Lika Hilang?

1945 Words
"Yah, leum kluen itu agak lengket, kan? aku ngerasa agak lengket ama Phi, sampe Phi gak sempat pacaran. Gak sempat perhatiin Lika." "Jangan ngomong gitu. Lagian Phi lebih peduli ama kamu, kok." "Phi masih cinta aku?" Jay terdiam mendengar pertanyaan Vina. Dia berpikir sejenak, "Maksud Phi ... kamu kan sahabat sekaligus sepupu Phi. Jadi Phi pasti dahuluin kamu. Kalau Lika sih mandiri, dia bisa ngelakuin apa aja sendiri." "Jadi, kalau Vin udah mandiri, Phi gak bakal perhatiin Vin lagi?" "Bukan gitu, ya udah jangan ngomong yang aneh-aneh. Abisin makanannya." "Phi, putusin aja Lika." "Vin ..." "Phi Jay macarin dia karena kesepian, kan? Aku sudah kembali Phi, jadi sekarang Phi gak perlu maksain diri buat macarin Lika lagi." "Vin, masalahnya ..." "Sekarang Phi jawab Aku. Phi benar-benar cinta ama Lika? trus Aku gimana? Phi masih cinta ama Aku?" "Jangan bahas yang aneh-aneh, abisin makanannya. Phi mau keluar dulu." "Kalau Phi biarin terlalu lama Phi bakal nyakitin Lika, Phi gak sadar kan, sekarang aja Phi udah nyakitin Lika secara gak langsung. Jadi Phi harus tentukan dengan benar." Jay berpikir. Mungkin Vina benar, Jay hanya menjadikan Lika sebagai pelampiasan. Dia terlalu banyak beban pikiran, stres di kantor, Vina yang tak ada bersamanya hingga dia kesepian. Kebetulan dia bertemu Lika. Dia menjadi salah paham akan perasaannya. Lika ceria dan mampu membuatnya tersenyum. Jay merasa begitu saja sudah cukup untuk membuat Lika menjadi pacarnya. "Vina benar. Gua terlalu cepat menyimpulkan, mungkin, Gua hanya sebatas suka ama Lika. Gak sampe cinta ama dia," batin Jay. "Tapi, kenapa Gua marah kalo Lika dekar dengan Jamy? apa karena Gua terlalu egois?" "Phi Jay, Phi dengar Aku ngomong?" "Vin, jangan bahas lagi. Phi keluar dulu." Jay bergegas keluar dari rumah dan pergi entah kemana. Vina menghela nafas lalu menatap makanan di atas mejanya. "You still love me, Phi. I know that." *** Hari ini merupakan gladi bersih untuk acara yang akan diadakan esok hari. Semua orang sibuk mengurus tugas masing-masing. Tak terkecuali Mawes dan Juliana. Mereka dalam perjalan menuju gedung acara diantar oleh Pak Pras yang akhirnya punya kerjaan setelah jarang membawa Juwita. Jay menugaskan Pak Pras mengantar Mawes dan Ijul. Sementara dia pergi bersama Vina dengan mobil yang lain. Pak Pras bersyukur karena Jay tidak menyuruhnya selingkuh dengan si Jumia roda empat berwarna putih dengan body kecil yang merupakan hadiah dari perusahaan mobil terkenal untuk Khun Thivat beberapa bulan yang lalu. Atau si Juminten si Van dengan enam roda, berwarna hijau mencolok, mobil piknik perusahaan. Pak Pras tak ingin berpaling dari Juwita. Si hitam bongsor kesayangannya. Disinilah Pak Pras sekarang, memutar kemudi Juwita dengan lembut, dan memainkan gigi serta kopling Juwita tak kalah lembutnya. "Pak Pras, jadi Khun Jay otewe gedung acara sama si Vina? pake apaan?" tanya Ijul yang duduk di kursi belakang. "Pake si Jelita, sport merah kesukaan Mbak Sepupu," jawab Pak Pras sambil tersenyum. "Wah, kirain Tuan Jay bakal jemput si Lika. Eh, btw Tuan Jay ama Lika beneran pacaran gak sih? Gua jadi ragu," Mawes yang berada di samping Pak Pras ikut nimbrung. "Emank yang bilang mereka pacaran siapa?" tanya Pak Pras dengan santai. "Lah, kan Bapak kemaren yang bilang. Iya kan Jul?" Mawes menoleh ke belakang, mencari dukungan. "Tau tuh, padahal dia yang bikin gosip, malah dia yang nanya," balas Ijul sambil melengos. "Oh itu cuman gosip man teman. Setelah Gua pikir-pikir, kayaknya gak mungkin Lika pacaran ama Pak Bos. Liat aja sekarang Pak Bos tiap hari bareng Mbak Sepupu. Mana mungkin, masa iya pacarannya ama siapa lengketnya ama siapa." "Jadi kemaren Pak Pras cuman asal gosip aja? gak akurat infonya?" Mawes melotot. "Namanya aja gosip. Ayam bisa jadi angsa, Kucing bisa jadi rusa. Lagian kan yang mulai Elu Wes. Elu yang bilang Pak Bos di Malay satu hotel ama Lika, kan Gua jadi makin yakin." "Idih, tapi kan yang nyebar gosip duluan Bapak, sampe heboh dunia persilatan." "Alah, sama aja kalian berdua. Gak ada yang bener!" celetuk Ijul dari belakang. "Jul, gak maen kapal-kapalan lagi? berarti kapal Gua berlayar donk. Tiap hari Pak Bos ama Mbak Sepupu," Pak Pras cengengesan. Mereka hampir menabrak polisi tidur dengan kecepatan agak tinggi, namun Pak Pras, dengan keahlian dan kecintaannya terhadap Juwita, bisa mengatasi semua itu. Dua belas tahun pengalaman, dan delapan tahun kepercayaan antara dia dan Juwita, menghasilkan chemistry yang tidak main-main. Pak Pras melewati polisi tidur dengan pas dan mulus. Jika orang lain yang mengemudi, sudah pasti mereka semua akan melompat dari tempat mereka masing-masing. "Kan kapal Gua Jamy Lika. Bodo ah Khun Jay mau ngapain." "Bukannya kemaren kapal Lu Jay Lika?" "Ih, mana ada. Pak Pras ngarang deh." "Kapal Lu apaan, Wes?" Pak Pras menatap Mawes. "J kuadrat Pak, Jay Jamy polevel." "Jul, teman Lu gila." Pak Pras menggelengkan kepalanya. "Idih, apaan teman Gua. Adeknya Bapak tuh," "Kalian ngapain sih pada rebutin Gua?" Mawes memperbaiki kacamatanya lalu menatap Ijul dan Pak Pras dengan wajah songong. "Gila Lu!" ucap Pak Pras dan Ijul serentak. Lalu mereka akhirnya melaju tanpa bicara apapun lagi. *** Sesampainya di gedung acara, terlihat Lika mondar-mandir di luar gedung, sambil memperhatikan berkas di tangannya. "Anak TK!" Ijul melambaikan tangan, lalu bergegas menghampiri Lika diikuti Mawes di belakangnya. "Juliana, Mawes!" Lika balas melambaikan tangan. "Ngapain disini? kok gak masuk?" tanya Ijul begitu tiba di depan Lika. "Udah masuk tadi, ngeliatin model pada latihan. Ini Gua di luar karena sumpek di dalam. Gak ada temennya," jawab Lika lalu menggulung berkas di tangannya. "Lah, Tuan Jamy mana?" tanya Ijul lagi. "Ho, dia sih udah dari tadi disini. Udah ngecek para model and ngecek penampilan Gua juga. Cuman dia keluar duluan, ada urusan mendadak di kantor." "Ya udah, yok masuk, kita liat gladi para model," Ijul menggandeng tangan Lika. Entah sejak kapan mereka menjadi akrab. Sebenarnya mereka tidak akrab sama sekali. Namun, Ijul telah memilih kapalnya, jadi dia memilih untuk menjadi teman Lika. Walau tak ada jawaban pasti dari Lika dia mau berteman atau tidak. "Wow. Lu ude pake high heels sekarang!?" seru Mawes begitu melihat kaki Lika. "Ho, ini sih terpaksa, sambil latihan soalnya," Lika melihat kesekitar, "Mawes, Khun Jay mana?" "Ho, Tuan Jay tadi di mobil satunya bareng ..." "Khun Jay bakal telat datang!" Ijul memotong kalimat Mawes, lalu makin mengeratkan rangkulannya di tangan Lika, "Ayok masuk cepetan, Gua mau liat Lu latihan." Mawes menoleh ke arah parkiran, tampak mobil Jay baru saja tiba dan berhenti di tempat parkir, "Nah itu ..." "Lika! yok masuk!" Ijul menarik Lika. "Jul ... t-tunggu dulu ..." Lika hampir terjatuh. Namun, dia akhirnya terpaksa mengikuti Ijul. Mawes yang agak lamban menyadari situasi, akhirnya paham juga. Dia terdiam sejenak, lalu mengikuti Lika dan Ijul masuk ke dalam gedung. *** Begitu tiba di ruang acara, Lika pemanasan sejenak. Setelah beberapa menit dia dengan ceria bergabung dengan model-model yang ada di atas panggung, lalu ikut melenggak-lenggokkan pinggulnya, seperti model profesional. Ijul yang berada di bawah, bertepuk tangan menyemangati Lika. Kini di berubah menjadi "Kang Sorak". Mawes menepis tangan Ijul beberapa kali karena mengganggu pemandangan. Tapi Ijul tak peduli, dia masih terus saja bersorak dengan semangat. Jay dan Vina akhirnya masuk ke ruangan. Secara tak diduga Lika yang tengah berjalan di atas panggung, tiba-tiba terpeleset dan jatuh, karena konsentrasinya teralihkan pada Vina yang tengah merangkul tangan Jay. Ijul kaget seketika, dan langsung naik ke atas panggung membantu Lika berdiri. "Lu gak papa?" "Gak papa Jul. Cuman kepleset aja," Lika tersenyum sambil terpincang-pincang. "Stalker, Lu kenapa?" tanya Jay yang tiba-tiba berada di pinggir panggung. "Eh, Sa ... ah Khun Jay. Gak kenapa-napa Khun, kurang konsentrasi aja," Lika berdiri dengan kakinya yang agak nyeri, lalu kembali ke bagian awal panggung. "Vin, standby di belakang panggung ya," ucap Jay, Vina mengangguk lalu segera menuju ke belakang panggung. Lika menatap mereka sejenak, lalu menghela nafas. Dia kemudian tersenyum dan pergi ke belakang panggung menunggu gilirannya tampil bersama Vina. "Ok, kita mulai dari awal! semua siap?" Para model mengacungkan jempolnya, kearah Jay, "Mulai!" Peragaan dimulai. Para model berjalan dengan santai di atas panggung. Mereka fokus menatap ke depan, sangat anggun, bahkan kedipan mereka melebur menjadi satu dengan alunan musik yang sedang dimainkan. Profesional memang beda. Di belakang panggung. Lika menarik nafas dalam, lalu menatap Vina yang tampak begitu santai. Tiba saatnya giliran mereka. Vina dan Lika melangkah bersamaan ke ujung panggung. Lika menghitung dalam hati, meskipun begitu, gerakannya sudah lumayan rapi, tepat pada hitungan ke lima mereka berdua berputar. Lika dan Vina kembali ke awal panggung lalu mengambil buket bunga dan kembali ke tengah panggung lagi. Ijul bertepuk tangan heboh. Sesekali dia menepuk bahu Mawes membuat Mawes kesakitan. "Liat tuh, Lika gak kalah kan sama si Sepupu itu, bagus juga kok," ucap Ijul sambil meninju bahu Mawes. "Gak kalah apanya, jelas-jelas body ama visualnya beda jauh," celetuk Mawes sambil menggosok-gosok bahunya. "Ye, itu kan si Lika belom dandan. liat tuh si Sepupu, tiap ari dandannya menor bet. Jadi ilfeel ngeliatnya." "Bilang aja Lu sirik." "Apa Lu bilang?" buk-buk-buk, Ijul memukul-mukul