Entah sudah yang ke berapa kalinya Raefal melihat jam di tangannya, minuman pesanannya sudah habis. Sudah hampir satu jam dia menunggu kedatangan Arabelle.
Raefal mulai kesal, meski Nicholas memberi kabar Arabelle akan datang. Pada kenyataannya Arabelle tidak muncul.
Entah apa yang sebenarnya Raefal pikirkan hingga dia berkeinginan menemui gadis itu lagi. Hatinya beralasan ingin memastikan jika Arabelle yang sesungguhnya di jodohkan dengan dirinya adalah seorang gadis kecil polos dan angkuh yang pernah memaksa dirinya untuk memperkosa.
Bila mengingat kejadian malam itu, Raefal bisa memastikan jika Arabelle juga tidak menginginkan perjodohan ini dengan cara menodai dan membuat namanya sendiri hancur.
Seharusnya Raefal senang karena sesungguhnya dia sendiri tidak begitu tertarik dengan sebuah perjodohan. Namun dia kesal dan merasa sangat terhina dengan kebohongan yang di lakukan Mina, Raefal merasakan harga dirinya di injak-injak tanpa ampun.
Sementara itu di tempat lain, Arabelle baru akan memasuki restorant tempat pertemuannya dengan pria yang akan di jodohkan dengan dirinya. Gadis itu tidak menyadari keberadaan Raefal yang memperhatikan kedatangannya di lantai dua.
Arabelle melihat ke penjuru arah untuk menebak-nebak. Arabelle tidak tahu sama sekali wajah orang dan wajah pria yang di jodohkan dengan dirinya.
Diam-diam Arabelle tersenyum senang karena tidak ada satu orangpun yang menyapa kedatangannya. Rupanya keterlambatannya datang membuat calon suaminya yang asing itu tidak jadi menemuinya.
Arabelle melihat ke layar ponselnya melihat nomer meja yang sudah di pesan, gadis itu menaiki tangga untuk melihat nomer meja yang di carinya. Arabelle menarik napasnya dalam-dalam dan tertawa kecil, “Paman gigolo.” Sapanya kegirangan karena orang yang mengisi meja pesanan calon suaminya kini hanya terisi oleh pria yang Arabelle anggap sebagai gigolo.
Wajah Raefal menggelap, semua orang melirik kearahnya tampak terkejut. Seorang pengusaha sukses seperti Raefal Levine di panggil gigolo.
“Hay” sapa Raefal dengan senyuman kecutnya.
Arabelle langsung duduk di kursinya di samping Raefal, “Kau menunggu siapa?. Apa bayaranku yang kemarin malam tidak cukup?.”
Raefal tampak terkejut dengan pertanyaan yang tidak terduga dari Arabelle. Bagaimana bisa pikiran polos itu tidak berpikir sedikitpun, jika pria yang menjadi calon suaminya dan yang akan di temuinya itu adalah Raefal?.
“Aku menunggu seorang gadis” kata Raefal memberikan gambaran.
Arabelle mangut-mangut sambil menopang dagunya tidak berpikir sedikitpun.
“Kau sendiri mau apa kemari?” tanya Raefal mulai kesal. Arabelle langsung berdiri tegak dan menggeser kursi yang di dudukinya untuk semakin dekat dengan Raefal.
Wajah Raefal memerah, melihat bagaiman matanya yang polos itu bergerak cepat melihat ke beberapa sisi, lalu menempatkan tangannya di sisi bibirnya untuk membisikan sesuatu pada Raefal. “Aku di jodohkan, jadi aku akan bertemu calon suamiku. Tapi sepertinya dia sudah pergi hehehe.”
Raefal mendengus kesal, “Kau terlihat tidak suka bertemu dengan calon suamimu.”
Arabelle langsung mengangguk mengiyakan, “Karena itu kemarin malam aku membutuhkan bantuanmu. Tapi karena anumu tidak masuk ke sini” Arabelle menunjuk ke s**********n Raefal lalu menunjuk area pribadinya sendiri, “Temanku bilang itu tidak akan membuatku hamil.”
Raefal mengangguk dan berdehem merasakan kecanggungan yang perlahan mengulitinya. Hatinya gusar memikirkan bagaiman ada wanita palsu yang datang menemuinya mengaku-ngaku sebagai Arabelle.
Raefal curiga jika wanita itu membayar seseorang untuk mengaku-ngaku sebagai Arabelle. “Kenapa kau tidak membayar seorang wanita untuk menjadi Arabelle yang palsu dan menyuruh wanita itu berusaha membuat calon suamimu jatuh cinta pada Arabelle palsu?, dengan begitu kau bebas.” Uji Raefal sepenuhnya menyindir meguji Arabelle.
Mata indah itu berbinar takjub, Arabelle menarik kursi yang di duduki untuk semakin merapat kepada Raefal hingga bahu mereka bersentuhan, “Paman, idemu sangat bagus. Kau sangat pintar, aku tidak pernah melakukan itu selama sebelas kali perjodohan.”
Raefal tercengang, kata-kata dari mulut Ara tidak menunjukan kebohongan. Bahkan mata polosnya yang berkedip itu tampak seperti mahluk suci. Jika Arabelle tidak melakukannya, itu artinya wanita palsu itu sengaja melakukan ini untuk merusak Arabelle. Raefal mulai menangkap benang merah dalam permasalahnnya.
Ada secercah kesenangan di hati Raefal memikirkan jika setan kecil itu tidak terlibat dengan wanita yang mengaku-ngaku dirinya.
Raefal tersenyum dan menopang dagunya, “Jadi, apa yang kau lakukan selama ini untuk menggagalkan perjodohan?.”
Arabelle melihat keseliling, “Ini rahasia di antara kita ya paman, jangan sampai ada yang tahu.” katanya dengan serius, Raefal tidak kuasa menahan tawa dan rasa gemasnya melihat bagaimana ekspresi Ara sekarang.
Arabelle mendekatkan mulutnya di dekat telinga Raefal dan berbisik, “Aku akan mengupil, kentut, bersendawa dan bersikap kampungan agar mereka malu. Aku juga akan mearuh lem di kursi agar celana calon suamiku robek lalu memamerkan bokongnya kepada semua orang. Tidak hanya itu, aku akan berdandan seperti badut atau berpura-pura suka sesama jenis. Ehehehe aku cerdaskan?.” Cerita Arabelle dengan bangga.
Raefal mangut-mangut mengerti, bibirnya menyerigai puas. Apa yang di katakan Arabelle cukup membuat Raefal bisa bersiap diri jika tiba-tiba gadis itu melakukannya juga padanya. “Ngomong-ngomong siapa nama calon suamimu? Tanya Raefal dengan mata menajam.
“Raefal Levine.”
“Kau tidak tahu wajahnya?” tanya Raefal dengan nada sedikit tinggi, Arabelle langsung menggeleng jijik tanpa berminat. “Aku dengan dia salah satu pengusha sukses dari keturunan Levine, wajahnya juga tampan, dia sangat pintar juga lembut” kata Raefal memuji dirinya sendiri.
“Apakah sebagus itu?” Tanya Arabelle tidak percaya.
“Tentu saja, banyak wanita yang mengejarnya.”
“Kenapa kau di sini?, apa kau mendapatkan panggilan melayani seseorang?.” Arabelle mengalihkan pembicaraan.
“Sudah aku bilang aku bukan gigolo.” Geram Raefal kesal.
Arabelle mengangkat kedua tangannya, “Aku tidak bermaksud menyinggungmu loh paman. Aku hanya ingin menasihatimu, jadilah gigolo yang bermartabat. Layanilah wanita lajang kesepian, jangan wanita yang sudah bersuami.”
BRAK
Raefal memukul permukaan meja, “Aku ke toilet dulu.” Ucapnya segera pergi dengan perasaan kesal dan marah. Sangat sulit meluruskan kesalah pahaman pada wanita polos dan bodoh seperti Arabelle.
Beberapa kali Raefal memberikan kode jika dia adalah calon suaminya, namun dengan tingkah setannya itu Arabelle mengabaikannya.
Harga diri Raefal terusik sejak mereka bertemu.
“Tuan, apa Anda sudah bertemu denga Nona Arabelle yang asli?” tanya Liam yang kebetulan berada di depan pintu toilet. “Mau saya jelaskan kepada dia kemarin ada yang mengaku-ngaku dirinya?.”
“Ssstt diam!” Raefal langsung mendorong Liam dan menutup mulutnya. “Dia gadis yang bodoh, sementara waktu jangan biarkan dia tahu aku pria yang dia jodohkan.”
“Maksud Anda?” tanya Liam setelah Raefal membuka bekapannya.
“Kau cari tahu siapa wanita gila yang mengaku-ngaku Arabelle.”
“Tuan, Anda tidak perlu mencari tahu. Dia kakak tiri Nona Arabelle.” kata Liam dengan napas yang sedikit tersenggal karena lengan Raefal masih menekan lehernya, “Hubungan Nona Arabelle dan Ibu juga Kakak tirinya tidak baik.”
“Hubungi Ibuku, aku ingin mengatur pertemuan dengan keluarganya. Ini sangat menarik. Aku harus memberi perlajaran pada gadis kecil itu.”
***
“Apa ucapanku berlebihan ya hingga paman itu tersinggung. Sepertinya aku harus minta maaf” gumam Arabelle terlihat merasa bersalah. Gadis itu segera beranjak dan pergi menyusul pergi Raefal, Arabelle menuruni tangga menuju ke toilet.
Arabelle menengok ke sana kemari mecari pintu toilet, beberapa langkah kemudia dia berbelok dan menemukan pintu toilet yang di carinya. Namun padangan Arabelle tertuju pada Raefal yang terlihat seperti tengah menekan seorang pria.
“Tuan” Liam berbisik dan menggerakan bola matanya memberikan sinyal jika ada seseorang yang melihat.
Secepatnya Raefal menjauh dan menatap tajam penuh pertegasan agar Liam segera melaksanakan tugasnya.
“Kalian….??” Arabelle menunjuk Liam dan Raefal dengan tatapan curiganya.
Raefal mengusap tengkuknya merasa sedikit khawatir jika Arabelle mendengarkan apa yang telah dia bicarakan dengan Liam.
Arabelle semakin mendekat dan melihat Raefal juga Liam bergantian, bibirnya perlahan terbuka dan membentuk huruf o. Mata Arabelle berbinar seketika, “Kalian pasangan gay?.”
“Jaga bicaramu!.” Geram Raefal dengan wajah merah padam penuh amarah, entah kemasukan apa otak Arabelle, setiap pemikirannya tidak ada yang normal.
Arabelle tertawa pelan seraya menepuk-nepuk bahu Raefal juga Liam, “Aku mengerti. Kalian pasti malu, tenang saja, aku jenis manusia yang menghormati perbedaan. Aku paham situasimu paman, karena tuntutan hidup kau pasti sangat tersiksa melayani wanita selama menjadi gigolo.”
“ARABELLE!” Teriak Raefal semakin tidak marah. “Tapi tunggu, kau tahu namaku dari mana?.”
“Apa kalian gay yang tidak di sengaja?” pikir Arabelle semakin menjadi.
“Gunakan otakmu untuk berpikir, otakmu kemasukan air yah sampai-sampai tidak ada wanita yang sebodoh dirimu!” Hina Raefal seraya menunjuk-nunjuk kepala Ara dengan pelototan penuh amarahnya.
Sepanjang hidupnya tidak ada yang pernah berani menghinanya sejauh Arabelle. Saat pertama bertemu, gadis itu menganggap dirinya gigolo, melemparkan uang kepadanya dengan penuh hinaan, dan sekarang gadis itu berpikiran dirinya seorang gay.
Bibir Arabelle langsung mengerucut tidak tidak terima, “Kenapa kau membentakku hah! Kau berani sekali membentakku!. Aku Arabelle Giedon, aku mengutuk pria menyebalkan sepertimu!.”
“Jika tidak bodoh, dan berpikiran sempit. Mana mungkin aku membentakmu!.”
“Ya! Aku memang bodoh, dan aku bangga karena di dunia ini orang bodoh lebih banyak dari pada orang pintar!. Dasar menyebalkan.” Teriak Arabelle yang langsung pergi meninggalkan toilet.
“Sialan!.” Teriak Raefal menendang dinding toilet.
“Tuan, I.. itu” Liam terbata-bata karena tidak enak hati sekaligus sangat malu akan dirinya sendiri.
“Diam! Mulai sekarang jaga jarak tiga meter dariku!” Teriak Raefel membentak.
***
“Kenapa kau gagal mengambil lencananya?” tanya Kate kesal.
“Endrea menggagalkan semuanya Bu, Arabelle di bantu Endrea. Mereka mempermalukan aku di depan umum, semua orang membicarakan aku! Aku sangat malu.” Tangis Mina terpecah, mengingat bagaimana Endrea membanting dirinya dengan hinaan yang akan di ingat semua orang. Mina tidak terima.
“p*****r kecil itu” Kate membanting buku dalam genggamannya ke lantai. “Jika kita tidak mendapatkan lencananya, kita tidak akan mendapatkan modal untuk membuka perusahaan kita. Ayahmu yang pelit itu tidak memberikan apapun untuku. Kita tidak memiliki cara lain selain membuka kamar mendiang Arleta.”
“Kita akan mengambilnya setelah dia pulang.” Usul Mina berbisik, “Nanti malam Ayah akan pergi bertugas, kita bisa memanggil nenek untuk melindungi kita.”
Tiba-tiba Kate tertawa girang, Ibunya adalah pahlawan baginya. Karena setiap kali ibunya datang, Arabelle tidak bisa melakukan apapun, hanya Liana dan Kasela yang selalu melindungi Arabelle, namun kedudukan mereka hanyalah pelayan. Tetap Kate yang tangguh.
“Kau simpan tenagamu Mina, suatu saat nanti kita akan memecah belah Arad an Endrea.”
***
Arabelle memasuki kamarnya dengan perasaan lelah, sudah Sembilan belas perusahaan dia kirim lamaran pekerjaan. Namun rasa tidak percaya dirinya masih terasa lebih kuat dari pada kepercaya dirian.
Mata Arabelle terpejam, tangannya meraih gagang telepon di samping ranjang dan menekan beberapa tombol tanpa melihat. “Liana” panggil Arabelle begitu pangilannya di angkat, “Aku ingin makan.”
“Anda mau makan di mana Nona?”
“Di bawah bersamamu, tunggu aku mandi dulu.” Arabelle kembali bangkit dan segera menanggalkan pakaiannya sebelum memasuki kamar mandi.
Sejauh ini Arabelle belum mendapatkan omelan apapun dari Nicholas karena tidak jadi bertemu calon suaminya, Arabelle menganggap jika hari ini dia beruntung karena calon suaminya tidak terlalu menyusahkan dirinya.
Sementara itu di luar kamar mandi Arabelle, sudah ada Mina dan dan Kate yang diam-diam mamasuki kamar Arabelle, kedua orang tersebut melancarkan rencana yang sudah mereka siapkan.
“Aku akan menahan pintu kamar mandi, kau cepatlah cari lencananya” intruksi Kate yang segera menuju pintu kamar mandi dan menggenggam erat gagang pintu, menahan kedatangan Arabelle yang takut akan datang tiba-tiba.
Mina mengangguk mengerti, namun rupanya dewi fortuna sedang berpihak kepada mereka berdua. Karena tanpa perlu menggeledah dan mengacak-ngacak kamar Arabelle. Karena lencana yang mereka cari berada di atas nakas.
Bibir Mina mengembang dengan senyuman lebar, cepat-cepat diam mengambilnya. “Ibu cepat keluar, sebelum Ara menyadarinya.”
***
“Liana, apa makan malamnya sudah siap?” Arabelle membuka pintu ruangan para khusus pelayan, Liana tersenyum lebar melihat kedatangan Arabelle.
“Sudah Nona.”
Arabelle langsung duduk dan menatap lapar semua makanan yang sudah terhidang di depannya, “Panggil Kasela, kita makan bersama.”
Liana mengangguk dan segera undur ini.
Terlepas dari mulutnya yang sering mencela dan berkata kasar, sikapnya yang terkadang tidak di sukai banyak orang, hingga julukan gadis sombong yang melekat pada diri Arabelle. Namun nyatanya Arabelle adalah gadis polos yang kekurangan ajaran dari orang tuanya, Arabelle mengalami masa-masa berat dalam hidupnya.
Saat dia kehilangan ibunya, Nicholas yang masih berprofersi sebagai actor dan model selalu sibuk dan tidak memiliki waktu untuknya. Hingga akhirnya datang Kate juga Mina.
Arabelle berpikir kesedihannya akan berakhir, rupanya kesedihan itu semakin di perpanjang. Kate hanya baik ketika di depan Nicholas. Saat di belakang Nicholas, Kate selalu melarang Arabelle belajar membaca, Kate kerap kali menghukumnya dan memberikan makanan sembarangan pada Arabelle sehingga Arabelle tumbuh tampa pengajaran yang benar dan membentuk dirinya menjadi gadis bodoh dan kasar.
Hanya ada Liana dan Kasela yang selalu ada untuknya, mereka bukan sekadar pelayan. Mereka adalah keluarga bagi Arabelle.
“Nona” Kasela membuka pintu terburu-buru, “Kemarilah, Nyonya Kate membuat ulah.”
Arabelle segera beranjak dan berlari mengikuti ke mana Kasela pergi, Kasela membuka ruangan khusus cctv ruangan tempat di mana dia bekerja. Kasela menunjuk salah satu computer dan menunjuknya mengulangi rekaman.
Wajah Arabelle memucat melihat Kate dan Mina memegang lencananya menunjukannya pada layar pendeteksi di depan pintu.
“Sialan!” Maki Arabelle mengingat bagaiaman Mina yang masih belum menyerah setelah kejadian tadi pagi. Tidak ada yang bisa memasuki kamar pribadi ibunya selain Ara dan Nicholas, meski sudah berpuluh-puluh tahun Nicholas dan Kate menikah, mereka tetap tidur terpisah.
Arabelle berlari kearah dapur mengambil pisau buah, dia tidak akan membiarkan Kate dan Mina mengambil apapun.
“Nona!” Teriak Liana mengejar Arabelle yang berlari menaiki tangga.
Ara menendang pintu kamar ibunya, “KALIAN!” Teriak Arabelle penuh kemurkaan melihat Kate membongkar lemari mendiang ibunya, Mina memeluk kotak perhiasan sementara Kate tengah mengantongi emas batangan.
“Kalian kurang ajar!” Teriak Arabelle mengacung-ngacungkan pisau ke arah Kate.
“Pergi Mina, aku akan menahan dia!” Bisik Kate menyuruh, perlahan Mina mundur ketika Arabelle menunjukan kemarahannya pada Kate, “Kenapa kau marah huh?, ini kamar suamiku. Dan milik Ibumu, semuanya berhak aku miliki.”
“Dasar tidak tahu malu!, jangan harap kau mengambil apapun milik Ibuku. Kau hanya pajangan di rumah ini!.”
“Kurang ajar” Kate menjambak rambut Arabelle dengan kuat, gadis itu meringis dan mengayunkan pisaunya ke lengan Kate, “Arrght sialan.” Jambakan Kate terlepas, tangannya terluka mengeluarkan banyak darah.
“Ayah tolong Ibu” suara tangisan Mina terdengar di luar. Lantas Kate menampar wajahnya sendiri dan mulai menangis.
“Arabelle” Nicholas berada di ambang pintu. Arabelle menurunkan pisaunya dan menatap berang Kate, “Apa yang kalian lakukan di sini!” Teriak Nicholas marah.
“Wanita tua ini! Dia mencuri perhiasan Ibu” Kata Arabelle menggebu-gebu.
“Ara sayang inikah tujuanmu?” isak Kate terluka, “Kau yang memberikan lencananya padaku dan menyuruhku masuk ke kamar untuk membersihkan kamar, tapi kenapa kau melukaiku dan menuduhku mencuri?.” Isak Kate memutar balikan fakta.
“Kau berani-beraninya menuduhku!, dasar tidak tahu malu. Ayah, mereka sudah mencuri perhiasan Ibu, mereka juga sudah mencuri lencanaku Ayah. Jika kau tidak percaya, lihat cctv.”
Tubuh Kate jatuh ke lantai, dia mengerang kesakitan memegang lengannya yang sudah berlumuran darah.
“Kembalikan perhiasan Ibuku!” Teriak Arabelle murka. Nicholas meraih bahu Arabelle dan menariknya untuk mundur, “Ayah.. aku tidak berbohong.”
Kekesalan di hati Nicholas semakin mengepal melihat kesedihan di wajah Arabelle, semenjak dirinya menikah dengan Kate. Selalu saja ada permasalahan perselisihan yang membimbangkan dirinya untuk membela siapa. “Kita lihat saja nanti siapa yang salah.”
Arabelle membungkuk, merenggut lencana emas miliknya dari tangan Kate, namun tiba-tiba tangan kecil itu melayang cepat di udara dan menampar Kate dengan keras.
“Arabelle!” Teriak Nicholas membentak.
Mina menangis memeluk ibunya, “Ayah, aku tahu aku bukan anak kandungmu. Dan Ibu hanya berstatus pengganti kakaknya. Tapi aku sungguh tidak terima jika Ara merendahkan kami sampai seperti ini.”
“Minta maaf Ara.” Pinta Nicholas dengan tegas, meski dia tidak mempercayai apapun yang keluar dari mulut Kate dan Mina. Nicholas perlu menjaga Ara agar tidak melewati batasan-batasan.
“Kenapa aku yang harus meminta maaf?. Lihat ini!” Arabelle membuka lemari pakaian ibunya dan menunjuk, “Kotak perhiasan Ibu hilang, mereke mengambilnya.”
“Itu semua karena kelalaianmu Ara, jangan terlalu memikirkan perhiasan Ibumu, karena sekarang Kate juga Ibumu. Dia memililki hak di sini.”
Pisau di tangan Arabelle terjatuh ke lantai, “Jadi maksudmu peninggalan Ibu tidak berarti apa-apa?, dan wanita ini pantas mengambils semua milik Ibu?.”
“Tidak seperti itu Ara.”
Arabelle menepis tangan Nicholas, dia sudah sangat kecewa dengan jawaban Nicholas yang menyakiti hatinya, “Sudahlah.” Jawab ketus, gadis itu berjinjit mengambil beberapa kotak perhiasan di lemari dan melemparkannya di hadapan Kate, “Itu kan yang kau mau?, ambil semuanya!.”
“Arabelle jaga sikapmu!” Teriak Nicholas karena Arabelle mengambil beberapa pakaian dan melemparkannya kepada Kate.
PLAK
Mina menampar pipi Ara dengan keras, “Kau keterlaluan Ara. Lihat Ayah!, inilah yang setiap hari dia lakukan kepada kami setiap kau pergi, Ara memperlakukan kami dengan buruk.”
PLAK
Arabelle membalas tamparan Mina dan menarik rambutnya membalas perbuatan Kate yang telah menjambaknya, “Dasar muka dua!.”
“Ara, sudah!” Nicholas melepaskan jambakan Arabelle dan menyeretnya keluar, “Bereskan kamar isteriku!” Teriak Nicholas pada para pelayan.
“Ayah, sakit” isak Arabelle karena cengkraman tangan Nicholas yang menyeretnya pergi ke ruangan kerjanya.
Pintu tertutup dengan bantingan keras, Arabelle terisak menangis kesakitan. “Sayang, kau tidak apa-apa?” Nicholas memeluk puterinya penuh penyesalan, tangisan Arabelle semakin kencang membuat Nicholas mengusap pipinya yang merah karena bekas tamparan Mina.
“Kau tidak adil! Mereka mencuri lencanaku dan mencuri barang-barang Ibu! Kau membiarkannya, aku benci padamu.”
Pelukan Nicholas semakin erat, “Maafkan Ayah sayang. Lain kali jaga sikapmu, control emosimu, kau harus dewasa Ara.” Nicholas tidak dapat menunjukan keberpihakannya di depan Kate dan Mina karena mereka memiliki perlindungan yang kuat.
Jika Nicholas menunjukan keberpihakannya kepada Ara, maka anaknya akan semakin banyak terluka ketika dirinya pergi. Ini belum saatnya, Nicholas tengah mempersiapkan ahli waris, namun Ara belum siap menerima semuanya. Ara belum dewasa dalam berpikir. Nicholas akan langsung menceraikan Kate ketika Arabelle mengambil alih semua warisannya.
***
Arabelle mengintip keberadaan Mante di celah pintu, “Hay” sapanya setelah memastikan Mante tidak tidur.
Mante segera menegakan tubuhnya dan tersenyum melihat kedatangan Arabelle. “Aku pikir kau marah padaku.”
Arabelle berdeham tidak nyaman, “Aku hanya ingin meluruskan sesuatu padamu agar nanti kau tidak salah melapor. Dengar ya” Arabelle langsung duduk di kursi sisi ranjang, “Kau terluka parah karena tembakan, dan mobilku tidak sengaja berpas-pasan denganmu. Aku sudah melihat cctv di jalan, apa kau mengerti?.”
Mante mengangguk. “Terima kasih sudah menolongku.”
“Siapa yang merampokmu?, aku akan meminta bantuan kepada Ayahku untuk memberantas geng penjahat” tawar Arabelle dengan percaya diri, Mante diam-diam tersenyum melihat kepercaya dirian Arabelle.
Mante terlahir dari orang tua yang meminpin geng mafia seluruh Negara Neydish, masalah tembakan adalah sebuah ujian yang di berikan ayahnya untuk menguji kekuatan Mante.
Arabelle segera bangkit dan menepuk bahu Mante, “Kau jangan takut” yakinnya dengan mata yang bulat penuh keyakinan, “Jika ada yang menyakitimu, kau jangan kabur. Jika kau tidak bisa berkelahi, jambak rambutnya, tendang anunya, gigit tangannya, tampar dan lempari batu.”
“Aku tidak bisa berkelahi, saranmu sangat bagus, kau sangat pintar” acting Mante dengan sekuat tenaga menahan tawa.
Arabelle tersenyum sombong mendengar pujian Mante.
“Permisi” seorang petugas rumah sakit membuka pintu, dia mendorong meja yang di penuhi makanan. “Ini untuk makan malam” katanya dengan sopan dan membungkuk segera undur diri.
Arabelle memegang perutnya yang kosong, dia belum memakan apapun setelah pertengkarannya di rumah, “Cepat makan.” Titahnya segera mengambilkan nampan makanan Mante dan meletakannya di pangkuannya.
“Karena aku baik hati, aku akan mencoba masakannya.” Kata Arabelle lagi mengambil sendok dan mangkuk sup yang masih panas, beberapa kali Arabelle meniup kuah sup dalam sendok lalu memakannya. Perhatian Arabelle tertuju pada irisan daging dan makanan lainnya, gadis itu mencobanya satu persatu untuk menuntaskan rasa laparnya dengan alibi kebaikan hati.
“Ehem!, ini rasanya pedas, tidak enak!, kau makan bubur dan sayuran saja, dagingnya alot, kau makan kuah supnya saja.” Arabelle mengaturnya, sementara Mante hanya diam dan memperhatikan. “Jangan terlalu banyak makan daging, ini, kau makan sayap ayam saja.”
Kini makanan rumah sakit itu terbagi menjadi dua, Mante tahu apa yang ada di pikiran setan kecil itu. Mata indahnya yang polos terlalu menarik perhatian. Mante merasa sangat terhibur, entah kapan terakhir kalinya dia merasa bisa tertawa lepas.
Arabelle membawa virus kebahagiaan. Ada sedikit penyesalan dalam diri Mante karena dulu dia menyuruh Jach menggantikan dirinya.
“Makanlah, makan” Arabelle tertawa renyah, Mante mengambil sendoknya. “Karena ini masih banyak, biar aku membantumu menghabiskannya. Bukankah aku baik?.”
Mante menelan buburnya dan tersenyum melihat bagaimana lahap dan rakusnya Arabelle makan. “Iya, kau yang terbaik.”
To Be Continue..