ADC EPS 3 - KEJUTAN YANG TIDAK MENYENANGKAN

1164 Words
Pagi ini, hanya pagi seperti biasa. Adekku yang bawel menggedor-gedor pintuku senyaring satpol pp nge-gerebek hotel melati. Tentu saja suara berisik itu membuatku terbangun dari tidur nyenyakku. “Iya!” teriakku, menutup telinga dengan bantal kemudian kembali memejamkan mata. “Awas ya Mas, aku kasih tau Bunda loh!” aku yakin dia teriak persis di depan pintu. Adekku Gayatri Indah Paripurna. Adek perempuan satu-satunya. Dia masih kelas 2 SMP. Tapi pacarnya udah banyak. Siapa lagi kalo bukan si cowok grup 23 orang itu. Itu boyband atau perkumpulan bela diri. Banyak amat. “Udah bangun! Baweelll!!!” balasku teriak gak kalah keras. “Maaaaa! Mas Juna masih tidur, susah dibangunin!” asli nih adekku, bisa gak sih tukar tambah dengan boneka Mampang. Masih lucuan dikit dan berguna buat nyari duit. Tentu saja aku melompat dari ranjangku, menuju kamar mandi secepatnya. Cuci muka lanjut mandi. Kalau bunda udah turun gunung, kecepatan bicaranya akan mengalahkan tarikan gas motorku. Papa aja lebih milih kabur ke kantor secepatnya daripada denger bunda ngomel. Setelah berpakaian, nyisir, make dikit cologne biar wangi. Oh iya, aku milih sekolah swasta alesannya karena rambutku gak akan kena sweeping rambut gondrong. Sudah lama aku membatin, sejak SD hingga SMP harus hidup dengan gaya rambut cepak. Lagian menurutku gak ada tuh hubungan antara rambut panjang dengan kepintaran. Iya sih lebih ke kerapian, tapi kan rambutku juga gak akan acak-acakan, lurus gini. Turun ke lantai bawah, disambut senyuman bunda yang sibuk nyiapin sarapan. Papa dan Gya udah sarapan lebih dulu. “Pagi keluargaku!” sapaku. Semuanya hanya mengangguk dan tersenyum. Selama sarapan gak berhenti aku gangguin adekku Gya, narik rambutnya yang dikepang. Lucu banget sih. “BUN!” tuh kan suaranya, dia telen speaker kali ya. “Mas! Berhenti gak!” ancaman dari bunda tentu saja cara paling ampuh untukku berhenti berbuat usil. “Rambut Gya lucu bun,” jawabku. “Iya biar dia gak kegerahan jadi dikepang. Soalnya bunda suruh potong pendek, dia nolak,” jelaskan bunda. “Kamu di sekolah gimana?” kali ini sang pendonor dana rumah tangga bertanya, dan harus banget dijawab ini. “Baik Pa.” Kecuali si cewek aneh itu Pa. Astaga ngapain aku harus inget si cewek aneh itu. Aku bergidik ngeri. “Kamu kenapa?” tanya bunda yang mungkin heran melihat reaksiku. “Gak bun, sepintas inget nonton film horor semalem,” bohongku.   Setelah menghabiskan sarapan. Papa lebih dulu berangkat bareng Gya. “Bun, Juna berangkat yah. Assalamu alaikum,” aku mencium punggung tangan bunda. “Iya hati-hati. Jangan ngebut,” pesan bunda dan tidak lupa menberikan uang jajan. “Akan ada tetangga baru kali ya,” aku ikut menoleh saat mendengar kata-kata bunda. Rumah depan kami yang dipisahkan oleh jalan, selama ini kosong akhirnya akan ada yang menempati. Sebuah mobil berisi perabotan sudah parkir depan rumah kosong itu. Para pekerja sibuk menurunkan barang-barang dari dalam mobil. “Iya kali,” jawabku acuh kemudian menyalakan motorku. “Juna pamit Bun,” pamitku sekali lagi. “Iya.” Tiba di sekolah untung saja si cewek aneh belom dateng. Aku cepat parkirin motorku. Sya dan Adit akan selalu datang bersama karena mereka tinggal se-kompleks. Beda denganku yang jauh. Sejak pagi hingga jam istirahatku aman dan tentram sih. Semuanya terasa indah tanpa keberadaan si cewek aneh. Astaga Juna, lupain soal dia. “Gue ke toilet dulu ya,” pamitku saat kami sudah mengambil tempat di kantin. Aku melewati toilet cewek. Tapi aku dengar suara berisik dari dalam, membuatku berhenti sejenak. “Hei Cin! Lo tau diri dikit dong. Masa iya lo gak tau malu buat deketin Arjuna,” aku tahu, cewek-cewek di dalam toilet ini membicarakanku. Nama Arjuna di sekolah ini hanya aku aja. “Terus masalah lo apa? Lo pacarnya Arjuna? Gak kan? Jadi posisi dan peluang kita sama,” aku menguping pembicaraan dari dalam toilet sambil melihat-lihat sekitar takutnya orang nyangka aku ngintipin cewek di toilet lagi, bisa hancur nama baikku. “Satu-satu lo. Jangan keroyokan gini,” tunggu aku kayaknya pernah denger suara ini deh. What! Cinta Cantika Putri, si cewek aneh. Jadi dia sekarang menjadi korban perundungan dari cewek di sekolah ini karena aku. Walaupun aku gak suka sih cewek aneh, tapi yang lain gak berhak buat nyakitian dia. Itu jahat namanya. Gak bisa dibiarin. Tapi kalau aku masuk terus ngamuk gak mungkin juga, ini toilet cewek. Serba salah banget. Aku garuk kepalaku yang gak gatel tapi refleks aja. “Udah deh, gue mau keluar. Minggir lo!” denger kata-kata dari dalam, aku bergegas pergi dari pintu toilet menuju toilet cowok. “Arjuna!” aku hentikan langkahku. Astaga, masa iya harus ketahuan si cewek aneh ini kalau aku menguping. Aku melanjutkan langkahku menuju toilet. Menghindar lebih baik. Syukurlah, dia berhenti manggil namaku. Setelah menyelesaikan hajatku. Aku keluar dari toilet. Si cewek aneh ngapain sih nungguin di depan toilet. Mana asyik banget makan pisang. “Arjuna!” dia menoleh memanggilku. Aku terpaksa berbalik menuju kelas padahal aku harusnya kembali ke kantin. “Arjuna!” panggilnya lagi. Aku percepat langkahku, setengah berlari. “Arjuna! tunggu dong,” dasar gigih banget sih. “ASTAGA!” pekikku saat dia sudah berdiri di hadapanku menghalangi langkahku, merentangkan tangannya. Berani banget dia. Badan kecil gitu, tingginya bahkan hanya setinggi ketekku. “Apa! Minggir lo. Gue laper belum makan siang,” aku dorong pelan badannya ke samping. Anehnya badannya gak bergerak sedikit pun. Aku berbalik lagi menuju kantin. Kali ini berlari, masa iya aku harus kalah dengan si cewek aneh. Ini karena si Adit nih, Lebih baik menghindar bro daripada nyakitin cewek, kata Adit. “Arghhh” aku terpeleset karena kulit pisang si cewek aneh. “Arjuna! Arjuna!” aku dengar suara si cewek aneh memanggilku hingga aku tidak tahu lagi, semuanya gelap. “Arghhh!” “Juna? Arjuna? kamu udah bangun? hiks…hiks…maafin aku” Aku mencerna sejenak apa yang terjadi, Seingatku tadi aku di depan toilet, tetapi sekarang aku sudah terbaring di ranjang. Pandanganku mengitari sekeliling dan aku mengenal ruangan ini adalah ruangan UKS. “Kenapa gue bisa disini?” tanyaku. “Karena…” “Siapa lo?” “Hah!? Lo ilang ingatan?” “Gak! Siapa lo?” terus terang aku gak tau siapa cewek yang dihadapanku ini. Sungguh. “Gue…gue…Cinta Cantika Putri” jawabnya dan aku benar-benar dalam masalah sekarang. Kenapa wajah Cinta membuat jantungku berdebar. Dia cantik banget. Apa bener aku geger otak. Astaga. “T-tapi wajah lo kok berubah?” hampir aja aku keceplosan muji dia cantik. “Hah? Gak kok? Kamu ada-ada aja,” dia tersenyum lebar. Aku refleks menutup mataku. Senyumnya menyilaukan mataku. “Kamu sudah sadar?” kali ini perawat menghampiriku tentu saja aku kenali dari pakaian putih-putihnya. “Iya mba.” “kamu ingat gak namamu?” “Arjuna Ganteng Paripurna,” jawabku mantap. Dia bahkan mengulum senyum mungkin mendegar namaku. “Yakin kamu inget semua? Apa perlu kami bawa ke rumah sakit?” “Gak usah mba. Aku baik-baik aja,” tolakku. “Ya udah. Semua artinya baik-baik aja ya” Gak, gak semuanya. Kenapa Cinta harus menjadi cantik dan mempesona. Ini gak baik.              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD