BAB 4 :: DUA POINT DIMINGGU PERTAMA

2333 Words
     “Assalamualaikum…” Azka memasuki rumahnya setelah melepaskan sepatunya dan menyimpannya dirak yang sudah disediakan.     “Waalaikumsalam… tumben jam segini udah pulang, Kak?” Ucap cewek ini.     Azka berjalan menghampiri cewek itu, sebelum duduk, Azka mencium kening adiknya. Ini sudah menjadi kebiasaanya sejak dulu. “Sengaja. Mama mana?” Tanya Azka.     “Di dapur. Lagi masak.” Jawab Aqilla. Aqilla ini adik Azka yang usianya hanya beda  dua tahun dibawah Azka.     “Yaudah, Kakak mau ke Mama dulu.” Azka pun bingkas dari duduknya dan berjalan menghampiri Mamanya ke dapur yang sedang asyik memasak itu.     “Ma, lagi masak apa sih? Serius banget. Sampai anaknya datang aja nggak nyadar gitu.” Ucap Azka.     Wanita paruh baya itu pun membalikkan badannya. Azka berjalan mendekati Mamanya lalu mencium kening Mamanya seperti yang ia lakukan kepada adiknya tadi.     “Tumben kamu udah pulang? Emang nggak ada rapat?”     “Sengaja Ma, Azka nggak mau temen-temen Azka capek. Lagian, Mama sama Aqilla sama aja. Azka pulang siang malah dibilang tumben, pulang malam malah dimarahin. Aneh.” Ucap Azka.     Mamanya hanya menyengir lebar. Azka memang jarang sekali pulang di jam-jam segini. Apalagi jika akan ada acara terdekat seperti pensi saat ini, pasti anaknya itu akan lupa waktu. Hingga pulang kerumah bisa abis isya.     “Yaudah, Azka mau ke kamar dulu. Mau mandi. Udah bau.” Azka pun pergi meninggalkan Mamanya. Dan berjalan menuju kamarnya. ***     Suara dentuman musik yang keras ini membuat siapapun merasa terganggu mendengarnya. Namun, bagi mereka yang sudah terbiasa dengan kehidupan malam ini, musik yang berdentum keras ini seperti hiburan untuk diri mereka. Termasuk bagi Azkia dan kelima temannya yang lain.     Dengan rokok yang ada disela-sela jari telunjuk dan jari tengahnya, Azkia terus meneguk meminum Alkohol yang ada didepannya. Dengan sesekali menghisap rokoknya.      “Dasar tua bangka gila! Harusnya dia nemenin istrinya yang lagi koma! Bukan malah nikah lagi!” ucap Azkia dengan kepala yang terantuk-antuk.     “Dasar tua bangka!!” teriak Azkia.     Azkia lagi-lagi meneguk segelas  minuman itu. Yuni yang memang tidak meminum sebanyak Azkia pun segera menghentikan gadis itu. Agar gadis itu tidak semakin mabuk.     Azkia yang memang sudah hampir over itu pun hanya pasrah saja ketika minumannya diambil oleh Yuni. Gadis itu malah menjatuhkan tubuhnya semakin dalam ke sofa. Yuni yang melihat gadis itu masih memegang rokok ditangan kanannya langsung mengambilnya dan melumatkan rokok itu ke asbak.      Yuni bingung. Bagaimana caranya ia mengantar Azkia ke appartement gadis itu? Sedangkan dirinya saja tidak bisa mengendarai mobil. Biasanya jika Azkia seperti ini, yang membawa mobil adalah Deffany atau Rena. Tapi kini kedua cewek itu sedang tidak bisa ikut dengannya dan juga Azkia. Devi? Cewek itu ikut bersama mereka. Namun, beberapa menit yang lalu pacar Devi menjemputnya.     Ponsel Azkia bergetar diatas meja itu. Yuni yang melihatnya langsung mengambilnya. Sebuah panggilan dengan caller-id ‘Ketos Gila!!’ itu langsung diangkat oleh Yuni.     “saya to the point aja. Besok sa--“     “Lo Azka kan? Please…tolongin gue. Azkia mabuk. Gue nggak bisa nyetir mobil. Lo bisa jemput gue sama Azkia di Club Sakura nggak?” ucapan Azka tadi langsung dipotong oleh Yuni.     “Ini udah malam. Saya nggak bisa. Apalagi harus ketempat kayak gitu.”     “Ayok dong Ka, Please… kali ini aja. Please…”     “Saya nggak bisa. Ini udah jam 9. Lagian suruh siapa pergi ke club?”      “Ayolah Ka… kali ini aja. Lo tega ngebiarin Azkia disini gitu aja dalam keadaan mabuk?”     “Tolong kasih tahu Azkia, besok saya nggak bisa jemput dia.”     Setelah berkata seperti itu, Azka langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Yuni menggigit ujung jari telunjuknya. Ini sudah malam. Mereka tak mungkin harus bermalam disini. Ia menatap Azkia yang sudah tidak sadarkan diri itu.     “Ki.. bangun dong..” Yuni sedikit mengguncang tubuh Azkia. Namun, cewek itu tidak bangun juga. Yuni pun terus mencobanya berulang-ulang. Hasilnya sama. Azkia tidak bangun juga, cewek itu malah mengigau tidak jelas.  ***     Azka mengacak rambutnya gusar. Setelah berkali-kali ia mencoba untuk tertidur, pikirannya tetap tidak tenang. Ini sudah jam 10. Harusnya ia sudah memejamkan matanya. Ditambah besok ia harus berangkat pagi sekali untuk lari pagi bersama pengurus OSIS yang lain, yang memang kegiatan itu sudah menjadi rutinitas mereka setiap hari Senin, Rabu dan Jumat.     Azka pun bingkas dari posisinya itu. Ia berjalan ke meja belajarnya untuk mengambil jaketnya sekaligus kunci motornya. Azka pun keluar dari kamarnya. Semua ruangan sudah gelap, karena semua anggota keluarganya sudah tertidur. Ia berjalan mengendap-ngendap agar tidak menimbulkan suara menuju garasi tempat ia menyimpan motornya.     Azka melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Untung saja jalanan Jakarta malam ini sudah lenggang. Sehingga membuatnya aman-aman saja membawa motornya dengan kecepatan 70 km/jam.     Hanya butuh 15 menit bagi Azka untuk ke tempat itu. Azka turun dari motornya dan melepaskan helmnya. Ia pun memasuki tempat ini. Dari luar saja dentuman music sangat terdengar begitu nyaring. Apalagi jika Azka harus memasuki tempat itu.     Azka coba mencari Azkia ditempat yang dipenuhi oleh manusia yang sedang asyik berjoged atau berbuat hal-hal diluar batasan. Pandangan Azka pun langsung tertuju kearah kursi yang berada ditengah ruangan ini. Azka menghampiri kedua perempuan itu. Yang satunya sedang bingung sedangkan yang satunya lagi sudah tak sadarkan diri alias tertidur.     “Azka!” Yuni yang melihat kehadiran Azka pun langsung bingkas dari duduknya. “Akhirnya lo datang.”            Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Azka langsung membopong tubuh Azkia. Sedangkan Yuni, ia sibuk memasukkan barang-barang Azkia kedalam tas selempang cewek itu.      “Tolong sampirin tas dia keleher saya.” Yuni pun langsung mematuhi perintah Azka itu. “Oh iya, saya kesini pake motor.” Ucap Azka ambigu. Namun, untungnya Yuni langsung mengerti maksud cowok itu.       “Gue mah gampang. Rumah gue deket sini. Jadi nggak masalah kalau jalan juga.”      “Oh.. yaudah kalau gitu, saya duluan.” Azka pun pergi meninggalkan tempat ini dengan Azkia yang berada dipangkuannya. Azka berharap ini yang pertama dan terakhirnya dia memasuki tempat laknat ini.      Setelah menaikkan Azkia terlebih dahulu keatas motornya, Azka melepaskan jaketnya. Dengan perlahan Azka pun menaiki motornya dengan tangan sebelah kiri yang terus memegangi Azkia agar gadis itu tidak terjatuh. Setelah dirasa nyaman, ia menalikan jaketnya ke pinggang Azkia serta kepinggangnya agar Azkia tidak terjatuh.     Sesampainya Azka ke apartement cewek ini, Azka kembali membopong tubuh Azkia menuju lantai 5. Untung tubuh Azkia tidak berat, sehingga membuat Azka tidak terlalu pegal harus membopong tubuh Azkia.     Azka membuka pintu apartement Azkia yang lagi-lagi tidak terkunci itu. Ia memasuki apartement ini dan berjalan menuju kamar Azkia. Lalu menjatuhkan tubuh itu ke kasurnya. Azka pun menyelimuti tubuh Azkia.     Azka pun melepaskan tas selempang Azkia yang sedari tadi bergantung dilehernya. Ia membuka tas itu dan mencari handphone Azkia. Untung saja handphone itu tidak dikunci menggunakan pola ataupun pin. Sehingga memudahkan Azka untuk mengutak-ngatik handphone cewek ini.     Setelah selesai ia mengambil satu lembar sticky note yang berada tak jauh darinya. Dan menuliskan beberapa kalimat dikertas itu.     Azka pun bingkas dari duduknya. Ketika ia akan mematikan lampu kamar, pandangannya tertuju kearah baju seragam yang diletakkan begitu saja di meja rias cewek ini. Azka pun mengambil baju seragam itu, yang ternyata seragam yang selalu dipakai oleh Azkia sebelum cewek itu membeli seragam baru. Azka pun memutuskan untuk membuang seragam itu, agar Azkia tidak pernah mengenakanya lagi. ***     Azkia langsung terbangun ketika mendengar handphonenya berbunyi untuk yang kesekian kalinya. Ia pun merubah posisi tidurnya menjadi duduk dan menatap kearah nakas tempat tidurnya. Ada secarik kertas disana. Azkia mengambilnya dan membacanya dengan kesadaran yang masih setengah itu.     Hari ini saya tidak bisa menjemput kamu seperti biasa. Jadi saya sengaja memasang alarm dihandphone kamu. Saya harap kamu tidak terlambat. Jika terlambat, kamu akan mendapatkan point pertama diminggu ini. -Azka     Azkia membacanya berulang kali. Setelah ia membaca untuk yang kelima kalinya, cewek itu langsung bingkas dari tempat tidurnya dan menatap jam dinding dikamarnya ini. Awalnya, cewek ini membelalakkan matanya kaget karena jam sudah menunjukkan pukul 06.45, namun sedetik kemudian wajahnya berubah seolah tidak terjadi apa-apa.     “Percuma! Kalau sekarang gue buru-buru juga. ujung-ujungnya bakal telat juga kan? Jadi, mending telat sekalian aja.” gumam gadis ini. Ia pun berjalan menuju kamar mandinya, untuk siap-siap berangkat ke sekolah.     Setelah selesai mandi, Azkia berjalan menuju meja riasnya. Hari ini ia berniat untuk memakai seragam lamanya karena kebetulan Azka tidak menjemputnya. Sehingga dirinya bisa terbebas dari seragam yang menurutnya kedodoran itu.     “Kok nggak ada ya? Perasaan kemarin gue taro disini deh.” Ucap Azkia ketika melihat seragamnya sudah tidak ada disana. Ia langsung mencari seragam itu ke lemari pakaiannya. Namun, yang Azkia temukan hanyalah seragam kedodoran itu serta kaos kaki putih.     “Pasti ini kerjaan si Ketos gila itu! Ahelah.. masa gue harus pake seragam ini lagi sih!” dengan pasrah, Azkia pun memakai seragam itu. Ia terus menyumpah serapahi Azka yang menurutnya telah mengambil seragam lamanya.     Setelah rapih memakai seragamnya, Azkia pun bersiap-siap untuk berangkat menuju sekolahnya dengan memakai angkutan umum. ***     Seperti sudah menjadi kebiasaan Viranda, botol minum kini sudah ada ditangannya. Ia tersenyum ketika melihat Azka masih berada dilapangan bersama anak pengurus OSIS yang tentunya ia kenali. Masih dengan senyum yang tersungging diwajah cantiknya itu, Viranda menghampiri Azka.     “Hai..” sapa Viranda.     Azka dan yang lainnya langsung menoleh ke sumber suara itu. Ketika mengetahui bahwa itu Viranda, para lelaki yang berada disekitar mereka langsung bersiul dengan diiringi celetukan “Ekhem…aduh..haus ya.. Ka lo haus nggak?”     “Ada apa?” Tanya Azka. Padahal Azka sudah hafal. Kalau kedatangan Viranda kesini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memberikan sebotol minuman. Bagaimana tidak? Cewek itu rutin sekali memberikannya minuman setiap pagi dimana ia dan pengurus OSIS melaksanakan olahraga rutin.     “Ini.” Viranda pun menyodorkan botol minum itu kepada Azka. Untuk menghargai cewek itu, Azka pun menerimanya. “Makasih.” Ucap Azka.     “Yaudah kalau gitu gue duluan ya. Bel bentar lagi bunyi.” Viranda langsung pergi meninggalkan tempat ini.     Azka hanya menatap botol minum itu. “Kalian haus kan? Nih. Gue tadi udah minum.” Azka memberikan botol minum itu, yang langsung diambil begitu saja oleh Bayu.     “Gue ganti duluan ya. Kalian semua jangan sampai telat lagi masuk kelas gara-gara ganti baju. Nanti gue yang kena marah masalahnya.” Ucap Azka. Mereka pun mengacungkan jempol mereka sebagai jawaban.     Azka pun pergi meninggalkan lapangan menuju ruang ganti. Ketika Azka melewati ruang kelas Azkia, diam-diam cowok ini mencari sosok Azkia didalam kelas itu. Namun, Azka tak menemukannya juga.     “Lo nyari Azkia Kak?” Tanya Danny yang sedari tadi memperhatikan Azka dari belakang.     Azka membalikkan badannya kearah Danny. “Ahh.. iya. Dia udah datang belum?” Tanya Azka.     “Belum. Kayanya dia bakal telat. Lihat aja, sekarang udah jam 06.58. Gerbang pasti udah ditutup.” Ucap Danny. “Oh iya, ngapain lo nanya dia udah datang atau belum, Kak? Lo beneran lagi..pedekate sama tuh cewek?”     Azka yang mendengarnya hanya tertawa. “Pedekate? Enggak. Pak Reno nyuruh gue buat ngecek dia. Udah ah, gue cabut. Mau ganti baju.” Azka pun pergi meninggalkan tempat ini. Melanjutkan langkahnya menuju ruang ganti laki-laki.     Fyi, peraturan disekolah ini memang begitu. Gerbang akan ditutup 5 menit sebelum bel masuk berbunyi. Dan mereka yang datang tepat jam 7 tetap akan mendapat hukuman, tetapi hukuman yang mereka terima hanya berlari sesuai berapa menit mereka telat. ***     Cewek ini sesekali menyeka keringatnya yang sedari tadi mengucur dikeningnya. Ia mengambil botol minum yang baru saja ia beli di kantin ini. Kantin mulai dipadati oleh para murid. Wajar saja, karena jam istirahat sudah berbunyi. Azkia pun  memutuskan untuk tetap diam disini sambil menunggu teman-temannya yang lain.     “Eh.. ada si cewek jagoan. Hai.. apa kabar?” Azkia menolehkan kepalanya kesumber suara. Azkia menatap ketiga cewek itu dengan tatapan seolah meremehkan mereka.     “Saya baik kok Kak. Baik banget.” Jawab Azkia dengan senyuman sinisnya. “Kakak apa kabar? Baik? Atau makin…terpuruk gara-gara hati cowoknya masih nyantol sama saya?” Tanya Azkia.     Geandra. Cewek itu mengepalkan kedua tangannya. “Lo adek kelas tapi kok songong banget! Gue tuh senior lo! Harusnya lo takut sama gue!” teriak Geandra yang memang sangat buruk sekali dalam mengendalikan emosinya. Teriakkan itu sontak membuat seisi kantin menatap mereka.     Sedangkan Azkia, cewek itu hanya tersenyum remeh. “Takut? Ngapain saya takut sama Kakak? Kita sama-sama manusia yang makan nasi kan? Itu pun kalau Kakak manusia sih..”     “Lo…” Geandra beserta kedua temannya langsung menyerang Azkia membabi buta. Azkia yang menerimanya mencoba membalas perbuatan mereka.     Saling jambak, cakar, pukul terjadi begitu saja. Azkia yang merasa kewalahan pun hampir terjatuh. Tak ada satupun dari murid yang menonton mereka mencoba melerai perkelahian itu. Justru, kubu cowok malah asyik menyoraki nama mereka.     “Dasar jalang! Lo tuh nggak cantik! Tapi kenapa Raka bisa suka sama lo!” Geandra semakin mengeraskan jambakannya. Sedangkan kedua teman Geandra memegangi kedua lengan Azkia. Azkia mencoba untuk memberontak, tapi kedua temannya malah menginjak kedua kakinya sehingga pergerakannya semakin susah.     “Lo yang jalang bego! Kalau lo pengen dapetin Raka bukan gini caranya! Dan satu lagi! Udah berkali-kali gue bilang, bukan gue yang deketin dia! Tapi dia duluan b***h!” Azkia yang kesal langsung meludahi Geandra.     Suasana semakin panas ketika Geandra menampar Azkia. Azkia meringis sakit ketika tamparan itu mengenai pipinya yang langsung memerah.     “Dasar cewek licik! Beraninya gerombolan. Senior kaya gini? Apa pantes lo dipanggil senior kalau kelakuan lo aja kaya gini t***l!” teriak Azkia dengan menggebu-gebu.     Geandra yang mendengarnya pun semakin kesal. Ia berniat untuk menampar pipi Azkia kembali, namun tangannya langsung ditahan oleh tangan yang ukurannya lebih besar dari Geandra.     “Apa kaya gini cara lo, buat bikin gue suka sama lo?”     Geandra menolehkan kepalanya kaget. “Raka?” gumam Deandra. Kedua teman Geandra langsung melepaskan Azkia begitu saja.     “Azkia! Kamu ikut saya!” tiba-tiba tangan Azkia ditarik oleh seseorang yang langsung membawanya keluar dari kerumunan para murid yang sedari tadi asyik menonton mereka.     “Azka! Lo..”     “Udah saya bilang, jangan buat masalah. Hari ini kamu tidak hanya mendapatkan satu point. Tetapi dua point.”     “Tapi…” Azka yang tidak mau dibantah itu semakin menarik lengan Azkia. Dan membawa gadis itu ke UKS.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD