Musu Serai

1135 Words
Jay memeriksa notifikasi yang masuk di gawainya. Dia segera menekan notifikasi tersebut dan langsung di bawa ke halaman dimana fotonya terpajang, "Sialann nih orang masih ada ternyata," Jay memeriksa caption dan beberapa komentar disana, "Tunggu dulu. Ini foto Gua keluar dari sumah sakit, dia nguntit Gua sampe disana? wah udah gak bener nih, awas aja Lu. Gua tuntut!" Jay membaca beberapa komentar sebelum menutup gawainya, "Tapi komenannya pada lega ya dia balik. Karena kalo gak ada dia, mereka bakal kesulitan liat visual Gua," Jay memangku tangannya ke dagu, lalu mengangguk beberapa kali, "Ya udah, kali ini Gua biarin. Karena Gua seneng hari ini ude makan malam ama si Lika," akhirnya Jay menutup gawainya lalu melemparkan diri ke tempat tidur, "Huah ... dunia emank indah," ucapnya kemudian tersenyum sambil menutup matanya menuju peraduan. *** "Eh Lu hati-hati makenya, jangan sampe lecet," omel Lika. Dia dengan berat hati meminjamkan kameranya kepada Jamy. "Iya, tenang aja. Kalau lecet Gua ganti yang baru," jawab Jamy sambil memfokuskan kamera kearah Lika. "Lu sumpahlah ya Jam, ngeselin banget. Padahal Lu bisa beli yang lebih mewah dari kamera Gua. Kenapa mesti minjem segala, sih?" "Kan ude dibilang. Cuman acara sehari, ngapain Gua beli kamera segala?" "Hilih, waktu ke acara pembukaan perusahaan, acaranya juga sehari. Tapi Lu bawa Gua ke salon sama beliin gaun mahal," "Itu kan beda, buang-buang duit untuk Elu mah, udah biasa," Jamy tersenyum, lalu memasukkan kamera ke dalam tasnya, "Kuy ke rumah Gua," ajak Jamy, dia mengambil kunci mobil dan bersiap pulang dari kantor. "Ngapain? Gua pulang aja dah. Gua mau masak," "Masak apa? tumben," "Sambel tempe ama tahu. Gua kudu hemat ini, makanya masak terus." "Hmm, gak papa sih, kalau Lu gak mau ke rumah Gua. Cuman ... Bokap ama Nyokap Gua bakal nyampe hari ini. *Musu Serai masak bebek gulai sama tumis lobster katanya. Tapi kalau Lu gak bisa ke rumah ..." Jamy berbalik. Namun, Lika sudah menghilang dari tempatnya, "Loh kemana tuh anak? Ncel!" Begitu mendengar bebek gulai, Lika langsung berlari ke ruangannya untuk mengambil tas. Beberapa detik kemudian, dia menjulurkan kepala dari balik pintu ruangan Jamy, "Woy, tunggu apa lagi? ayok ke rumah Lu, bebek gulai sama lobster nih. Langka," Lika berlari mendahului Jamy. "Huu, cecunguk satu itu, kalau soal makan aja, cepet." *** Lika berkeliaran di dapur, dari tadi mengikuti Musu Serai mondar-mandir menyiapkan makan malam. Air liurnya hampir menetes karena tak tahan melihat bebek gulai dengan kuah kental dan pedas tersebut. "Duduk aja di meja makan, Dek (Dek nya berbunyi De', ucapkan dengan logat melayu). Kejab lagi selesai, kok," Musu Serai bernama asli Raina binti Wassalam. Wanita yang berusia lima tahun lebih tua dari Lika tersebut, merupakan asisten rumah tangga Jamy yang berasal dari Riau. Sebenarnya dia tak bisa disebut asisten rumah tangga, karena Jamy sudah menganggapnya seperti keluarga. Bisa dikatakan dia adalah orang terpenting yang mengatur segala sesuatu untuk Jamy. Jika tidak ada dia di rumah, maka tatanan rumah tangga akan kacau. Meskipun tidak mempunyai hubungan darah, Jamy dan keluarga tetap memanggilnya Musu Serai, karena itu adalah panggilan keluarga Musu Serai di Riau sana untuknya. Ibu Jamy yang merupakan teman dari Ibu Musu Serai, secara khusus menjemput wanita itu dari Bumi Lancang Kuning ke Jakarta. Ibu Jamy membayar biaya pendidikan Musu Serai. Sebagaimana saat dia membayar Lika untuk mengawasi Jamy di SMA dulu, Ibu Jamy selalu memilih orang kepercayaan untuk mengurus Jamy yang sangat nakal, dan tak mau pindah ke Malaysia bersama orang tuanya, dan orang kepercayaan kedua adalah Musu Serai. Jangan salah, asisten rumah tangga satu ini merupakan Sarjana Ekonomi, dan dia memiliki pekerjaan lain, yaitu penasehat keuangan JJ Kosmetik. Lika masih tak beranjak dari dapur. Musu Serai menghela nafas, dia menyendokkan bebek gulai ke dalam wadah, lalu memberikan wadah tersebut ke tangan Lika, "Nah, taruh ke meja makan, sana," ucapnya dengan logat campuran Jakarta-Melayu. "Siap, Musu," Lika membawa wadah berisi bebek gulai tersebut, menaruh wadahnya dengan rapi ke meja makan, dan kembali berlari ke dapur lagi. "Ni, lobster. Bawa elok-elok. Awas panas," Musu Serai memberikan wadah yang berisi lobster ke tangan Lika. Lika membawa wadah tersebut dengan hati-hati. "Asisten baru yah?" tanya Jamy kepada Musu Serai. Dia baru saja selesai mandi, rambutnya yang setengah basah dan acak-acakan, terlihat menambah kegantengannya sekitar dua puluh persen. Jamy berdiri di dapur lalu meminum beberapa teguk air. "Bawak lah Lika tu nonton kek, apa kek. Dari tadi ngikuti terus ke dapur. Dah macam cctv, ngawas terus. Bikin risau saja," ucap Musu Serai sambil memotong buah-buahan. "Macam tak tau ajalah sama si Lika. Kalo liat makanan matanya ijo. Oh iya, Papa ama Mama kapan nyampe?" "Mungkin bentar lagi. Urus dululah Cek Adek satu tu," Musu menunjuk Lika dengan matanya, "Dia nak masuk dapur lagi tu. Pening Musu nengok dia di dapur." Jamy terkekeh. Dia beranjak hendak menghalangi Lika memasuki dapur. Namun, tiba-tiba suara klakson mobil berbunyi. Semua orang terdiam, Lika tersenyum lalu dengan cepat berlari kearah pintu utama. Mungkin Tuan Baskara dan Istri sudah tiba. Semakin cepat mereka tiba, semakin cepat pula Lika bisa mencicipi makanan yang dari tadi mengundang seleranya. "Liat tuh. Ude macam dia aja anak Emak Bapak Gua, cepet bener ilangnya," ucap Jamy begitu melihat Lika yang melesat dengan kecepatan cahaya. "Musu siapkan ini dulu. Sana pergi sambut Emak Bapak kamu." Jamy beranjak ke ruang tamu. Tampak Lika tertawa gembira sambil menenteng barang bawaan dari Tuan Baskara dan Istri. "Jamy, apa kabar sayang," Ibu Jamy. Biasa dipanggil Bu Dewi. Nama lengkapnya Dewi Ana, dia adalah keturunan melayu-betawi. Bu Dewi adalah seorang putri konglomerat pemilik perusahaan tekstil terbesar di Jakarta. Tapi, dia memilih tinggal dengan neneknya di Riau. Dulunya dia adalah seorang tour guide. Dia bersekolah di SMK Pariwisata yang ada di Riau. Karena profesinya itu, dia akhirnya bertemu dengan Tuan Baskara di sebuah bandara di Malaysia. Mereka berjodoh, dan akhirnya menikah. Wanita berusia lima puluh tujuh tahun tersebut memeluk putranya. Dia sangat merindukan Jamy. Sudah hampir setahun dia tak pernah melihat Jamy, karena Jamy tak pernah berkunjung ke Malaysia. "Perjalan aman, Nyonya?" tanya Jamy sambil tersenyum. "Aman," jawab Bu Dewi, sambil mengusap wajah anaknya. "Jam, Perusahaan aman?" Tuan Baskara menepuk bahu Jamy. "Kenapa sih, bukannya nanya kabar anak, malah nanya perusahaan?" Bu Dewi memukul bahu Tuan Baskara, Lika tersenyum melihat mereka. Lalu ikut nimbrung setelah menurunkan bawaannya. "Perusahaan aman, Pak. Kan ada Lika," ucapnya dengan ceria. Semua orang terkekeh. "Jangan kumpul disana, makan dulu. Kalian tak tau, tuh Dek Lika dah dari tadi kelaparan!" seru Musu Serai dari meja makan. "Oh iya. Kamu kelaparan?" Bu Dewi menatap Lika. "Gak kok Buk. Aman," kriuk ... terdengar bunyi perut Lika yang sangat keras. Bahkan Musu Serai yang berada di ruang makanpun ikut mendengarnya. "Aman pala Lu," ucap Jamy. Mereka semua terkekeh dan menertawai Lika. Lika malah ikut cengengesan dan akhirnya tertawa. TBC Note : *Musu : Singkatan dari Mak Usu, merupakan panggilan untuk Bibi/Tante yang umurnya paling kecil dalam keluarga (Melayu).
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD