Johnathan _ 1
“Ini.”
Casey memberikan amplop coklat kecil pada lelaki yang ada di depannya. Lelaki berjaket kulit itu mengunyah permen karetnya. Satu tangannya meraih amplop itu lalu membukanya.
“$300. Sesuai perjanjian kita,” jelas Casey.
“Senang berbisnis denganmu,” ucap lelaki yang mempunyai nama panggilan Drew.
Casey memutar bola matanya. Dia bangkit berdiri lalu pergi dari kafe itu. Niatnya untuk makan siang di sana sudah pupus entah ke mana. Casey meninggalkan kekasih bayarannya di kafe tersebut.
Setelah masuk ke dalam mobil, sebuah desahan kasar keluar dari bibir Casey. Tidak tahu sampai kapan dia akan terus menyewa pria asing untuk menjadi kekasih bayarannya di saat dirinya harus menghadiri pertemuan bersama teman-temannya ataupun menghadiri sebuah pesta dan perayaan.
Casey selalu memberikan bayaran pada pria-pria itu setiap kali perjanjian mereka selesai. Biasanya hanya sampai satu minggu perjanjian itu berlangsung. Bukan untuk berhubungan intim dan sejenisnya, Casey hanya akan bertemu dengan mereka saat dirinya harus dalam kondisi mempunyai kekasih.
Wanita itu mulai menyalakan mesin mobilnya. Tanpa memperhatikan keadaan sekeliling, dia langsung menginjak pedal gas hingga mobilnya melesat cepat dan dalam hitungan detik...
Braakk
Casey merundukkan kepalanya. Kedua tangannya masih memegang stir mobil.
“Aarrgghh,” geramnya, lalu mendongakkan tatapannya.
Dengan sedikit ragu, Casey membuka pintu mobilnya. Dia berharap mobil yang dia tabrak bukan mobil yang mahal. Sehingga tidak membutuhkan banyak biaya untuk memperbaikinya.
Casey tidak mempunyai banyak tabungan lagi. Uang tabungannya sudah menipis karena harus membayar pria-pria yang dia sewa untuk menjadi kekasihnya.
Baru beberapa langkah, kedua mata Casey terbelalak sempurna. Mobil yang dia tabrak bukanlah mobil yang sejenis dengan miliknya. Meskipun hanya melihat dari kejauhan, sudah di pastikan jika mobil itu mempunyai harga yang sangat tinggi.
Casey menelan salivanya dengan susah payah. Dia melangkahkan kakinya sangat pelan. Tatapannya melongok ke arah belakang mobil yang dia tabrak. Mobilnya menabrak bagian belakang mobil di depannya. Casey dapat melihat jika lampu belakang mobil itu pecah.
“Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya sembari menggigit jarinya cemas.
Bola mata Casey menatap cemas sekitarnya. Keadaan jalan cukup lengah sehingga tidak ada yang memperhatikan dirinya. Tiba-tiba saja Casey mendengar suara ‘pergi saja. Tidak ada yang akan melihatnya' di telinganya.
Pergi? Apakah dirinya harus kabur?
'Jangan pergi Casey. Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu,' sahut suara lainnya.
Setelah menimbang keputusannya, Casey membuka pintu mobilnya. Dengan gerakan cepat dia langsung memakai sabuk pengaman dan melajukan mobilnya. Tidak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi menurut Casey keputusan terbaiknya adalah untuk pergi dari tempat itu. Dia akan menghubungi pemilik mobil itu jika dirinya sudah mempunyai cukup uang untuk menebus kesalahannya.
Dua puluh menit kemudian mobil yang dikendarai Casey sudah terparkir di depan perusahaan tempatnya bekerja. Dia langsung membuka pintu mobil dan melenggang cepat memasuki kantor.
“Ada apa? Kau seperti di kejar-kejar orang gila saja,” tanya Charmaine Horne, salah satu karyawan yang menjadi teman Casey.
Casey menggelengkan kepalanya. Napasnya masih tersengal-sengal. Dia mendudukkan bokongnya di kursi kerjanya.
“Aku lebih memilih di kejar orang gila jika harus menghadapi hidupku,” jawab Casey dan menenggak setengah gelas air putih.
Charmaine tertawa renyah mendengar jawaban Casey. Wanita yang mempunyai warna rambut kontras dengan Casey itu bangkit berdiri dan mendekat ke meja Casey karena kebetulan meja mereka hanya berjarak satu meter.
“Kau sudah makan siang?”
“Sudah,” jawab Casey singkat dan menyalakan komputer di depannya.
“Nanti malam ikut denganku. Kita double date lagi, bagaimana? Oh yah, kau belum memutuskan kekasihmu kan?”
Inilah sebabnya Casey bersikap seolah dirinya sangat sibuk. Charmaine selalu mengajaknya pergi bersama kekasihnya. Ini bukan pertama kalinya wanita itu mengajak double date.
Putus? Bagaimana Casey bisa memutuskan kekasihnya jika dia sendiri tidak mempunyai seorang kekasih? Sudah setahun ini Casey menghabiskan uangnya untuk menyewa para pria bermata duitan untuk menjadi kekasihnya. Padahal banyak sekali yang Casey ingin lakukan dengan uang tabungannya tersebut.
“Aku sangat sibuk. Aku belum merekap laporan bulan ini. Kau tahu kan bagaimana Mrs. Brianna Smith jika marah?” Casey mengatakannya dengan nada cemas sembari tersenyum kecut.
“Kau tidak sedang mencari alasan kan? Ini sudah ke-423 kali kau menolak ajakanku dan setelah kau menerimanya kau mendapatkan kekasih baru.”
Casey menunjukkan tawa renyahnya. Sebenarnya ini adalah tawa yang terdengar di paksa. Casey menunjukkan layar komputernya yang masih kosong.
“Lihat? Aku belum mengerjakan satu laporan pun,” ucapnya dengan menunjuk file yang berbeda.
“Kau pemalas sekali,” decak Charmaine lalu kembali duduk di tempatnya sendiri.
Kau egois sekali, batin Casey dan langsung mendapatkan lirikan dari Chairmaine seolah wanita mendengar kata batinnya. Casey langsung menarik ujung-ujung bibirnya membentuk senyuman.
“Sorry. Lain waktu aku akan mengajakmu,” ucap Casey.
Setelah mengatakan itu Casey kembali berkutik dengan komputernya. Dia harus menyelesaikan pekerjaannya dan memberikan pekerjaannya pada Mrs. Briana tanpa diketahui oleh Charmaine maupun Marilyn Vance.
Dua wanita yang menempelkan badge sebagai teman Casey itu hampir setiap waktu memojokkan dirinya. Sebenarnya Casey tidak menyukai mereka berdua, tapi terkadang hanya mereka berdua yang bisa membantu pekerjaannya.
Katakan jika Casey Odom, wanita berusia 25 tahun yang gagal dalam hubungan asmara ini memanfaatkan kedua temannya. Hanya 12% dia masuk dalam kategori memanfaatkan kedua temannya, namun sisanya justru dirinya selalu di pojokkan oleh keduanya dalam hal asmara.
Terkadang Casey merasa geram dengan sebuah kata yang dinamakan cinta. Dia belum pernah merasa sesuatu yang dinamakan dengan kata cinta. Bahkan dirinya tidak mempunyai rasa ketertarikan terhadap teman laki-laki yang tidak jarang mendekati dirinya.
Rasanya sangat aneh setiap kali Casey melihat Charmaine maupun Marilyn bermesraan dengan kekasihnya. Terbersit rasa iri di dalam hati Casey melihat hubungan dua temannya dengan kekasih mereka.
Jatuh cinta? Itu terdengar tabu di dalam kamus kehidupan Casey.
Apa aku akan selalu seperti ini sampai usiaku tidak muda lagi? Apa aku tidak normal? Casey selalu menanyakan kalimat tersebut pada dirinya sendiri. Bahkan dia sempat menemui psikolog untuk berkonsultasi mengenai hal tersebut. Dan hasilnya...
Ah, Casey tidak ingin mengingat hasil konsultasi yang dia lakukan beberapa bulan yang lalu.
Tak terasa jam kerjanya sudah berakhir. Seperti biasanya, Casey akan pulang paling akhir. Dia sangat terlambat dalam merapikan pekerjaannya. Dirinya sangat teliti mengecek file-file pekerjaannya supaya tidak ada yang terlewat tersimpan.
Setelah mengecek sampai tiga kali, Casey mulai merapikan mejanya. Dia bangkit berdiri dan memperhatikan ruangan tempatnya menghabiskan hampir sembilan jam setiap harinya. Ruangan itu sudah sepi. Sangat kosong dan sunyi.
Kedua kaki Casey bergerak meninggalkan ruangan kerjanya. Dia berjalan sembari menyampirkan mantel di tangan kanannya. Saat Casey berdiri di depan pintu lift dan menekan tombol lift, dirinya merasakan keanehan.
Casey menatap sekitar lorong yang tampak sepi. Dia mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang mengawasinya. Merasa tidak aman di tempatnya saat ini, jarinya buru-buru menekan tombol lift dan langsung masuk ke dalam.
~
Seorang wanita tampak malas-malasan di atas ranjang. Sudah tiga kali dia terbangun dari tidur ayamnya namun belum juga turun dari ranjang. Casey menggeliat di atas ranjang. Dia menyingkap selimut tebalnya.
Helaan napas panjang terdengar jelas dari bibirnya. Dia bangkit duduk dan menoleh ke arah jendela kamarnya. Hari yang dibencinya sekarang tiba lagi. Casey sangat membenci hari libur karena dirinya tidak tahu harus melakukan apa di hari tanpa bekerja.
Casey meraih ponselnya di atas meja. Dia menggeser layar ponselnya dan mulai mencari tempat yang bagus untuk menghabiskan hari libur. Tentunya dengan biaya yang sedikit.
Selama sepuluh menit Casey terlihat sibuk memperhatikan layar ponselnya. Sepertinya tempat yang asyik untuk menghabiskan waktu seharian adalah pergi ke pantai. Casey berlari ke kamar mandi saat dia sudah memutuskan untuk pergi ke pantai.
~
Casey tersenyum sepanjang langkahnya memperhatikan deburan ombak. Dia membuka kaca mata yang beberapa saat lalu bertengger di hidung mancungnya. Casey masih membiarkan topi menutupi kepalanya.
Saking asyiknya memperhatikan keindahan ombak yang berkejar-kejaran ke tepian membuat Casey tidak memperhatikan jalan. Tak jarang dirinya hampir tersandung dan menabrak orang lain.
Salah satu sifat buruknya yang belum bisa dia hilangkan adalah kecerobohannya. Casey sangat sering menabrak sesuatu saat berjalan. Bahkan dia hampir tersandung membuatnya selalu memakai sepatu tanpa heels.
“Sorry,” lagi-lagi Casey hampir menabrak sepasang kekasih yang berjalan dari arah kirinya.
Sepasang kekasih itu hanya menatap acuh pada Casey membuatnya tersenyum kecut. Casey melanjutkan langkahnya. Dia tertarik menoleh ke belakang melihat suara anak-anak laki-laki yang sedang bermain tembak-tembakan air.
Tanpa sadar Casey tersenyum menikmatinya hingga dia lupa harus menatap lurus ke depan saat berjalan. Hingga kakinya semakin melangkah jauh, Casey tanpa sengaja tersandung dan terjatuh.
Bukan lembutnya pasir yang mengenai wajahnya-bibir. Melainkan benda lembut dan hangat hingga membuat Casey membelalakkan kedua matanya. Kedua tangan Casey bertumpu pada tubuh yang memiliki d**a bidang dengan warna cokelat kulit yang terlihat-aarrggh.
Sepasang mata lain yang beberapa saat lalu tertutup kini terbuka perlahan. Casey mematung melihat sepasang bola mata amber yang indah. Mata itu hanya terbuka setengah seolah menunjukkan jika pemilik mata itu masih belum sadar sepenuhnya. Nampaknya dia sedang terlelap saat dirinya justru berjemur di bawah terik matahari.
Casey langsung mengangkat tubuhnya yang berbaring di atas tubuh pria itu. Namun, tampaknya niat Casey sedikit tertunda saat sepasang lengan kokoh itu justru menahan tubuh Casey untuk bangkit.
“Le-lepaskan aku,” gumam Casey gugup dan mendorong d**a pria itu.
“Ternyata Venice tidak tidak hanya memiliki tempat yang indah. Namun wanita di sini juga mengagumkan, mereka mencium seorang pria yang tidak di kenal,” gumam pria itu yang justru terdengar seperti sindiran di telinga Casey.
[PERHATIAN: DILARANG MENJUAL, MENJIPLAK, MEMBAJAK, MENG-COPY SEBAGIAN DAN ATAU KESELURUHAN ISI DI DALAM CERITA TANPA IJIN DARI PENULIS DAN STARY PTE.LTD.
PENULIS TIDAK AKAN RELA LAHIR & BATIN, DUNIA AKHIRAT PADA OKNUM YANG MELAKUKAN HAL TERSEBUT.]