Menyimpan perasaan sama saja dengan menyimpan penyakit.

599 Words
"Lika besok dateng juga, kan?" tanya Bu Dewi. Wanita elegan itu memasukkan makanan ke mulutnya dengan elegan pula. Berbeda sekali dengan Lika yang bar-bar. Mulut dan pipinya belepotan dan cemong sana-sini. Bahkan hoodie kotor terkena percikan makanan. "Datang kemana?" tanya Lika dengan mulutnya yang penuh. "Loh Jam, kamu gak bilang Lika, kalau besok Doni nikahan?" Bu Dewi menatap Jamy yang dr tadi sibuk menguliti kulit lobster. "Udah dibilang kok," jawab Jamy tak acuh. "Trus kok Lika gak ngeh besok mau kemana?" "Ho, nikahan Bang Doni? tapi Jamy cuman minjem kamera kok Ma, gak ada suruh Aku dateng," Lika menoleh kearah Jamy, lalu menyipitkan matanya seolah mengancam. "Gak usah ajak Lika Ma, ngabis-ngabisin beras, dia kan banyak makan," krak Jamy membuka kulit lobster, namun percikan kuah dari lobster mengenai wajahnya hingga matanya perih, "Wuaaa, pedih!" "Elu sih, rasain! week," Lika menjulurkan lidahnya mengejek Jamy. "Awas ya Lu," Jamy beranjak dari duduknya, hendak memukul kepala Lika. "Jamy, jangan mulai kayak anak kecil. Lagi makan pake ribut segala," Tuan Baskara menggelengkan kepalanya. Tuan Baskara dan Bu Dewi sudah maklum. Dari dulu Jamy dan Lika tak pernah aman jika di dekatkan bersama. Pasti ada saja kerusuhan yang mereka lakukan. "Macam b***k kecik sajalah kalian ni," Musu Serai bangkit dari duduknya, lalu beranjak ke dapur untuk membawa sebagian piring kotor. Jamy dengan matanya yang perih, berlari kecil mengikuti Musu Serai, sementara Lika kembali duduk melanjutkan makannya. "Musu, anduk bersih mana?" tanyanya sambil mondar-mandir tak keruan disekitar dapur. "Cuci sajalah muka kau dulu. Musu ambil anduknya," Musu serai berlalu untuk mengambil handuk. Jamy segera mencuci wajahnya dengan air dan sabun muka, agar panas di matanya menghilang. Beberapa menit kemudian, Musu Serai kembali, lalu menaruh handuk ke kepala Jamy, "Cinta betul nampak kau sama Lika, Jam," ucap Musu Serai kemudian. "Idih, Musu ngomong apa sih, mana ada cinta-cintaan, gak liat tuh Aku ama dia gak bisa disatuin berantem mulu." "Hmm, itu kan akal-akalan kau saja. Kau banyak temberangnya (bohongnya). Sengaja kan Kau usil sama Lika, buat nutup perasaan Kau yang tak tertutup itu?" "Gak ada ih. Udah ah, gak mau lanjut makan, jadi kenyang dah gara-gara ini," "Jamy, Kau kira Musu ni tak tau ke, yang kau cinta betul sama si Lika? dari jaman dahulu kala lagi Musu tau. Kalau memang suka tu bilanglah, jangan nak ditutup-tutup. Kenak tikung nanti sama pembalab yang lebih laju." Jamy berpikir sejenak. Perkataan Musu Serai ada benarnya. Jamy bahkan sudah tertikung tanpa ampun oleh Jay. Namun, Jamy tetap tak bisa mengakui perasaan kepada Lika. Selain tak ingin merusak persahabatan mereka, dia juga tahu pasti, Lika akan menolaknya mentah- mentah. "Kenapa Kau menung macam tu? kesurupan pulak nanti," tegur Musu Serai sambil melewati Jamy. "Musu!" Mendengar panggilan Jamy, Musu Serai yang tadinya hendak kembali ke ruang makan terhenti, "Apa hal?" "Musu pintarlah, Aku memang gak bisa bohongin Musu. Tapi ... Aku gak bisa loh nembak Lika. Pasti ditolak." "Lah, tau darimana ditolak?" "Dia suka sama orang lain," "Halah, tembak ajalah dulu. Ditolak atau tidak tu urusan lain. Yang penting hati Kau tu plong. Tak ada yang disimpan-simpan lagi. Ingat, nyimpan perasaan lama-lama sama saja dengan nyimpan penyakit." "Lah kok gitu?" "Iyalah, coba kentut kau tahan-tahan, sakit tak? macam tulah umpamanya." "Ih Musu jorok, masa perasaan Aku disamain sama kentut, sih?" "Kan umpamanya cik ... dahlah jangan banyak pikir. Nanti tak dapat kesempatan barulah Kau merengek." Musu Serai berlalu meninggalkan Jamy. Jamy termenung sejenak. Namun, bagaimanapun dia berpikir, tetap saja jawabannya, dia tak boleh menyatakan cinta kepada Lika. Terlalu beresiko, resiko kehilangan rasa mereka sebagai sahabat, dan resiko kemungkinan Lika akan menjauhinya. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD