbangun. Aku mencoba memakai tanggal lahirku, tapi salah. Kemudian tanggal lahir Rey, tapi juga masih salah. Terakhir tanggal lahir Ruby. Masih juga salah. Aku menarik napas dalam, kemudian memejamkan mata karena pandanganku kabur, mataku berair. Aku harus bisa membuka ponsel ini, untuk menyalin nomornya. Tapi semua angka yang aku masukkan salah. Sekarang harus menunggu 10 detik untuk mencoba lagi. Aku harus memikirkan angka apalagi yang sekiranya dipakainya untuk menjadi password ponselnya. Angka itu bergerak begitu sangat lamban. 10 detik rasanya seperti 10 jam. Aku mondar-mandir di depan Abi yang masih terlelap. Dan terus melirikkan mataku, mengawasinya masih tetap menutup mata. Abi bergerak, dan aku dengan cepat menaruh kembali ponselnya ke atas nakas, saat hitungan angka itu berhenti. Abi terbangun dari tidurnya. Aku yang gugup setengah mati, memilih untuk melipir dari hadapannya. *** "Hari ini, aku akan mengunjungi kantor cabang di Tangerang. Mungkin pulangnya akan larut malam. Kau tidak perlu menungguku. Kalau mengantuk masuk kamar saja." Abi berbicara sambil menikmati kopinya. "Semalam pulang jam berapa?" "Emm, jam dua belas." Dia memutar bola matanya seolah memgingat-ngingat. "Maaf, roti kukusnya sudah tutup." "Iya, aku tahu. Mereka tutup jam 9 malam." Kataku tanpa melihatnya. Karena sambil menguapi Ruby. "Sepertinya, aku tidak bisa menjemput Rey pulang sekolah. Karena hari ini Vivi tidak datang ke toko. Dan jam istirahat, jam banyaknya pelanggan. Apa aku boleh minta tolong pada Ben?" Aku melihatnya. Menunggu jawabannya dengan was-was. "Nanti aku saja yang menghubunginya." Katanya pada akhirnya. "Oke." Sebenarnya aku ingin bertanya. Tapi tidak jadi, karena aku punya rencana lain. Aku ingin memastikan terlebih dahulu tentang wanita itu. Setelah aku dapat bukti. Entah kabar baik atau kabar buruk, aku akan bertanya semuanya pada Abi. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah, mencari tahu kode kunci ponselnya. Sulit, tapi harus aku temukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD