Riuh suasana pesta pernikahan sedikit menghibur hati Rissa, gadis itu tak bisa berhenti tersenyum saat Satya tak memberi jarak sesenti pun pada mereka. Sepanjang acara lelaki itu tak melepas tautannya pada tangan Rissa, hingga mengenalkan ke beberapa temannya sebagai istri. Rasa bangga diam-diam menyelusup ke dalam hati Rissa saat Satya dengan lantang menyebutnya istri di depan para tamu yang lain. Hatinya berdebar setiap kali tatapan teduh Satya beradu pandang dengannya, atau saat tangan lelaki itu terulur menyeka sisa makanan yang menempel di sekitar bibirnya. Rissa tersipu, malu dan salah tingkah.
Hampir dua jam mereka habiskan di acara walimatul arusy, dan tiba saatnya Satya berpamit pada si empunya acara. "Kamu mau kemana dulu?" seloroh Satya saat mereka sudah berada dalam mobil. Rissa mengernyit mendengar pertanyaan Satya. Dalam benaknya gadis itu tak ingin kemana-mana, kemanapun Satya membawa, asal bersama lelaki itu. Terdengar klise memang, tapi apalagi yang diingini gadis macam Rissa selain berada di dekat suaminya.
Rissa menggeleng pelan, menandakan dia tak ingin kemana-mana, mungkin pulang ke rumah dan beristirahat itu lebih baik, "Tidak mau kemana-mana Mas, kita langsung pulang saja ya." jawabnya pada Satya.
Lelaki itu tersenyum. Rissa memang gadis polos, hampir tidak nampak gurat kebohongan di matanya, sejauh ini, itulah yang Satya lihat. Tadinya lelaki itu berpikir akan mengajak Rissa mampir ke pusat perbelanjaan dan mungkin akan membelikan beberapa pakaian serta perlengkapan yang dibutuhkan isterinya, tetapi jawaban Rissa sudah cukup menyiratkan bahwa gadis itu memang mencintai kesederhanaan. Sangat berbeda dengan Kirana. Tanpa ditawari pun Kirana akan merengek, meminta berbelanja segala kebutuhannya pada Satya. "Ngga mau kemana dulu gitu?" tawar Satya sekali lagi. Kembali Rissa hanya menggeleng pelan, "Ngga usah Mas, maaf Rissa agak capek, ingin cepat-cepat istirahat. Boleh kan Mas?" pertanyaan Rissa disambut tawa kecil Satya. Rissa memang aneh, ingin istirahat saja kenapa harus meminta ijin lebih dulu, sudah pasti Satya tak akan melarang. "Tentu saja Rissa, masa mau istirahat saja ngga boleh, lebih dari istirahat juga boleh." goda Satya diiringi tawanya. Rissa ikut tersenyum kecil mendengarnya, kata-kata Satya sekali lagi membuatnya merasa kikuk dan grogi. Gurat merah kembali memenuhi permukaan wajah gadis itu.
___
Dua orang paruh baya itu terlihat cemas dan tak tenang. Menghadapi tamu tak diundang, yang kali ini tiba-tiba datang tanpa mengabari, jika kedatangannya biasanya mampu menampakkan sumingrah diantara keduanya, tetapi tidak untuk saat ini. Mereka pikir ini adalah sebuah awal bencana yang tertunda, seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.
"Kapan datang dari luar kota Nak?" ibu Satya melempar pertanyaan bersamaan dengan cemas yang menggelayuti hatinya. Seseorang yang dipanggil "Nak" itu tersenyum sekilas sebelum menjawab.
"Tadi pagi Bu, makanya sore ini langsung ke sini, kangen sama mas Satya," ucapnya seakan menegaskan jika dia sedang merindukan Satya saat ini. Tidak bisa dielakkan rasa cemas yang menghantui perempuan paruh baya itu saat mendengar jawaban dari Kirana. Ayah dan ibu Satya sore ini menerima kehadiran Kirana yang tiba-tiba di rumahnya.
Kirana saat ini sedang berada di kediaman Satya dan kedua orangtuanya. Gadis itu tiba-tiba saja menampakkan dirinya di sana tanpa memberi tahu lebih dulu. Gadis bernama Kirana yang tak lain adalah tunangan atau calon istri Satya itu belum tahu jika sanga calon suami sudah lebih dulu menikahi gadis lain tanpa sepengetahuannya. itulah yang dicemaskan oleh kedua orangtua Satya. Tentang bagaimana nanti reaksi Kirana jika melihat Satya bersama perempuan lain, bagaimanapun ayah dan ibu Satya selama ini sudah menyayangi Kirana layaknya putri mereka sendiri, namun Takdir Allah siapa yang tahu jika putra mereka ternyata berjodoh dengan gadis lain bernama Marissa Attaya itu.
Mata Kirana memonitor ke setiap sudut ruang yang ada di rumah itu, pertanda sedang mencari-cari keberadaan seseorang. "Ibu, dari tadi Kirana tidak melihat mas Satya? memangnya mas Satya kemana Bu, Yah?"
Ayah dan ibu Satya saling lirik saat mendengar pertanyaan Kirana, bingung harus menjawab apa. "Satya sedang keluar sebentar tadi, apa Kamu mau menunggunya Nak?" ibu Satya yang menjawab. Kirana mengangguk. Gadis itu kemudian mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam tasnya. Tersenyum antusias pada kedua calon mertuanya saat menunjukkan beberapa tumpuk kertas tersebut. "Ibu, coba lihat ini. Kirana bawa brosur weding organizer buat acara pernikahaan Kiran sama mas Satya nanti." tunjuknya pada ibu Satya. Hati perempuan paruh baya itu mencelos saat matanya menangkap berbagai brosur wedding organizer yang ditunjukkan Kirana. Bagaimana nanti jika Satya datang bersama Rissa dan Kirana akan tahu jika tunangannya sudah menikahi tetapi bukan dengan dirinya, meliankan dengan perempuan lain.
"Ibu bikinkan minum dulu ya, Kamu pasti haus kan." tawaran ibu Satya pada Kirana, semata hanya ingin menghindari Kirana dari pembahasan tentang rencana pernikahannya.
___
Rissa berkali-kali mengucek matanya yang tidak gatal. Aneh, saja. Dari tadi matanya tak henti terus-terusan berkedut. Satya yang agak terusik dengan aktivitas Rissa, menegur gadis itu. "Kenapa dikucek terus matanya?" tanyanya heran. "Kelilipan ya, sini biar Mas lihat." sambungnya lagi mendekatkan wajahnya pada Rissa. Hati Rissa makin tak karuan saat tangan Satya mengusap lembut sudut matanya, ditambah lagi dengan tiupan pelan dari bibir lelaki itu. Rissa seakan berada di atas awan, diperlakukan selembut itu oleh seorang laki-laki. "Ngga kelilipan Mas, cuma dari tadi mata Rissa kog berkedut ya. Kata Ibu, kalau matanya kedutan itu pertanda mau menangis." gumam Rissa menjelaskan. Satya hanya menggeleng diiringi tawa kecilnya. "Ada-ada saja Kamu ini, ngga bener itu. Jangan percaya mitos," ucapnya pada Rissa.
"Iya, kan Rissa cuma bilang kata ibu, Mas."
"Yaudah ngga usah dipikirin, Mas janji ngga akan membuat Kamu menangis lagi. Percaya kan?" ucapan Satya hanya diangguki pelan oleh Rissa. Gadis itu tak yakin jika setelah ini hujan airmata tak akan turun lagi dari pelupuk matanya. Pasalnya persoalan mereka sampai saat ini belum selesei, Kirana belum tahu perihal pernikahan Satya dan dirinya. Entah apa jadinya nanti setelah Kirana tahu, dan Rissa harus siap-siap terima jika dicap sebagai perebut calon suami orang.
"Ada tamu ya Mas?" indera penglihatan Rissa menangkap sebuah mobil yang terpakir persis di halaman depan rumah Satya. Lelaki itu menghela napas panjanganya sesaat setelah tahu mobil siapa yang tengah terpakir di sana. Tangan Satya refleks menggenggam tangan Rissa, membuat gadis itu mengkerutkan kening. "Kenapa Mas?" tanyanya bingung.
Satya mensejajarkan tubunya, berhadapan dengan Rissa sebelum mereka memutuskan untuk turun dan masuk ke dalam. "Maafkan Mas, Rissa," ucap Satya dengan wajah menunduk. Rissa makin tak mengerti dengan sikap Satya yang mendadak berubah.
"Mas Satya kenapa meminta maaf?"
"Sungguh laki-laki macam apa Mas ini, padahal baru saja berjanji tidak akan membuat Kamu menangis lagi. Tetapi apa yang terjadi sebantar lagi Mas tidak bisa menjamin kalau Kamu tak akan menangis lagi." ungkap Satya penuh penyesalan.
"Mas, jangan bikin Rissa makin bingung katakan yang jelas sebanarnya ada apa?"
"Kamu lihat mobil itu. Itu mobil Kirana, dan ini adalah saatnya kita menghadapi Kirana atau bahkan luapan amarahnya nanti. Dan Mas mohon sekali sama Kamu, apapun yang terjadi nanti, Mas mohon jangan pernah Kamu meminta untuk pergi lagi dari hidup Mas."
Kali ini penjelasan Satya benar-benar menceloskan hati Rissa. Gadis itu menunduk sejenak, siap tak siap, situasi ini memang akan, dan harus ia hadapi. Entah bagaimana nanti reaksi Kirana, dia harus bisa menerima dengan hati lapang. Bagimanapun Kirana adalah cinta pertama Satya, apalagi mereka sebentat lagi akan melangkah ke jenjang pernikahan. Dan Rissa tiba-tiba merasa sangat bersalah, karena secara tidak langsung sudah menjadi orang ketiga antara Satya dan Kirana. "Rissa, Kamu dengar Mas kan?" Satya menegur Rissa saat gadis itu masih termenung memikirkan tentang kemarahan Kirana yang harus ia hadapai sebentar lagi.
"Iya Mas, Rissa dengar."
"Kamu harus janji kalau tidak akan memintai pergi lagi dari hidup Mas," ucap Satya sekali lagi mengingatkan Rissa akan janjinya.
"Iya Mas, apapun yang terjadi nanti, Rissa akan tetap ada di samping Mas." jawab Rissa meski tak yakin sepenuh hati.
__
Menyeret langkah memasuki rumah, Rissa dan Satya keduanya dilanda rasa yang tak menentu. Hati serta pikiran mereka sibuk menebak bagaimana nanti reaksi Kirana.
"Assalamualaikum.." ucap keduanya saat memasuki pintu rumah. Semua mata langsung menoleh pada mereka. Gadis cantik dengan rambut tergerai itu tersenyum sekilas kemudian berlari kecil dan memeluk Satya. Rissa membuang napasnya, saat menyaksikan dengan matamya sendiri sang suami tengah berpelukan dengan perempuan lain. Sesak itu tiba-tiba merongrong hatinya, entah kenapa Rissa harus merasa tak rela menyaksikan adegan pelukan Kirana dan Satya.
"Mas Satya kemana saja, Kirana udah nungguin dari tadi," ucap Kirana dengan manjanya pada Satya. Lelaki itu hanya menjawab dengan senyuman tipisnya. Dan rupanya Kirana masih belum menyadari akan keberadaan Rissa di samping Satya. "Kamu kapan datang? kenapa ngga ngabarin Mas dulu? kan bisa Mas jemput." ucapan penuh kelembutan Satya pada Kirana, lagi-lagi membuat Rissa menelan ludahnya, kerongkongannya terasa tercekat. Allah, salahkah Aku jika menginginkan perhatian suamiku hanyalah untukku. rintihnya dalam hati.
"Tadi pagi Mas, makanya sekarang kesini, kan pengen kasih kejutan buat Mas." sahut Kirana menjawab tanya Satya. "Oh iya Mas, sini deh. Kiran mau menunjukkan sesuatu buat Mas." Kirana akan beranjak mengambil tumpukkan kertas yang tadi ia bawa. Tapi tangan Satya menahannya.
"Tunggu Kirana, ada yang ingin Mas bicarakan sama Kamu."
"Oh iya Mas, dia ini siapa? Kiran baru pertama lihat, apa saudara jauhnya Mas Satya? kog Ayah sama Ibu ngga cerita tadi kalau Mas Satya sedang pergi sama saudaranya." Kirana berucap sambil matanya melihat ke arah Rissa. Sedang Rissa membalas pandangan Kirana dengan senyum tipisnya. "Kenalin sama Kirana dong Mas," ucap Kirana lagi.
"Namanya Rissa, dan dia ini bukan saudaranya Mas, Kiran."
"Maksud Mas Satya? kalau bukan saudara lalu siapa Mas?"
Sekian detik Satya bergeming matanya menelusuri tiap jengkal wajah tunangannya itu. Sampai di kedua bola mata Kirana, Satya menunduk, tak berani memandangnya. Lelaki itu menyerah pada rasa bersalah yang teramat dalam, karena secara tak langsung sudah menghianati janjinya pada Kirana.
"Rissa adalah isteri Mas, Kirana." hening sesaat setelah Satya menjelaskan siapa sebanarnya Rissa pada Kirana. Sama halnya dengan Satya, Rissa tak berani menatap langsung wajah Kirana.
Kirana tertawa lirih, seolah tak percaya akan pendengarannya. "Mas Satya jangan bercanda ya, candaan Kamu sama sekali ngga lucu Mas." ucapnya masih dengan tawanya. "Kiran paham, pasti Mas Satya sengaja kan bikin candaan kayak gene. Maaf Mas tapi untuk saat ini Kiran sedang tidak ingin bercanda." ucapan Kirana cukup menegaskan jika gadis itu masih belum sepenuhnya mencerna kata-kata Satya.
"Kirana, Mas benar-benar meminta maaf sama Kamu, tapi Mas tidak sedang bercanda, Rissa ini isteri Mas, dan Kami menikah dua hari yang lalu." penjelasan Satya kali ini reflek memunculkan buliran air di wajah Kirana. Gadis itu tak menyahut, tapi malah tertuduk lesu sambil terisak, seakan tak terima dengan kenyataan yang baru saja ia dengar. "Kiran, maafkan Mas." Satya berusaha membantu Kirana untuk berdiri tapi ditepis gadis itu. Kirana secepat kilat menghampiri ayah dan ibu Satya yang sedari tadi hanya diam menyimak. "Ayah, Ibu katakan kalau Mas Satya hanya bercanda. Ini semua tidak benar kan Bu, Yah?"
"Maafkan Kami, Nak. Sesuatu terjadi dan Kami tidak bisa mencegah pernikahan Satya dengan Rissa." seiring penjelasan ibu Satya, Kirana limbung, gadis itu jatuh pingsan, tepat saat Satya menangkap tubunya. Sekuat hati menahan, buliran bening itu kembali menghiasi wajah Rissa, rasa bersalah mendera dalam hatinya. Apalagi jika melihay keadaan Kirana yang kacau saat ini. Sungguh jika bisa memutar waktu kembali, Rissa tak akan mungkin mau menerima pinangan Satya, meskipun lelaki itu menikahinya atas dasar amanah Adam yang terakhir kalinya.
#######
Bersambung...