Kevin membungkam bibir Jessy dengan ciumannya yang sedikit kasar. Lidahnya menyeruak masuk ke dalam mulut Jessy. Menyentuh apa saja yang ada di sana. Apa yang dilakukannya benar-benar jauh ke luar dari rencananya semula.
Tadinya ia berencana hanya akan menikamkan senjatanya sampai menyemburkan benih di rahim Jessy saja. Tanpa ada niat untuk 'bermain'seperti yang dilakukannya saat ini.
Kevin hanya ingin memberi Jessy rasa sakit, untuk meluapkan rasa marah pada ayahnya. Tapi yang terjadi ia malah melakukan pemanasan yang membuat tubuhnya terasa panas karena terbakar gairah.
"Balas ciumanku!" ujar Kevin dengan suara mendesis di hadapan wajah Jessy. Sungguh Kevin sendiri tidak tahu, kenapa perintah, atau lebih tepatnya terdengar seperti sebuah kalimat permintaan seperti itu bisa ke luar dari mulutnya. Seakan hal itu menunjukan kalau ia tengah frustasi karena Jessy tidak juga membalas ciumannya. Mata Jessy yang tadinya terpejam, jadi terbuka.
"Aku tidak tahu caranya" jawabnya polos.
"Apa!?"
"Ini ... ini pertama kalinya untukku."
"Jangan bersandiwara, Jessy, jangan sok alim!"
"Buat apa bersandiwara, apa anda merasa sangat terganggu kalau aku tidak membalas ciuman anda. Apa bedanya aku membalas, atau tidak, toh keberadaanku di sini cuma untuk mengandung benih anda. Bukan untuk membuat anda merasa senang, bukan untuk memberi kepuasan pada anda. Jadi silahkan anda taburkan benih anda di rahimku. Aku tidak akan protes, tidak akan mengeluh, tidak akan meminta, dan tidak akan bertanya apapun juga!" sahut Jessy dengan suara berapi-api.
Kevin mengangkat kedua alisnya.
"Jadi itu yang kau mau, baiklah!" Kevin turun dari atas ranjang, ia melucuti pakaiannya sendiri. Mata Jessy terbuka lebar, melihat kulit coklat, dan d**a bidang Kevin. Lebih-lebih melihat yang berada di bawah perut Kevin. Tanpa sadar Jessy menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
Kevin mengernyitkan keningnya.
'Jadi dia benar-benar masih gadis polos, oke Jessy! Akan kita lihat sepolos apa dirimu'
Kevin menarik kedua kaki Jassy agar menjuntai di sisi ranjang.
"Anda mau apa!" Seru Jessy bingung. Kevin menekuk lutut Jessy, dan membuka kedua paha Jessy dengan lebar.
Jessy memperhatikan gerak gerik Kevin dengan perasaan bingung. Tapi sesaat kemudian ia memekik dengan nyaring. Kakinya berusaha menendang bahu Kevin. Kedua tangannya merenggut rambut Kevin.
"Lepaskan! Anda sudah gila? Jangan lakukan itu, oooh ya Tuhan ... lepaskan! Lepaskan!" Pinggang Jessy menghentak-hentak dengan liar. Kakinya masih berusaha lepas dari cengkeraman kedua tangan Kevin. Ia tidak tahu perasaan apa yang tengah menguasai tubuhnya. Ada getaran-getaran aneh yang benar-benar tidak bisa ia mengerti. Pikirannya memerintahkan untuk segera menyingkirkan Kevin dari dirinya. Tapi itu bertentangan dengan apa yang di rasakan oleh tubuhnya.
"Tuan Kevin, tolong berhenti ... aku mohon.Tuan Keviiiinn ...."
Mata Jessy terpejam rapat.
Napasnya memburu cepat.
Kedua tangannya masih mencengkram seprai dengan kuat.
'Ya Tuhan, apa itu tadi yang namanya sebuah pelepasan? Ooh mana mungkin pelepasan bisa terjadi hanya karena permainan seperti itu? Apakah ini hal yang normal? Ya Tuhan ... dia melakukannya lagi! Aku harus jujur, ini membuatku merasa melayang, ya Tuhan ....'
"Tuan Kevin, tolong jangan lakukan lagi," mohon Jessy, meski tentu saja ucapannya bertentangan dengan apa yang diinginkan tubuhnya.
"Tidak ada permintaan, tidak ada penolakan, itu peraturannya Jessy," desis Kevin.
"Tuan ...." Jessy hanya bisa pasrah.
Kevin benar-benar lupa dengan rencananya semula. Bermain-main dengan Jessy membuatnya senang luar biasa.
Jessy kembali merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya terjadi. Ada sesuatu yang mendesak untuk dilepaskan. Semua berpusat pada satu titik. Tapi saat semua siap untuk dilepaskan, tiba-tiba Kevin menghentikan aksinya, membuat mata Jessy yang tadinya rapat terpejam jadi terbuka.
Tatapan mata mereka bertemu. Kevin terlihat puas melihat sirat kekecewaan yang ditunjukan oleh mata Jessy. Jessy membuang pandangannya, wajahnya merah merona. Meski ia berusaha menyembunyikan kekecewaannya, karena gagalnya pelepasan yang hampir saja terjadi untuk kedua kalinya. Tapi Jessy tidak akan meminta pada Kevin.
"Rubah posisimu, berbaringlah dengan benar!" Perintah Kevin pada Jessy.
Tanpa suara, Jessy merubah posisi tubuhnya. Berbaring di tengah tempat tidur. Kevin membungkuk di atas tubuhnya, dan mulai mengerakkan anggota tubuhnya untuk mencari yang ia inginkan.
Jessy menggigit bibir bawah, berusaha tidak mengeluarkan suara apapun.
Kevin menatap wajah Jessy, ia sangat menikmati wajah Jessy yang memerah.
'Hahahaha ... bermain-main dengan gadis polos ternyata asyik juga. Memberi sensasi tersendiri. Oke, Pak tua Keanu, boneka yang kamu pilihkan untuk mengandung cucumu, ternyata tidak buruk, lumayanlah untuk bisa jadi bahan permainan'
Jeritan nyaring ke luar dari bibir Jessy, membuat Kevin yang tengah menatap intens ekspresi wajah Jessy, jadi tersentak. Ternyata tanpa disadari ia sudah merobek milik Jessy.
Air mata mengalir membasahi sudut mata Jessy. Hal itu membuat Kevin tiba-tiba teringat pada ibunya.
'Dia bukan ibumu, Kevin, dia hanya wanita biasa seperti wanita yang lainnya. Yang menjunjung tinggi harta, dan tahta di atas segalanya. Bahkan harga diripun digadaikan, demi mendapatkan apa yang diinginkan. Jangan lemah hanya karena setetes dua tetes air mata.'
Kevin merasa marah pada dirinya sendiri, karena air mata Jessy sempat melemahkan perasaannya. Rasa marah membuat ia memperlakukan Jessy dengan kasar. Ia tidak peduli ini yang pertama bagi Jessy. Bahkan ia menulikan telinganya dari jerit, dan rintih kesakitan Jessy.
Ia geram pada ayahnya, yang berhasil mencoba mengatur hidupnya, dengan menukar kebebasannya dengan uang yang dimiliki ayahnya.
Ia geram pada dirinya sendiri, yang begitu mudah melemah, dan menerima bantuan ayahnya.
Ia geram pada Jessy, yang meneteskan air mata, dan membuatnya teringat akan penderitaan ibunya. Ibunya menderita, karena ayahnya lebih mementingkan mengejar harta, dari pada memperhatikan ibunya.
Rasa marah yang berkumpul dalam benak Kevin, membuatnya menyakiti tubuh Jessy. Ia tidak peduli dengan jerit, dan tangis, serta rintih kesakitan Jessy.
***BERSAMBUNG***