Johnathan_8

1751 Words
Saat Casey masih asyik mencari akun sosial media Johnathan, dia kembali mendesah pelan saat ponselnya berdering. Kali ini Charmaine yang meneleponnya, Casey yakin wanita itu pasti akan bertanya banyak hal mengenai dirinya dan lelaki itu.   Casey menarik napas panjang sebelum menempelkan ponselnya kembali ke telinga. Dia menatap lurus ke depan saat mendengar sapaan singkat dari penelepon.   "Cas, sejak kapan kau mempunyai kekasih baru?"   Itulah pertanyaan yang selalu Charmaine lontarkan setiap kali Casey mendapatkan kekasih baru. Kalau saja teman-temannya berpikiran seorang wanita lajang bukanlah masalah, Casey tidak perlu berbohong seperti ini.   "Cas?" Charmaine memanggil karena tidak ada jawaban dari Casey.   "Iya," jawab Casey singkat.   "Sejak kapan kau mempunyai kekasih baru?"   "Sejak kemarin," aku bertemu dengannya di pantai.   "Lalu di mana kekasihmu sebelumnya?"   "Kami sudah putus," lebih tepatnya kami sudah selesai kontrak.   "Baiklah, nanti jangan lupa kau kenalkan dia pada kami, oke?"   "Iya," aku tidak akan mengenalkannya. Bagaimana aku bis mengenalkannya pada kalian? Aku saja tidak yakin akan bertemu dengannya lagi atau tidak.   Casey mendesah pelan. Dia melemparkan ponselnya di atas sofa lalu bangkit berdiri. Entah bagaimana rasa sakit di pergelangan kakinya tidak terasa. Yang Casey rasakan saat ini adalah kepalanya berdenyut-denyut.   "Oh God, kenapa hidupku sangat menyedihkan seperti ini?"   Sebelah tangan Casey membuka pintu kulkas dan mengambil sebotol jus apel, jus kesukaannya. Dia menuangkannya ke dalam gelas lalu meminumnya. Beberapa saat kemudian dia sudah mengendalikan dirinya sendiri.   Namun keadaan itu tidak berlangsung lama saat mendengar dering percakapan grup di akun sosial medianya semakin ramai. Karena merasa penasaran, Casey kembali melangkah ke arah sofa dan meraih ponselnya.   Kening Casey berkerut mendapatkan sebuah pesan singkat dari Marilyn. Dia pun mulai membuka pesan tersebut. Kedua bola mata Casey terbuka lebar saat melihat Marilyn mengirimkan foto Johnathan dan beberapa pesan lainnya.   Di sana tertulis banyak sekali pesan namun Casey mengabaikannya. Dia terus men-scroll layar ponselnya untuk melihat pesan-pesan berikutnya.   "Johnathan Myles?" gumam Casey menyebutkan nama lengkap lelaki itu.   Casey diam sejenak. Dia mencoba berpikir. Telinganya terasa tidak asing dengan nama keluarga lelaki itu. Casey berdecak kesal karena lupa dengan nama tersebut. Dia pun langsung menghubungi Marilyn.   "Iya?" jawab Marilyn.   "Kau tahu nama dia dari siapa? Aku kan belum memberitahumu namanya," tanya Casey, dia dengan susah payah merangkai kalimatnya supaya tidak terkesan jika dirinya tidak tahu menahu mengenai Johnathan.   "Kau meragukanku? Tentu saja aku tahu. Oh yah, apa benar dia baru datang dari Jerman?"   Johnathan datang dari Jerman? Oh yah? batin Casey dan mencoba berpikir, "Iya."   "Saat aku bertanya pada Elizabeth, katanya dia mendengar kekasihmu tinggal di apartemen Heart of Hollywood?"   Heart of Hollywood? batin Casey mengulangi ucapan Marilyn. Dia langsung mencari sebuah kertas untuk mencatatnya. "Iya, dia tinggal di sana," jawab Casey dengan kedua tangan sibuk memegang ponsel dan menulis, "Tapi, Elizabeth tahu dari mana?"   Marilyn mendesah mendengar pertanyaan Casey, "Apa kau amnesia? Kau tidak tahu pasukan-pasukan detektif di kantor? Astaga," desahnya sembari memutar bola matanya.   Casey hanya tertawa pelan.   "Sudah ya? Aku sedang sibuk menghabiskan hari terakhir liburanku sebelum besok Mrs. Smith mengomel," ucap Marilyn lalu memutuskan sambungan telepon.   Casey kembali duduk di sofa. Dia mulai mencari letak alamat apartemen tersebut di internet. Tidak lupa dia juga kembali mencatatnya di selembar kertas setelah menemukannya.   "Sekarang masalahnya semakin sulit," gumam Casey mengingat dia tidak tahu di mana ruangan tempat tinggal lelaki itu.   Dirinya merasa putus asa memgetahui masalah satu itu. Casey menyandarkan punggungnya di sofa dan meletakkan kertas, pulpen, serta ponselnya di atas meja. Dia memejamkan kedua matanya untuk memikirkan ide yang lebih bagus.   ~   Tiga jam Johnathan menunggu kedatangan Sabrina. Dia menghela napas pelan membuat Enrique yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah Johnathan.   "Apa Anda ingin saya menghubungi Ms. Richardson?"   "Tidak," gumam Johnathan, "Mungkin dia sedang sibuk."   Johnathan bangkit berdiri membuat Enrique menegakkan tubuhnya untuk mengikutinya.   "Aku ingin pergi sendiri, kau bisa pulang. Besok kau bisa datang kembali," ucap Johnathan melihat Enrique akan mengikutinya.   "Anda akan ke mana Sir?"   Johnathan terdiam. Dia sendiri tidak tahu akan ke mana. Yang pasti tujuannya bukanlah ke rumah ayah angkatnya.   "Ke club," jawab Johnathan.   Enrique pun membiarkan Johnathan pergi seorang diri ke club. Dia mengikuti perintah Johnathan untuk pulang sekedar istirahat. Johnathan masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju sebuah club.   Sepuluh menit dia mengendarai mobilnya, akhirnya Johnathan sampai di depan halaman club. Dia membuka pintu mobil dan memperhatikan club tersebut. Ini adalah pertama kalinya dia datang ke club di California setelah kepulangannya dari Jerman.   Johnathan melenggang masuk ke dalam club. Hari mulai petang sehingga sudah banyak pengunjung di dalam club. Johnathan melihat lautan manusia sedang meliuk-liukkan tubuh mereka ditemani dentuman musik.   Saat Johnathan berniat ingin menghampiri seorang wanita seksi sedang bergabung dengan alunan musik di tengah lautan manusia, dia merasa ponsel di kantong celananya bergetar. Johnathan langsung melihat layar ponselnya.   Tertera nomer tanpa nama itu menghubunginya. Johnathan masih ingat belakang nomer telepon tersebut dan dia langsung mengangkatnya.   "John," panggil Sabrina saat mengetahui Johnathan mengangkat teleponnya.   "Iya."   "John, kau di mana?" tanya Sabrina dengan nada tidak senang mendengar kebisingan dari arah Johnathan.   "Aku sedang di club."   "John, maafkan aku. Aku tidak sempat mengabarimu kalau aku tidak bisa datang. Aku harus kembali ke rumah sakit karena ada operasi mendadak."   "Iya, aku mengerti. Bagaimana operasinya?" tanya Johnathan sembari melenggang keluar.   "Berjalan lancar. Besok malam aku akan menemuimu. Aku harus melihat perkembangan kondisi pasienku lebih dulu saat dia sadar nanti. Jika semuanya dalam keadaan baik, aku akan segera pulang dan menemuimu."   "Kau selalu seperti itu," gumam Johnathan mengingat bagaimana Sabrina dulu sangat telaten mengobati dirinya saat terluka atau sedang sakit.   Sabrina tertawa pelan mendengar sindiran Johnathan. Dia pun mematikan sambungan teleponnya setelah selesai berbicara dengan Johnathan. Sedangkan Johnathan kembali masuk ke dalam club untuk menghabiskan waktu di sana.   ~   Casey menahan langkah kakinya saat melihat seorang laki-laki sedang memeluk seorang wanita. Sepasang manusia berbeda lawan jenis itu saling mencium pasangannya masing-masing. Bahkan sebelah tangan wanita itu menyentuh benda keras di pangkal paha lelaki itu yang masih tertutupi kain.   Tatapan Casey menyipit saat melihat lelaki itu sedang membisikkan sesuatu pada wanita yang ada di pelukannya. Beberapa saat wanita itu tersenyum dan kembali mencium bibir lelaki itu sebelum pergi meninggalkannya. Lelaki itu membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi bartender. Dia kembali menikmati minumannya.   "Mr. Johnathan."    Merasa namanya di panggil, Johnathan menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat seorang wanita berambut pirang dengan bola mata yang berwarna biru terang.   "Kakimu sudah sembuh?" tanya Johnathan sembari melirik ke arah kaki Casey, wanita itu memakai sepatu flat.   "Aku ingin berbicara denganmu," ucap Casey.   Johnathan tersenyum lalu melirik ke arah kursi yang masih kosong. Dia menepuk-nepuk kursi di sebelahnya seolah mengisyaratkan Casey untuk duduk di sampingnya.   "Aku..." Casey memperhatikan sekeliling. Dia merasa cemas jika salah satu teman kantornya melihat dirinya dengan Johnathan di dalam club. Terlebih Casey berniat ingin membicarakan perihal tawarannya pada Johnathan supaya lelaki itu bersedia bekerjasama dengannya.   Johnathan menaikkan alisnya saat mengikuti arah pandang Casey. "Apa kau datang bersama kekasihmu?" tanya Johnathan melihat kecemasan di wajah Casey.   "Aku ingin berbicara penting denganmu. Aku tidak bisa membicarakannya di sini."   "Lalu?"   "Ini tempat umum. Aku tidak bisa berbicara masalah penting ini di tempat umum yang sangat berisik seperti ini."   "Maksudmu kau ingin berbicara denganku di tempat yang sepi?"   "Lebih baik di restoran atau di kafe supaya aku tidak berteriak-teriak seperti ini saat berbicara denganmu."   Johnathan tertawa pelan. Dia pun bangkit berdiri dan membayar minumannya. Sebelah tangan Johnathan menggandeng Casey keluar dari klub tersebut menuju mobilnya.   "Aku bawa mobil sendiri," ucap Casey saat Johnathan menuntunnya menuju mobil lelaki itu.   "Pakai ini saja. Tinggalkan mobilmu nanti mobilmu akan pulang sendiri ke apartemenmu," balas Johnathan dan langsung mendorong Casey dengan paksa masuk ke dalam mobil.   Lelaki itu mulai melajukan mobilnya menuju suatu tempat. Casey menghela napas lega akhirnya dia bisa bertemu dengan Johnathan. Setelah membaca sebuah pesan dari temannya yang kebetulan melihat Johnathan di dalam club, Casey terburu-buru pergi ke sana. Sepertinya kali ini waktu akan berpihak padanya.   "Memangnya kau ingin membicarakan apa?" tanya Johnathan melihat Casey masih diam di dalam mobil.   "Sesuatu yang sangat penting."   "Sepenting itukah sampai kau terlihat sangat cemas?"   Casey mengernyitkan keningnya. Dia melirik ke arah Johnathan yang justru di balas kekehan oleh lelaki itu. Casey masih belum percaya jika Johnathan mampu membaca pikiran seseorang, tapi kali ini Casey mendapatkan buktinya lagi.   "Apa kau serius bisa membaca pikiran seseorang?"   Johnathan kembali tertawa, "Sebenarnya berapa usiamu?"   "Menanyakan usia itu tidak sopan. Memangnya kau mengenal namaku, hah?"   Casey tertegun saat melihat Johnathan membelokkan mobilnya masuk ke dalam basement sebuah apartemen. Kemarahannya menghilang mengetahui apartemen tujuannya saat ini adalah tempat tinggal lelaki itu.   Johnathan keluar dari mobil. Dia menunggu Casey yang masih duduk diam di tempatnya. Johnathan pun memutari mobilnya dan mengetuk kaca mobilnya. Dia mengintruksikan Casey untuk turun saat Casey melirik ke arahnya.   Perlahan pintu itu terbuka. Casey turun dari mobil dan memperhatikan basement tersebut. Dia melirik ke arah Johnathan.   "Kenapa kau membawaku ke apartemenmu?"   "Kau tahu ini apartemenku?"   Casey tertegun mendengar pertanyaan Johnathan. Dia merasa sangat bodoh karena mengatakan kalimat tersebut. Seharusnya dirinya pura-pura tidak mengetahui hal itu. Johnathan pasti akan menertawakan dirinya saat mengetahui Casey dengan susah payah mencari tahu mengenai lelaki tersebut.   "Aku hanya menebaknya," jawab Casey sembari memalingkan wajahnya yang mulai memerah akibat rasa malunya.   "Kau tidak perlu berteriak saat berbicara di dalam. Terlebih di sini kedap suara jadi kau tidak perlu takut ada orang lain yang akan mendengar suaramu," ucap Johnathan yang bagi Casey tidak perlu di jelaskan.   Mereka beriringan masuk ke dalam lift. Casey melirik ke arah jari Johnathan yang menekan lantai apartemennya. Di dalam hati Casey terus bergumam untuk membuat otaknya mengingatnya.   Pintu lift pun terbuka. Casey mengikuti langkah Johnathan menuju sebuah pintu ketiga dari lift. Bola mata Casey kembali memperhatikan jari Johnathan dengan seksama saat lelaki itu memencet password apartemennya. Tanpa sadar Casey sedikit mencondongkan kepalanya membuat Johnathan melirik ke arahnya.   "Apa kau sangat penasaran dengan password apartemenku?"   Sontak Casey menjadi salah tingkah. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Johnathan hanya tersenyum melihat tingkah konyol wanita itu. Entah kenapa dirinya justru merasa Casey sangat lucu saat wanita itu tertangkap basah.   "383890, itu passwordnya," ucap Johnathan saat membuka pintu.   "Ti... apa?" Casey tercengang menyadari Johnathan baru saja memberitahu password apartemennya.   "Tidak ada siaran ulang, Nona," jawab Johnathan membuat Casey berdecak kesal saat mengikutinya masuk ke dalam apartemen.   Johnathan mempersilakan Casey untuk duduk di sofa ruang tengah. Sedangkan dirinya pergi ke arah lain untuk menyiapkan minuman. Sepanjang Casey menunggu Johnathan kembali, dia mengedarkan tatapannya memperhatikan seisi apartemen tersebut.   "Ini," Johnathan memberikan segelas minuman anggur pada Casey.   Casey menatap gelasnya dan Johnathan yang duduk di depannya bergantian. Dia mulai menyesap sedikit demi sedikit minumannya, begitupun dengan Johnathan.   "Kau ingin berbicara tentang apa?"   Wanita itu menarik napasnya panjang dan meletakkan gelasnya di atas meja. Dia kembali ragu dan menatap sekeliling. "Aku... butuh bantuanmu," gumamnya.   "Bantuan?" Johnathan menaikkan sebelah alisnya, "Bukankah kau mengatakan padaku jika kau tidak butuh bantuanku lagi?"   Casey mendongakkan kepalanya. Dia menatap lurus pada Johnathan. Dirinya kembali ingat saat lelaki itu mengantarnya pulang dari rumah sakit. Seharusnya Casey tidak perlu berkata kasar pada lelaki itu.   Wanita itu bangkit berdiri dan melangkah dengan ragu. Dia mendekat ke arah Johnathan membuat lelaki itu ikut berdiri. Casey berhenti satu meter di depan lelaki itu.   "Mr. Johnathan, ku mohon jadilah kekasihku," Casey menangkupkan kedua tangannya, memohon pada lelaki di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD