“Ara!” Teriak Nerissa yang sudah berdiri dan bersandar pada pagar, gadis itu melambaikan tangannya dan tersenyum lebar. Arabelle mendekat dengan lesu, sepanjang malam dia mabuk dan tidak bisa tidur karena terlalu banyak minum alcohol.
Endrea melihat ke bawah tepat di mana orang-orang berjalan masuk dan beraktivitas, sekilas dia melihat kearah Arabelle dan meminum susunya “Kau kenapa?” tanya Endrea penasaran. Tidak butuh waktu lama bagi Endrea untuk mengetahui suasana hati Arabelle.
Arabelle mendengus lelah, gadis itu menjatuhkan kepalanya di bahu Nerissa dan memeluk lengannya, “Aku hamil.”
“APA?” teriak Nerissa dan Endrea bersamaan bahkan Endrea tersedak dan menjatuhkan kotak susunya dari gedung lantai empat belas.
Suara teriakan orang-orang di bawah terdengar bergemuruh, Endrea melihat ke bawah dengan mata membulat sempurna karena terkejut. Seorang pria jatuh pingsan tengah di gotong karena tertimpa kotak susunya.
“Ara” geram Endrea serius, “Apa maksudmu?. Jaga bicaramu.”
Arabelle menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Semalam aku ehem-ehem dengan paman gigolo, aku muntah-muntah sampai pagi. Itu artinya hamilkan?” tanyanya dengan polos.
Endrea memijat tulang hidungnya dengan keras, nampak gadis itu tengah menahan kesal dan jengkel dengan ucapan polos Arabelle. Jika Arabelle bicara sembarangan di depan orang, mungkin mereka akan langsung menggosipkan dirinya, untung Arabelle bicara di depan sahabatnya.
“Apa enak?” bisik Nerissa penasaran. Endrea mengerang semakin kesal, entah harus bagaimana dia mengajarkan kedua sahabatnya untuk keluar dari cangkang kepolosan dan kebodohan mereka.
“Ikut aku” Endrea menarik tangan kedua sahabatnya dan membawanya secara paksa ke atas gedung, di sana adalah satu-satunya tempat yang aman dari telinga orang asing. “Nerissa diam dulu. Ara jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi!.” Titah Endrea seperti seorang ibu yang memarahi anaknya.
Nerisaa langsung tertunduk dengan bibir memanyun tidak terima, namun dia tetap mengikuti perintah Endrea.
“Aku tidak mau di jodohkan, aku bosan!. Jika aku hamil, ayah tidak akan menjodohkan aku lagi dengan siapapun jika aku hamil” kata Arabelle menggebu-gebu.
Bibir Endrea bergerak kecil menunjukan ekspresi jengkelnya. “Dan kau menyewa gigolo?.”
Arabelle mengangguk, “Semalam aku tidur dengan dia Tereskop Gold.”
“Ara. Dengarkan aku, tidak ada yang melakukan seks langsung hamil, bahkan tumbuhan sekalipun tidak ada. Bahkan Ikan Cere yang terkenal cepat berkembang biak, dia membutuhkan waktu dua puluh delapan hari melewati masa bertelur. Kau mengerti maksudku Ara?.”
Arabelle mengangguk mencerna semua kata-kata Endrea, “Jadi, aku harus menunggu berapa lama untuk hamil?.”
“Ara kau masih muda!, jika kau menghindari perjodohan, bukan hamil jalan keluarnya!.” Bentak Endrea kesal. Ara dan Nerissa semakin tertunduk dan mencuri-curi pandang.
“Siapa laki-laki yang menanamkan benihnya?” suara Endrea kembali memelan. Dia meremas bahu Arabelle dan menatapnya tajam.
“Benih?, apa maksudmu laki-laki memiliki biji?.”
Wajah Endrea memucat. kebodohan Arabelle yang sangat mengakar sangat menguji kesabarannya. “Apa yang kau cerna saat belajar biologi?. Kenapa otakmu sangat kosong.” Bentak Endrea mulai kesal.
Arabelle tertunduk sedih, “Jangan marah.”
“Maksud Endrea sel s****a Ara. Berapa posisi kalian melakukannya?, aku harap semalam kau tidak menggunakan gaya menungging.” Kata Nerissa menggebu-gebu dengan keprontalannya.
Arabelle bingung, gadis itu menyingkap roknya dan berpikir. “Dia mengusap anuku.”
“Jadi dia tidak menusukan kejantanannya padamu?” tanya Nerissa semakin frontal. Tubuh Endrea lemas, dengan lemah dia duduk di tempat memandang kedua sahabatnya.
“Eh?, maksudmu?” Arabelle semakin bingung.
Endrea mengambil handponenya dan membuka suatu situs dewasa, hanya itu cara satu-satunya untuk membuat Arabelle paham tanpa perlu penjelasan yang berputar-putar. Wajah Endrea memerah, gadis itu menunjukan suatu video pada Arabelle dan Nerissa.
“Melakukan hubunga intim atau seks itu, seperti ini” Endrea menunjuk dua orang bintang dewasa yang sedang melakoni peran mereka di atas ranjang. Arabelle dan Nerissa memperhatikan dengan fokus.
“Berarti aku tidak melakukannya” pikir Arabelle pada akhirnya. “Anunya, benda tumpul itu tidak masuk pada anuku.”
Endrea berdehem tidak nyaman, karena di antara mereka hanya dia seorang yang malu dan berpikiran normal. “Kalian mengerti maksudku?” tanya Endrea dengan sedikit kelegaan.
“Ehemm.. eh Endrea, besarkan volumenya.” Pinta Nerissa penuh semangat mengambil handpone Endrea, “Aku sering mendengar Mommy dan Daddy mendesah di dapur. Shwan bilang mereka reuni kelamin, ternyata seperti ini reuni kelamin.” Gumam Nerissa mangut-mangut.
“CUKUP!” Teriak Endrea tidak tahan, dengan paksa dia merebut handponenya lagi dari Nerissa. “Dengar Nerissa, Ara. Aku menunjukan ini agar kalian berhati-hati, jangan biarkan siapapun menyentuh kalian seperti ini, ini hanya di lakukan untuk pasangan yang saling mencintai. Jika kalian di perlakukan seperti ini dengan paksa, ini pelecehan seksual. Jika hal seperti semalam terjadi lagi, aku tidak membantu kalian.” Nasihat Endrea panjang lebar.
“Kau dan Kenan sudah pernah melakukannya?” tanya Nerissa dengan polos.
Wajah Endrea semakin merah padam, gadis itu diam membeku di tempat tidak mampu menjawab. “Sebaiknya kita masuk kelas. Sebaiknya kau pikirkan, perusahaan mana yang akan kau masuki untuk bisa magang. Semua mahasiswa di sini harus memiliki pekerjaan setelah sebulan masuk.”
“Apa aku boleh masuk di perusahaan paman Julian.”
“No, no” jawab Nerissa dengan cepat. “Enam puluh persen mahasiswa memilih masuk perusahaan Mr. Julian, dan mereka adalah kalangan orang biasa. Kita tidak di perbolehkan masuk bekerja karena nama, latar berlakang dan koneksi. Kalangan biasa mendapatkan kesempatan magang di perusahaan besar, dan anak-anak bangsawan bekerja dengan cara seperti orang biasa.”
Arabelle cemberut. Di mana dia akan bekerja?.
***
“Tuan. Ester Isca sudah setuju akan menjadi model kita.” Kata Liam yang duduk di depan, di samping supir yang tengah mengemudi.
“Bagaimana dengan Alexa Housten?” tanya Raefal memandang beberapa belokan jalan menuju kantornya.
“Belum ada jawaban. Mengenai pembukaan lowongan untuk Giedon University, kita hanya memiliki kemungkinan tiga persen mahasiswa yang memilih.”
“Tetap buka, ambil sebesar apapun kesempatannya” jawab Raefal dengan tenang.
Mobil perlahan berhenti dan depan pintu perusahaan, Raefal keluar setelah seseorang membukaan pintu untuknya. Sejenak pria itu terdiam dan menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah lebar memasuki kantornya.
Suasana sepi begitu tenang karena semua karyawan sudah mulai bekerja, mereka bergerak cepat membicarakan banyak rancangan, beberapa model terlihat memasuki lift, mereka akan memulai pemotretan.
Raefal terdiam, tatapan tajamnya melihat kearah ruangan administrasi di mana salah satu karyawannya tengah mengisi daftar hadir. “Tuan Adam”
Pria muda itu membalikan badannya dan membungkuk memberi hormat kepada Raefal “Bos, selamat pagi” sapanya dengan gugup dan kepala tertunduk.
“Kau sudah terlambat selama seminggu ini. kau tahu, aku tidak mentoleransi siapapun yang datang terlambat, satu menitpun tidak bisa. Ambil gajimu dan silahkan mengundurkan diri dengan cara terhormat, jika kau ingin bertahan lebih lama lagi. Beri alasan yang benar. Tapi aku tidak menerima alasan.”
“Maafkan saya” Adam membungkuk beberapa kali hingga Raefal pergi meninggalkannya dan memasuki lift pribadi.
“Boss sangat disiplin. Sudah banyak karyawan yang kompeten di pecat dari Wushi karena tidak tepat waktu” kata Lara memperingatkan.
Adam mengusap peluh keringat di wajahnya dan melangkah gontai. Perkataan Raefal bukan sekadar gertakan, pria itu benar-benar berkata serius.
***
Arabelle mengeluh sedih memegang handponenya dan melihat panggilan masuk dari Nicholas. “Ya Ayah” sambut Arabelle seraya menutup bukunya.
“Sudah datang dan meminta maaf pada keluarga Levine?”
“Aku akan pergi sekarang, aku baru selesai belajar.”
“Ingat Ara, jangan macam-macam lagi dan berhenti membuat ulah. Jika perjodohan ini batal, Ayah akan tetap menjodohkan kamu dengan pria lain, jika perlu dengan pria tua sekalipun.”
Arabelle langsung menutup teleponnya dengan kesal. “Menyebalkan, kapan ini akan berakhir!.” Gerutunya memukul-mukul permukaan meja.
“Ara” Nerissa tersenyum lebar memasuki kelas belajar Arabelle. “Ada berita buruk.”
“Apa?” tanya Arabelle terlihat tidak tertarik. Arabelle beranjak dan memasukan buku-buku juga laptopnya ke dalam tas.
“Grey, Greyson pulang. Aku melihat dia masuk ke kelas”
Arabelle membeku, kekesalan yang tergambar di wajahnya berubah menjadi kesedihan yang tidak terbendung. “Aku tidak peduli” ucapnya dengan bentakan kesal. “Aku pulang lebih dulu” Arabelle mengambil tasnya dan pergi keluar.
Greyson, pria itu telah kembali setelah pergi satu tahun ke Inggris. Pria itu pergi setelah memberikan luka yang sangat dalam pada Arabelle hingga luka itu tidak bisa Arabelle hapus sampai sekarang.
Telinga Arabelle berdenging, amarah, benci dan kesedihan bercampur di dadanya hanya dengan mendengar namanya saja.
Bruk
Seseorang menabrak bahu Arabelle hingga tasnya jatuh ke lantai.
“Maaf, aku tidak sengaja” ucap seorang wanita yang langsung membungkuk di hadapan Arabelle.
“PAKAI MATAMU!” Teriak Arabelle memaki hingga membuat semua orang menatap ke arahnya. “Lihat tasku jatuh.”
“I..itu, tadi kau yang berjalan melamun” belanya dengan gugup.
“Kau menyalahkan aku hah!” Arabelle bersedekap dan mengangkat dagunya dengan angkuh. Semua orang diam-diam berbisik membicarakan sifat buruk dirinya yang mengundang perhatian.
Gadis di hadapan Arabelle hanya menggeleng dan ciut akan keberaniannya. “Aku yang salah, maafkan aku.”
“Bersujud di hadapanku dan minta maaf yang benar” tuntut Arabelle membuat semua orang terhenyak dan geram akan tingkah lakunya yang sombong dan semena-mena.
Tubuh gadis itu gemetar dan menangis karena di permalukan. Diam-diam dia terisak dan bersujud di hadapan Arabelle. Arabelle mengusap dadanya dengan tangan terkepal semakin marah merasakan kehilangan sesuatu.
“Ara apa yang kau lakukan” Mina muncul di antara kerumunan, dengan anggun dia membantu gadis di hadapannya untuk bangun, “Kau keterlaluan. Dia sudah minta maaf, kenapa kau mempermalukannya.” Bela Mina membuat perbicangan dan spekulasi semua orang semakin hangat dan panas.
Arabelle memutar bola matanya dan tersenyum sinis, “Wow, acting kalian bagus.” Arabelle membungkuk meraih tasnya dan kembali berdiri, menunjuk gadis lugu di hadapannya, “Akan aku pastikan sampah sepertimu, besok tidak muncul lagi di sekolah ini.”
“Aku minta maaf.. aku minta maaf…” kata gadis itu memelas dan semakin menangis terisak dalam pelukan Mina.
“Arabelle, kau anak seorang wali kota dan generasi penerus Giedon. Kau tidak mencermin nama baik Ayah dan keluargamu, kau yang salah” sahut salah satu orang yang berdiri di antara kerumunan.
“DIAM KALIAN SEMUA!” Teriak Arabelle murka.
“Kau sangat cantik Ara, namun hati dan sikapmu sangat buruk seperti kotoran. Tidak seperti Mina. Dia lebih pantas dari pada kau, jika bukan karena keturunan Giedon, tidak ada yang sudi mengenalmu” teriak salah satu siswa terlampau kesal.
Perbincangan semakin hangat, semua orang mulai mulai memojokan Arabelle untuk segera meminta maaf dan mengakui kesalahannya.
“Tidak perlu, aku sebagai kakaknya, aku yang salah karena tidak menjaga adikku dengan baik. Aku minta maaf” bela Mina dia wajah lugu dan sedihnya. “Tolong, maafkan aku.”
“KAU BUKAN KAKAKKU!” Teriak Arabelle kesal.
“Lihat itu. Mina terlalu baik, dia pasti tertekan selama satu keluarga dengan gadis sombong itu” bisik-bisik orang yang semakin membandingkan sikap Arabelle dan Mina.
Air mata Mina terjatuh. “Aku tahu aku hanya kakak tirimu Ara, aku dan Ibu sudah berusaha untuk menjadi keluargamu meski kau selalu memperlakukan kami dengan buruk. Tapi kau tidak bisa mempermalukan aku seperti itu di depan semua orang.”
Tangan Arabelle semakin terkepal, kemarahannya semakin memuncak karena kehebatan Mina yang pandai memutar balikan fakta.
“Permisi” Endrea muncul di hadapan semua orang. Wajah Arabelle berubah sendu dan tertunduk tampak menyesal, “Ada apa ini?.”
“Aku tidak sengaja menabrak Ara, sepertinya dia sangat marah. Ini kesalahanku, tapi aku mohon jangan mengeluarkan aku” isak gadis asing itu semakin menarik simpati semua orang.
Endrea tersenyum, “Oh, ya?”
“Endrea, kau sahabat dan sepupu Ara. Tapi di sini dia benar-benar keterlaluan, kau harus berlaku adil.” tuntut Mina yang di setujui semua orang.
“Siapa namamu?” Tanya Endrea pada gadis asing itu dengan ketenangan.
“Vivian”
“Oke Vivian. Bersujud di hadapan Ara, dan minta maaf padanya.” Perintah Endrea dengan tegas membuat semua orang terdiam membeku.
Bola mata Vivian membulat sempurna, wajahnya pucat pasi di penuhi air mata.
“Kau tidak bisa bersikap semenang-menang meski sekolah ini milik keluarga Giedon.” Bela Mina membuatnya menjadi semakin menonjol dan menjadi pahlawan di hadapan semua orang. “Uang tidak bisa menilai keadilan, jangan semena-semena hanya karena Ayahmu.”
“Siapa yang mengizinkanmu bicara. Menjauhlah, kami alergi orang miskin sepertimu” jawab Endrea dengan penghinaan lebih tajam hingga membuat wajah Mina merah padam menahan kesal karena di permalukan.
Perhatian Endrea kembali pada Vivian yang kini bersujud di hadapan Endrea dan Arabelle. “Aku sungguh minta maaf” isaknya memohon ampun.
“Kembalikan lencana emas Ara yang barusan kau curi.” Kata Endrea yang berhasil mengejutkan semua orang dan menjatuhkan semua amarah mereka.
Arabelle membungkuk dan menarik paksa tangan Vivian yang terkepal, dengan paksa dia membuka kepalan itu dan mengambil lencananya kembali.
“Kalian yang ada di sini, minta maaf pada Ara” perintah Endrea yang langsung membuat semua orang tertunduk meminta maaf. “Bubar” titahnya lebih keras, semua orang berpencar dan pergi.
Mina terdiam di tempatnya.
“Ayo Ara, jangan habiskan kemarahanmu dengan sampah seperti mereka.” Endrea menarik tangan Arabelle dan membawanya pergi.
***
“Nyonya, Nona Arabelle ingin bertemu dengan Anda.” Kata salah satu pelayan kepada Greta yang tengah membaca.
Seketika Greta menutup bukunya dan tersenyum cerah, “Suruh dia masuk.” Titahnya penuh semangat. Greta langsung beranjak dan pergi keluar dari ruangan kerja Raefal dan berdiri di sisi tangga, melihat kedatangan Arabelle yang baru datang.
Greta tersenyum lebar segera menuruni tangga menyambut kedatangan Arabelle, “Arabelle, senang bertemu denganmu lagi.”
Sudah tiga tahun Greta tidak bertemu dengan Arabelle. Dulu mereka bertemu karena Nicholas yang membawa Arabelle ke pertemuan bisnis.
Arabelle nyengir memaksakan dan bergerak canggung karena tiba-tiba Greta memeluknya. “Nyonya, untuk yang semalam, saya sungguh minta maaf telah membuat keluarga Levine kecewa.”
Kening Greta mengerut, dia tidak mengerti dengan maksud pembicaraan Arabelle. Semalam Raefal mengomel dan mengatakan jika dia tidak suka dengan Arabelle.
Mungkinkah karena itu Arabelle meminta maaf, karena sikapnya yang kurang baik pada puteranya?. Pikir Greta.
“Kau sudah makan?” tanya Greta dengan senyuman lebar mengusap kepala Arabelle, gadis itu terlihat sangat polos seperti kucing kecil.
“Saya sudah makan” jawab Arabelle dengan sopan.
“Sayang sekali, aku baru membuat barbeque”
“Saya belum makan, sata lapar!” Sela Arabelle dengan cepat dan mata berbinar. Greta tertawa seketika, dia senang dengan sikap Arabelle yang masih sama seperti dulu.
***
Raefal mengayunkan tongkat golfnya dengan hati-hati dan memukul bola, matanya memicing melihat bola golf menggelinding memasuki lubang.
“Selamat siang.”
Raefal menengok, ekspresi langsung suram begitu melihat kedatangan Mina belakangnya. Gadis itu tampak seksi dan elegan saat melangkah, “Aku ingin mengajakmu makan siang bersama. Ayah dan Ibumu sudah sudah menyiapkan restorantnya” dustanya dengan lancar.
“Aku memiliki pertemuan Nona Arabelle” tolak Raefal dingin.
Mina tersenyum memaksakan, pandangannya melihat ke setiap penjuru ruangan Raefal yang terkesan mewah dan mencuri perhatiannya. Mina tidak bisa membayangkan seberapa hebatnya dirinya suatu saat nanti setelah menjadi nyonya besar.
Bola mata Mina berbinar kagum melihat satu set perhiasan yang di berlian tersimpan dalam kotak di atas meja, tanpa permisi dia menyentuhnya. “Bukankah ini Black and Bird yang kemarin di beritakan?, siapa yanga akan memakainya untuk pameran?.”
Raefal menengok dengan wajah menggelap kesal, “Jangan menyentuh barang orang lain. Itu tidak sopan.”
Mina langsung menurunkan tangannya dan tersenyum. “Kenapa kau sangat dingin sekali padaku?. Semalam aku membicarakan masalah perjodohan ini dengan Ayahku. Orang tua kita tetap akan menikahkan kita, bukankah seharusnya kita belajar menerimanya dan mencoba memulai.” kata Mina penuh harap.
Raefal menjatuhkan stick golfnya tanpa minta lagi, entah kenapa dia benar-benar tidak suka berlama-lama dengan wanita di depannya itu. “Aku sudah menolakmu, simpanlah harga dirimu.”
“Rae, aku mohon” tiba-tiba Mina memeluknya dari belakang. “Mari kita mencoba. Aku menyukaimu, aku akan mencoba menjadi wanita yang kau mau.”
Dengan kasar Raefal menepis pelukan Mina, “LIAM!” Teriak Raefal keras.
Tidak berapa lama Liam muncul dan membungkuk memberi hormat, “Kita pergi sekarang.” Putus Raefal yang mengambil jassnya dan pergi.
“Tuan Rae, tunggu!” Teriak Mina mengejar.
“Lain kali, jangan siapapun masuk ke dalam ruanganku se’enaknya. Termasuk Arabelle Giedon.” geram Raefal penuh kekesalan.
“Dia siapa?” tanya Liam bingung.
“Siapa lagi!, Arabelle Giedon!.” Bentaknya kesal.
Liam mengerutkan keningnya memandang Mina dengan heran, “Tuan, sepertinya ada kesalahan.”
“Apa maksudmu?” Raefal menekan tombol lantai satu di lift pribadi.
“Itu bukan Arabelle Giedon” kata Liam dengan tegas, dia sudah beberapa kali melihat wajah Arabelle yang di kirim langsung oleh Nicholas, ayahnya.
Raefal terdiam, rahangnya menegang karena terkejut dan kesal. Dia tidak menyangka akan di permainkan dengan begitu mudah dalam hal yang sepele seperti ini.
“Tuan, lihatlah. Kita dengan mudah dapat melihat siapa saja yang berada di generasi Giedon dalam internet” Liam memberikan tabletnya pada Raefal.
Pintu lift terbuka, Raefal meneliti dengan tatapan tajamnya, melihat siapa anak Nicholas yang sebenarnya. Beberapa langkah Raefal keluar lift dan berdiri mematung dengan wajah memerah melihat wajah gadis yang kemarin dia temui.
Gadis sombong dan polos itu Arabelle…
Lantas, kenapa ada orang yang mengaku-ngaku sebagai Arabelle?.
Raefal teringat sesuatu ketika Arabelle datang memohon kepadanya agar bisa hamil, itu sudah memberikan gambaran jika gadis itu tengah berusaha menolak perjodohan dengan sebuah kehamilan.
Diam-diam Raefal menyerigai, “Hubungi Nicholas Giedon. Aku ingin bertemu Arabelle lagi.”
***
Arabelle bersendawa dengan senyuman lebarnya, kedua tangannya merentang mengeliat. “Lezat sekali” ucapnya masih dengan senyuman. Arabelle menyalakan mesin mobilnya lalu meninggalkan kediaman keluarga Levine.
Hari ini dia perlu mencari pekerjaan untuk mempersiapkan diri. Jika Arabelle melamar pekerjaan satu minggu sebelum tugas sekolah di buka, dia akan kalah telak dengan orang-orang yang berkompeten.
Suara deringan telepon masuk mengalihkan lamunan Arabelle. Masih dengan fokus menyetir, Arabelle mengangkat panggilan masuk dari ayahnya.
“Sayangku Ara. Greta sangat menyukaimu” kata Nicholas terdengar tertawa bahagia, “Barusan Raefal menelpon Ayah, hari ini dia ingin bertemu denganmu. Jangan lupa datang ke restorant Wushi jalan L, dia akan menunggu.”
“Tapi Ayah, aku sudah bertemu dengan Nyonya Greta. Kenapa sekarang harus bertemu dengan anaknya?”
“Dia calon suamimu Ara. Cepat pergi, atau Ayah blokir semua keuangan kamu.”
“Tua bangka” teriak Arabelle jengkel seraya melemparkan handponenya ke kursi samping. Arabelle menginjak pedal gas semakin dalam menambah kecepatan, jari-jari kecil itu mencengkram stir dengan erat penuh kekesalan.
Arabelle membelokan arah mobilnya melewati beberapa gang perumahan. Semakin ayahnya gencar menjodohkan dirinya dengan banyak pria, Ara akan semakin memiliki ribuan cara untuk membatalkannya.
Arabelle tidak akan berhenti membangkang keinginan Nicholas, sampai Nicholas sendiri menyadari kesalahan dan kekurangannya selama ini sebagai orang tua.
Kemarahan Arabelle tiba-tiba berubah menjadi sebuah guncangan kekagetan. Dengan kuat Arabelle menginjak rem hingga mobil berhenti dan mengeluarkan suara kasar. “Apa yang terjadi.” Teriak Arabelle keluar dari Bugattinya.
***
Suara tembakan mecekam di sebuah ruangan, beberapa orang kelompok pria berpakaian seragam tengah berkelahi dan mengepung seorang pria muda di depannya.
“Sebaiknya kau berlari selagi kita mampu melawan mereka” bisik Jach dengan napas memburu. “Mereka akan datang lebih banyak lagi.”
“Aku tahu” jawab Mante menyeka darah di wajahnya. “Kita habisi mereka, lalu berpencar.”
Jach sedikit mengangguk dan berlari menghajar beberapa musuh yang menyerangnya, Mante mengeluarkan senjatanya dan mempergunakan sisa pelurunya untu menembaki beberapa orang.
Mante berlari melewati jendela, Jach melompati tangga satu ke tangga lainnya. Mereka berlari berpencar menyelamatkan diri ketika musuhnya sudah terkapar tidak berdaya.
Suara sirine polisi tedengar di telinga Mante, ia berlari semakin cepat melewati gang-gang kecil sambil mencengkram bahunya yang terkena tembakan. Beberapa tetes darah berjatuhan ke tanah meninggalkan jejak dirinya.
BRAKK
Tubuh Mante terpental ke sisi jalan karena mobil, tenaganya sudah terkuras. Mante terbaring tidak berdaya, kepalanya pusing karena kehilangan banyak darah.
“Apa yang terjadi!.” Teriak Arabelle kaget, gadis itu mendekat hati-hati melihat Mante yang bergerak kesakitan dengan punggung terlukanya. Arabelle membungkuk, melihat wajah Mante yang terluka.
Bibir Arabelle gemetar ketakutan, “Kita ke rumah sakit. Jangan menelpon polisi, aku akan bertanggung jawab” tangisnya panik, Arabelle berpikir jika pria yang tengah terluka itu karena tertabrak.
Mante menyerigai geli ketika Arabelle membangunkan dan memapahnya membawa masuk ke mobil sambil menangis terisak ketakutan.
“Aku akan bertanggung jawab, kau jangan mati” tangis Arabelle yang mulai menyetir dengan panik dan sesekali melihat ke arah Mante, “Bicaralah padaku!.” Bentak Arabelle.
“Aku baik-baik saja. Berhentilah menangis, kucing liar.” Kata Mante pelan.
“Janji dulu padaku. Kau tidak akan melapor pada polisi.” Teriak Arabelle semakin cepat melajukan kecepatan mobilnya. Mante mengangguk dengan senyuman, dia sudah terbiasa terluka, namun sikap Arabelle cukup menghiburnya.
Mobil berhenti di depan rumah sakit Jawret Arleta Giedon. Arabelle berlari tergesa-gesa membuka pintu dan memapah Mante, gadis itu berteriak di depan pintu rumah sakit membuat beberapa perawat yang mengenalinya berlarian menyambut kedatangan Arabelle.
“Tolong temanku!” Isak Arabelle panik.
“Nona, tenanglah. Kami akan menanganinya” kata seorang dokter yang baru datang dan mengintruksikan agar Mante di bawa pergi untuk segera di tangani.
Arabelle mengusap air matanya dengan cepat, tanpa terduga dia merangsek snelli dokter itu dan menatapnya dengan tajam, “Jangan sampai keluargaku tahu. Jika ini bocor keluar, kau akan menerima akibatnya.”
“Ba… baik Nona” jawabnya ketakutan.
***
“Bagaimana kondisinya?” tanya Arabelle khawatir, sudah hampir satu jam dia menunggu.
“Teman Anda baik-baik saja Nona” jawab sang dokter dengan senyumannya, “Pelurunya sudah kita ambil, beliau hanya perlu istirahat.”
Kening Arabelle mengerut tidak mengerti, bagaimana bisa orang yang di tabraknya terdapat peluru di tubuhnya?.
“Kalau begitu saya permisi.” Dokter itu membungkuk member hormat.
Arabelle diam termenung berpikir keras, pintu ruangan operasi terbuka. Mante di dorong di ranjangnya, wajahnya yang semula samar karena darah kini terlihat cukup jelas. Arabelle menahan napasnya, kebingungannya tergantikan oleh rasa kagum karena wajah tampan Mante.
Setelah Mante di masukan ke dalam ruangan, Arabelle di perbolehkan masuk menjenguknya.
“Ehem” dehem Arabelle cukup keras, gadis itu mendekat dan meletaan dompet Mante di samping ranjang, “Aku harus mengisi administrasi, jadi tadi aku lihat identitasmu.” Katanya langsung member alasan.
Mante mendengus geli, nada suara dan eskpresi judes Arabelle berbanding balik dengan sikapnya saat menangis. “Terima kasih.”
Arabelle membuang napasnya dengan kasar, “Kenapa ada peluru di tubuhmu?. Kau perampok?” tanya Arabelle bersedekap dan menatap penuh selidik.
“Aku di rampok.” Jawab Mante dengan wajah memelas meminta di kasihani.
Bibir Arabelle menekuk, kemarahannya berubah menjadi rasa kasihan. Arabelle duduk di samping ranjang dan menyentuh dahi Mante, “Apa sekarang kau merasa baikan?.”
BRAKK!
“Mante!” Teriak seseorang di ambang pintu yang membuat Arabelle langsung naik ke ranjang Mante dan gemetar ketakutan. Segerombolan orang berpakaian serba hitam datang memenuhi ruangan.
“Siapa kau?” tanya Jach, pria yang meminpin gerombolan. Pelototan mengintimidasi Jach berubah menjadi senyuman kikuk ketika Mante menatap tajam dirinya member isyarat untuk tidak macam-macam.
“Kau..” wajah Arabelle memucat, gadis itu tiba-tiba meloncat dari ranjang mengambil tasnya. “Aku ada urusan” ucapnya terburu-buru berlari keluar.
Jach mengusap tengkuknya yang tidak gatal, beberapa saat dia berpikir dan mengingat. “Kenapa kau bisa bersama Nona Arabelle?. Bagaiamana keadaanmu?.”
“Arabelle?”
Jach mengangguk. “Dia anak Nicholas Giedon. Gadis yang sempat di jodohkan denganmu satu tahun yang lalu. Kau ingatkan waktu itu aku yang berpura-pura menjadimu.”
Mante menyerigai. “Ini menarik.”
To Be Continue...