Sudah 2 jam Lila di kamar mandi, gadis itu berjongkok memeluk dirinya sendiri di bawa guyuran air shower.
Lila menangis sejadi-jadinya disana, tidak ada tempat mengadu, berkelu kesah atau mendengarkan deritanya.
Kenapa hidupnya sepilu ini, semua angan akan meraih kehidupan yang lebih baik malah berakhir seperti ini.
Kehormatannya di regut, kesuciannya di rampas dengan embel-embel sah dan bukan zina tapi untuk sebuah kepentingan manusia-manusia tidak punya hati.
Arshangga tidak kembali ke kamar Samara, setelah menghardik Lila dan reflek mencekiknya sebab sangat emosional, saat ini ia masih tertidur.
Tiba-tiba saja Arshangga terjaga mendengar suara air yang tidak kunjung berhenti, lelaki yang sudah memakai celananya itu melihat kepada jam di dinding.
Sudah 2 jam gadis itu di kamar mandi, apa yang terjadi.
Harusnya dia tetap di sini tidak membersihkan dirinya dulu, Arshangga menghembuskan nafasnya kasar segera turun dari ranjang mengayunkan langkahnya ke kamar mandi.
Entah kenapa ia selalu saja tersulut emosi dengan Lila. Arshangga mengetuk kasar pintu namun derasnya air tidak membuat Lila dengar, ia masih terus menangis memeluk diri. Masih begitu terasa sakitnya perbuatan Arshangga di titik dirinya, di tambah sakit hati atas pekikan pedasnya.
Beberapa menit kemudian setelah tidak kunjung dibuka pintu oleh Lila, Arshangga menjadi panik, jangan-jangan gadis itu pingsan atau terjatuh saat mandi.
Segera Arshangga menendang kuat pintu dan membuat pintu terlepas handlenya.
Lila terlonjak kaget dia langsung mengangkat kepalanya dan Arsgangga pun melangkah besar masuk ke dalam sana.
“Apa yang kau lakukan!” Pekik lelaki itu melihat Lila masih dibawah shower.
Lila cepat menundukkan kepalanya tidak boleh berpapasan, seperti biasa menjadi sebuah hal haram untuk Lila lakukan.
“Maaf, saya— saya mau mandi.”
Arshangga melihat wajah yang menunduk itu, entah apa yang terjadi, lelaki itu segera mendekat dan mematikan showernya.
“Siapa yang menyuruhmu mandi? Siapa yang mengizinkanmu pergi dari tempat tidur.”
Lila semakin menunduk, “Maaf, sa-ya mau buang air kecil tadi.”
“Buang air kecil 2 jam? Apa yang kau lakulan? Apa yang kau rencanakan, kau sudah lupa dengan perjanjian, tujuanmu adalah mengandung keturunanku dan selalu memberikan yang terbaik. Apa kau punya rencana lain ingin mengulur-ulur waktu? Agar semua keuntungan lain bisa terus kau dapatkan! Cepat keringkan tubuhmu dan segera kembali ke kamar!”
Lila cepat mengangguk berangsur bangkit dari sana namun tiba-tiba tubuhnya terasa tidak menyatu dengan raganya, Lila sempoyongan ia berusaha berpegang pada dinding dan terhuyung seketika.
Arshangga dengan cepat menarik tangan gadis itu, Lila pingsan terlalu lama di bawah air dan menangis.
“Lila! Kau jangan berakting!” Gerak-gerakkan Arshangga pipi Lila, “Lila!” Dia benar pingsan segera Arshangga mengangkat tubuh Lila yang basah ia bawa kembali ke ranjang.
Pastinya Arshangga malu untuk membangunkan semua orang perihal Lila yang pingsan dimana dia dan Lila baru saja melakukannya.
Arshangga enggan membuat orang panik lalu pasti Samara akan bertanya-tanya apa yang terjadi dan memarahinya lalu akan tahu mungkin Lila mendapatkan tekanan.
Arshangga segera menghubungi dokter Deon temannya itu, ia begitu paniknya.
“Deon, gadis itu pingsan. Apa yang harus aku lakukan?”
“Apa pingsan? Aku sedang di jalan, aku bisa kesana sekarang.”
“Jangan nanti semua orang akan panik, katakan saja apa yang harus aku lakukan.”
“Aku tidak tahu apa yang terjadi, bagaiman bisa memberimu solusi jika tidak memeriksanya. Kau ceritakan saja apa yang terjadi.”
“Aku sudah melakukannya, lalu aku ketiduran dan saat aku bangun, dia masih di kamar mandi. Aku tidak tahu apa yang dia lakulan, atau mungkin dia sedang mencari perhatian dan mengulur waktu.”
“Ganti panggilamu menjadi video. Aku ingin melihatnya.”
Arshangga pun segera melakukannya, alhsil dia malah di marahi oleh Deon sebab membiarkan Lila basah-basah disana.
Jika Deon lihat Lila benar pingsan, Lila sepertinya kelelahan, ia tampaknya terlalu lama di air dan keadaanya sepertinya sudah kurang sehat sebelumnya.
“Aku akan kirimkan obat untukmu, ambil di. Luar, segera berikan Lila air hangat dan cepat ganti pakaiannya. Dia terlalu kecil Ars, banyak tekanan yang mungkin di alaminya. Kau yakin tidak menyiksa atau membuatnya tertekan kan?”
Arshangga enggan membahas, “Segera kirimkan obatnya.” Matikan Arshangga panggilan mereka.
Arshangga menatap pada Lila di ranjang, ia masih tidak yakin Lila pingsan, “Bangun Lila! Lila!” Gerakkan Arshangga tubuh Lila dan Beruntungnya Lila terjaga, ia membuka matanya.
“Ma-af aku ketiduran.”
Lila segera bangkit, dia bisa-bisanya dia berucap seperti itu padahal.
Jelas dia pingsan. Arshangga terperangah ia tidak berucap apapun dia lihat Lila pelan-pelan turun dari ranjang menuju lemari pakaiannya.
Arshangga pun bergegas keluar dari kamar itu, Arshangga bisa bernafas lega atas Lila yang akhirnya bangun, tidak perlu membuat semua orang di rumah panik lalu dia akan di tuduh macam-macam memperlakukan Lila.
30 menit berlalu, Arshangga datang ke kamar Lila, disana gadis itu sudah terbaring di ranjang yang ia ganti spreinya. Lila tampak bergulung pada selimut ia seperti kedinginan disana.
“Ehem... “ Arshangga meletakkan sebuah baki di meja kamar, dehem seperti itu saja membuat Lila terjaga.
“I-iya mas.”
“Minum ini dan segera minum obatnya, baca aturan minumnya disana.”
“O-obat?”
“Jangan tanya-tanya itu perintah Samara.”
Lila pun menggangguk tanpa suara dan kemudian Arshangga mengambil bantal dari ranjang, lalu pergi ke sofa kecil disana untuk segera tidur.
Lila menatap nanar pada obat itu, tidak sudi untuk membacanya, sudah Lila tahu pasti lagi dan lagi obat untuk kehamilan dimana Lila paham dia dan Arshangga baru saja melakukan penyatuan.
Lila mengambil sesuai yang tertulis besar disana 3 kali 1 lalu ia genggam di tangan untuk nanti setelah Arshangga pergi dia buang ke closet kamar mandi.
Lila meminum setengah gelas air hangat itu lagi dan kembali bergulung dengan selimut tebalnya sebab merasa sangat menggigil dan badannya tidak enak sekali.
“Tidak ada kehamilan, tidak.” Itulah harapan buruk Lila.