bahu Mawes karena merasa kesal. Hingga Mawes merasa bahunya membiru dan babak belur. Selesai gladi bersih, Lika membuka high heels-nya, lalu mengusap kakinya yang terasa nyeri. Sebagian orang sudah pulang untuk persiapan esok hari. Mawes dan Ijul juga sudah tidak ada disana. Ijul sebenarnya berniat mengajak Lika untuk pulang bersama. Tapi, Lika menolak. Alasannya karena dia ingin naik ojek saja. Padahal alasan lainnya di hati kecil Lika, dia ingin diperhatikan Jay dan berharap Jay bisa mengantarnya pulang hari ini. "Kamu gak kenapa-napa?" Jay mendekati Lika dan berdiri di samping Lika memperhatikan Lika yang sedang meringis karena kakinya terasa nyeri. "Sayang, gak papa kok, cuman sakit dikit aja. Dikasi koyo juga bakal sembuh," ucap Lika sambil tersenyum, "Bantuin usap kaki Aku donk. Ayo donk Yank," batin Lika. Jay menghela nafas , lalu berjongkok di depan Lika. Jay menyentuh pergelangan kaki Lika, "Pasti karena keseringan pake high heels nanti di kompres ya, pake air hangat." "Yes, masih perhatian ternyata," Lika tersenyum lalu mengangguk, "Iya, nanti pulang bakal langsung Aku kompres. "Jamy mana? kok gak keliatan?" tanya Jay sambil berdiri dan memasukkan tangan ke sakunya. "Oh, Jamy ada urusan penting, jadi dia pulang duluan, tadi ada kok." "Jadi Lu pulang sendirian?" "Iya Sayang, Aku pulang sendirian, naek ojek lagi. Anterin Aku donk yank," Lika menunggu Jay mengajaknya untuk pulang. Namun, tiba-tiba gawai Jay berbunyi. Melihat penelepon yang tertera di layarnya, Jay segera mengangkat telepon tersebut. "Eh, sianjir siapa sih yang nelpn pacar Gua pas lagi masa penting gini?" omel Lika dalam hati. "Halo, iya Vin," "Aih, si cewe itu ternyata. Mau apaan coba," "Kamu udah di parkiran? apa! asam lambung kamu kumat!?" "Apaan dah, pake asam lambung segala. Masa orang kaya punya penyakit asam lambung." "Kamu gak papa, kan? tunggu Phi disana, kita ke rumah sakit!" "Eh tunggu dulu, antarin Aku dulu." "Iya, masuk ke mobil dulu, kunci ada sama kamu kan?" "Yank, aku gimana? jangan pergi Yank," Jay langsung berlari, tanpa menoleh kearah Lika, "Tunggu bentar! Phi datang." Lika melemah, lalu menatap kakinya yang kesakitan, "Setidaknya bawa Gua juga kek ke rumah sakit, Gua kan juga sakit." *** Keesokan harinya, semua kolega dan para tamu memenuhi ruangan acara. Pertunjukan utama dimulai. Para model tampak cantik dan menawan mengenakan riasan dari JJ Kosmetik dan perhiasan dari Methanan Jewelry. Para tamu terpesona melihat mereka di atas panggung. Tiba saatnya giliran Lika dan Vina tampil, sekaligus memberikan bunga kepada Jamy dan Jay sebagai tanda bahwa merekalah yang paling berpengaruh terhadap semua tampilan yang ada di atas panggung. Beberapa menit kemudian tampak Vina keluar dari belakang panggung. Dia berdiri anggun lalu mulai berjalan pelan sambil tersenyum dengan elegan. Namun, ada satu hal yang janggal. Lika tak tampak disana. Hanya ada Vina dengan gaun silver serta kalung berlian putihnya. "Wes, kok cuman dia yang nongol? Lika mana?" Ijul merasa heran. "Lika? gak ada yang tau dia dimana," ucapan Mawes membuat Ijul terbelalak. "Maksud Lu? Lika hilang!?" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD