Jessy berdiri di balkon kamarnya. Sikunya menekan pagar pembatas, untuk menopang dagu. Pandangannya jauh ke arah kelap kelip lampu kota nun jauh di sana.
Setelah empat hari meninggalkan rumah ini, tadi siang ia kembali. Kembali untuk menyambut kedatangan Kevin di rumah ini. Keanu sangat yakin, kalau Kevin akan datang malam ini. Dia yakin, kalau Kevin tidak lagi mau menunggu terlalu lama, untuk terikat dalam perjanjian mereka.
Keanu sudah menceritakan semuanya pada Jessy. Tentang kesalah pahamannya dengan Kevin. Tentang ibu Kevin. Juga tentang harapannya pada Kevin, yang ingin Keanu coba untuk kubur dalam-dalam.
Keanu juga sudah melarang Jessy untuk minum pil itu lagi, Keanu ingin Jessy cepat hamil, dan segera terbebas dari sentuhan Kevin yang bisa melukai Jessy. Tapi Jessy punya pikirannya sendiri. Ia ingin berusaha dulu untuk mencoba menyatukan lagi Keanu, dan Kevin. Ia ingin hubungan ayah, dan anak itu membaik, seperti seharusnya hubungan ayah, dan anak lainnya.
Jika ia merasa tidak mampu lagi menghadapi Kevin. Maka ia akan menyerah, dan mengikuti kemauan Keanu untuk berhenti meminum pil yang diberikan kepadanya.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Suara berat bernada dingin membuat lamunan Jessy buyar. Ditolehkan kepala, Kevin sudah berdiri dua langkah di sebelah kanannya.
"Tidak ada, aku hanya ingin menikmati keindahan yang masih bisa aku nikmati. Mungkin saja ini malam terakhirku untuk bisa melihat ini semua. Karena aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada hidupku malam ini. Apakah aku akan mendapat kesempatan untuk bernapas esok hari. Ataukah napasku hanya sampai malam ini."
"Apa yang kamu katakan?"
"Ehmm ... kita tidak tahu kapan kita akan pergi, atau kapan orang yang kita sayangi akan pergi. Terkadang, saat orang itu sudah pergi, baru kita menyadari, betapa berharganya dia bagi kita."
"Heehh ... apa otakmu bergeser karena peristiwa dua minggu lalu?" Kevin menatap Jessy dengan menyipitkan matanya.
"Sepertinya begitu. Apakah Tuan Kevin yang terhormat akan membuat otakku bergeser lagi malam ini. Hhhh, aku rasa tidak, karena jika ya, maka perjanjianmu dengan Opa akan semakin lama lagi menjeratmu. Huuhh ... aku kira anda datang kemari bukan untuk mengajakku mengobrol bukan. Aku sudah siap untuk anda, Tuan Kevin." Jessy menanggalkan baju tidur yang melekat di tubuhnya, dengan menarik lepas kedua simpul yang ada di atas bahunya. Baju tidurnya jatuh di atas lantai, membuat tubuhnya tak lagi terlindung apapun.
"Lebih cepat aku hamil, lebih baik bukan, sebaiknya kita lakukan segera!" Jessy melenggang masuk dengan langkah menggoda ke dalam kamar. Kevin menatapnya dengan sejuta tanya di dalam hati, akan perubahan yang terjadi pada Jessy.
Kevin tidak tahu, selama empat hari ini, Jessy sudah diajari banyak hal termasuk cara menghadapi Kevin.
Rihanna, seorang wanita berusia 45 tahun. Ia diminta Keanu untuk mengajarkan tentang etika, dan pergaulan pada Jessy, dan ternyata Rihanna mengetahui semua yang terjadi diantara Keanu dan Kevin. Rihanna memberi dukungan, agar Jessy berusaha menyatukan Keanu, dan Kevin. Tentu saja Rihanna juga memberikan kursus kilat, tentang tips-tips yang harus dilakukan Jessy dalam menghadapi Kevin.
Kevin menyusul Jessy ke dalam kamar. Jessy sudah berbaring telentang di tengah kasur.
"Aku sudah siap, Tuan Kevin. Silahkan jika anda ingin menebar benih di rahimku!" ujar Jessy dengan penuh percaya diri. Ia membuka lebar pahanya, dan menekuk kedua lututnya.
Tidak ada yang tahu, betapa dashyat gejolak di dalam hati Jessy. Ada rasa takut, cemas, malu, dan lain sebagainya. Tapi semua terkalahkan oleh ingatan akan harapan opa Keanu.
Jessy menguatkan hatinya, meyakinkan dirinya. Jika sebuah harapan harus diusahakan, dan membutuhkan pengorbanan.
Menyadari Kevin hanya menatapnya tanpa melakukan gerakan apapun.
Jessy menolehkan kepalanya.
"Kenapa anda diam saja? Bukankan waktu sangat berharga bagi anda, Tuan Kevin? Atau anda ingin aku membantu melepaskan pakaian anda?" Tanya Jessy.
Rahang Kevin mengeras, tatapannya seakan ingin mencabik-cabik Jessy. Tubuh Jessy jadi bergidik.
'Ya Tuhan, apakah taktikku salah? Apakah dia akan meluluh lantakan aku lagi'
Kevin melucuti pakaiannya sendiri tanpa sisa, lalu ia naik ke atas ranjang.
Untuk kali ini, Jessy tidak ingin melawan, tidak akan menolak. Ia membiarkan dirinya hanyut dalam pusaran hasrat menggelora yang diciptakan Kevin di antara mereka. Jessy membiarkan desahan, dan erangan lolos dari mulutnya, tanpa ada niat sedikitpun untuk menahannya.
Itulah yang harus dilakukannya menurut Rihanna. Karena mencoba menolakpun akan sia-sia. Justru akan menyakiti dirinya sendiri nantinya. Lebih baik dinikmati saja, karena ini bukanlah sebuah dosa.
'Jika kau tak mampu melawan arus, maka ikutlah hanyut bersama arus itu. Karena pada akhirnya, aliran arus akan berhenti pada muaranya, dan kau akan menemukan semua yang kau cari di sana'
Itulah yang dikatakan Rihanna,
"Kevin" desah Jessy memanggil Kevin dengan desahan yang terdengar sangat seksi di telinga kevin. Sejujurnya Kevin masih bingung dengan perubahan besar yang terjadi pada sikap Jessy. Tapi ia tidak ingin memikirkannya, fokusnya hanya membuat Jessy hamil secepatnya.
--
Jessy ke luar dari kamar mandi dengan handuk melilit dari d**a, dengan panjang sampai ke lututnya. Rambut basahnya tertutup handuk juga. Dilayangkan pandangan ke atas ranjang, Kevin masih nyeyak tertidur di sana. Dengan selimut menutup sampai ke atas perutnya. Jessy nenarik napas sangat lega. Malam tadi ternyata tidak seseram saat malam pertama mereka. Itu karena Jessy tidak berusaha menolak ataupun membantah Kevin. Sehingga amarah Kevin tidak terpantik, dan Kevin bisa memperlakukannya dengan baik.
Tanpa berniat membangunkan Kevin, Jessy yang sudah selesai berpakaian turun ke lantai bawah. Menurutnya perjalanan dari kamarnya menuju ruang makan adalah perjalanan yang cukup melelahkan. Karena rumah opa yang sangat besar.
"Pagi, Jessy Sayang," sapa Opa Keanu sembari melipat koran di tangannya. Opa sudah duduk di kepala meja makan.
"Pagi, Opa."
"Apa kau baik-baik saja, apa dia tidak melukaimu lagi?" Tanya opa sambil meneliti wajah, dan tubuh Jessy.
Wajah Jessy merona.
"Aku baik-baik saja, Opa."
"Di mana dia?"
"Dia belum bangun."
"Belum bangun? Hmmm ... yang aku tahu, dia pria yang selalu tepat waktu. Dia juga tidak pernah bermalas-malasan di atas tempat tidur. Dia pekerja keras, sekeras perangainya," ujar opa menjelaskan apa yang ia tahu tentang putranya.
"Mungkin dia lelah, Opa. Biar aku bawakan sarapan untuknya ke kamar saja," ujar Jessy.
"Kamu tidak ingin menemaniku sarapan? Oh ... ya, ya baiklah, bawalah sarapan kalian ke kamarmu. Rihanna sebentar lagi tiba, dia akan menemaniku sarapan."
"Nyonya Rihanna akan datang?"
"Ya, dia sedang dalam perjalanan ke sini. Ayo cepatlah bawa sarapannya ke kamarmu, aku tidak ingin Kevin marah saat dia bangun, tidak menemukanmu di dalam kamar."
"Baik, Opa."
"Amy, bawakan sarapan Tuan Kevin, dan Nyonya Jessy ke kamar mereka!" Perintah opa pada Amy yang berdiri tidak jauh dari meja makan. Amy memang sedang menunggu perintah. Sigap Amy melakukan apa yang diperintahkan opa. Lalu ia mengikuti langkah Jessy menuju kamarnya.
Sebaris senyum terlihat di bibir Amy. Ia merasa lega karena Nyonyanya baik-baik saja. Satu keyakinan tumbuh dalam dirinya, kalau suatu hari nanti, pasti Jessy akan bisa membawa Kevin kembali ke rumah ini untuk selamanya.
***BERSAMBUNG***
100 komen untuk next part.