Orang Bodoh

1111 Words
Jamy mencoba untuk tenang. Sebisa mungkin dia menata pikirannya agar tidak panik. Dia harus menemukan Lika. Lika tak mungkin sengaja melarikan diri, dia sudah latihan berhari-hari hingga kakinya bengkak. Lika bukan tipe wanita yang mudah menyerah. Jadi, Jamy yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres. "Dia belum ketemu juga?" tanya Jay yang baru saja tiba setelah selesainya acara. "Selamat. Acara Lu sukses?" ucap Jamy sambil lalu. Jay menarik tangan Jamy dan mencengkram kerah Jamy dengan geram, " Apa maksud Lu nanya gitu?" Jamy menyeringai lalu melepaskan dirinya dari cengkraman Jay dengan kasar, "Apa? Gua gak ngapa-ngapain kok." "Ya, ekspresi Lu biasa aja donk! Lu kesel ama Gua? karena Gua lebih mentingin acara?" Jamy memperbaiki kerah stelannya, lalu beranjak tanpa mendengarkan Jay. Hal itu membuat Jay semakin kesal. Jay mendorong Jamy dari belakang dengan emosi, "Mau Lu apa, ha!? gak seneng ama Gua yok kita tarung!" "Kekanakan banget sih, bisa-bisanya Lika suka ama orang gak dewasa kayak Lu," "Apa Lu bilang!" Jay mengepalkan tangannya hendak memukul Jamy. "Phi, hyud! (Berhenti). Phi Jay kenapa bisa emosi gitu? tenang dulu," Vina menggenggam tangan Jay, lalu menatap Jamy, "Maaf ya, Phi Jay emosian," "Pfft," Jamy terkekeh melihat Vina, "Nih Jay. Urus sepupu Lu yang lemah lembut ini, biar Gua yang urus Lika." "Bangkee!" Jay hendak menyerang Jamy. Namun, Vina menahannya, sementar Jamy sudah berlalu kembali mencari Lika. "Phi Jay, tenang dulu. Kenapa bisa marah-marah gitu, sih?" "Dia pikir dia siapa!? Bangsadd nyari perkara aja ama Gua!" "Udah Phi, jangan dipikirin. Kan dia juga emosi karena Lika masih ngilang," Jay menghela nafas lalu segera berjalan cepat menyusul Jamy. Jamy kini berada di area gudang. Setelah dipikir-pikir area itu adalah satu-satunya tempat yang belum dia datangi. Karena dia harus menunggu staf yang bertanggung jawab untuk mengawasinya di gudang tersebut. "Lika! woy boncel, Lu dimana!?" Jamy berteriak. Dia berkeliling beberapa kali, namun tak juga menemukan Lika. "Lika! Lika!" masih tak ada jawaban. Jamy kemudian memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut. Namun, beberapa langkah kemudian, Jamy mendengar suara seperti orang menggedor pintu. "Lika? Lika!" "Jamy! Jam Gua disini," Jamy berlari kembali memasuki gudang tersebut, di sudut gudang itu, ada sebuah ruangan kecil bertuliskan Janitor di depan pintunya. Jamy segera memutar gagang pintu besi besi berwarna putih mengkilat itu, namun pintunya terkunci. "Ncel, Lu di dalem?" "Jam! huwaa, Jam buka pintunya, gua takot, gak bisa liat apa-apa disini," Belum sempat petugas ruangan mengambil kunci cadangan, pintu tersebut sudah didobrak oleh Jamy. Begitu pintu terbuka, Lika langsung menghambur keluar. Jamy memeluk Lika, lalu menangkupkan tangannya ke wajah Lika. "Lu kenapa bisa ada disini?" "Huwaa, gak tau. Tiba-tiba ude ada disana, gelap lagi, hiks ..." Lika sesenggukan. "Sstt udah, jangan nangis, kan Gua udah disini," Jamy mengusap air mata Lika dengan lembut. "Jadi dia disini?" Jay menatap Lika tajam. "Yank, tadi aku ..." "Lu mau ngasi alasan yang masuk akal?" "Eh bangsadd diem gak Lu! Lu gak liat Lika lagi shock gini?" Jamy tampak sangat jengkel. "Jadi kenapa Lu bisa disini?" tanya Jay lagi kepada Lika. "Itu ... gak tau, tadi aku mau ke toilet, tapi tiba-tiba udah nyampe di dalam sana," Lika menunduk. "Lu dengar?" Jay menatap Jamy, "Lu percaya? masa dia gak sadar bisa nyampe disana. Lu mau bilang ada yang nyulik dia? siapa? apa kepentingan tuh orang nyulik dia? dapat manfaat apa coba nyulik orang kek gini." "Sayang, kok ngomong gitu sih?" Lika menatap Jay dengan sedih. "Udah Gua bilang dari awal Elu ceroboh! kalau gak bisa tampil di panggung jangan maksa! Gua paling gak suka ada masalah saat hari H gini, untung tadi bisa ke handle, kalau gak, gimana?" "Diem Lu! anying banget mau Gua sumpal mulut Lu? ha!" Jamy meradang. Lika menahan Jamy, lalu menggelengkan kepalanya. "Apa-apaan semua kekacauan ini?" Khun Thivat tiba di ruangan tersebut. Diikuti Vina, Mawes dan Ijul di belakangnya. "Khun Thivat, maaf Aku mengacaukan acara hari ini. Kalo ada kerugian apapun, Aku bakal tanggung jawab," ucap Jamy kepada Khun Thivat. "Kamu gak salah Jam, karyawan kamu yang ..." "Lika gak salah. Aku yang maksa dia untuk tampil disini. Jadi Aku pasti bakal tanggung jawab." Jay menatap Lika tajam. Lika balas menatap Jay, dia berharap Jay mendekatinya. Bertanya padanya apa dia baik-baik saja. Menggenggam tangannya dan mengatakan bahwa kekacauan ini bukanlah salahnya. Tapi, Jay hanya diam. Tak ada tanda-tanda bahwa Jay peduli padanya. Dulu Lika bisa menerima perlakuan seperti ini. Karena status mereka memanglah hanya sebatas fans dan idola. Tapi sekarang, Walau fakta disembunyikan, tetap saja setidaknya mereka berdua tahu bahwa mereka sedang berpacaran. Lika merasa perlakuan Jay padanya sangat tidak adil. Lika mulai ragu dengan status mereka. Apakah mereka benar-benar pacaran? atau hanya Lika yang masih memegang status pacarnya Jay, sedangkan Jay bahkan tak merasakan apapun sama sekali?. Lika berpikir, mencari berbagai kemungkinan untuk memaklumi Jay. Namun, ini sudah keterlaluan, Lika merasa sangat sakit, harusnya dari awal dia tak berharap lebih, harusnya dia tetap menjadi Bucin jarak jauh saja. Mencintai idola secara nyata itu, memang sangat pilu. "Ka, yok kita pulang," ajak Jamy. Lika masih saja membatu, "Ka, ayok," ajak Jamy untuk kedua kalinya. Lika mulai mengangkat kakinya. Namun, dia melemah dan hampir terjatuh. Beruntung Jamy menangkapnya dengan cepat. "Lu gak papa?" Jay mengepalkan tangannya. Marah dan khawatir bercampur aduk menjadi satu di otaknya. Begitu dia mulai beranjak untuk mendekati Lika, tiba-tiba Khun Thivat menyentuh bahu Jay. "Jay, bawa Vina pulang. Vina sepertinya tidak enak badan," Jay menghela nafas, lalu menatap Vina, "Kamu gak papa?" tanya Jay kemudian. "Cuman pusing aja Phi, mungkin karena kelelahan," Vina terhuyung, Jay menyentuh bahu Vina, dan merangkulnya agar tidak terjatuh. Lika menatap Jay dan Vina dari tempatnya. Kakinya tak bisa digerakkan karena shock, kelelahan dan pengaruh high heels yang dipakainya membuat kakinya mulai membengkak untuk kesekian kalinya. Lika terduduk di lantai sambil menatap kosong kesekitar ruangan, lalu mulai meneteskan air mata lagi. Jamy berjongkok lalu melepaskan sepatu Lika dengan hati-hati, "Jangan nangis, Lu ude jelek banget, ini lagi sepatunya ..." Jamy selesai melepaskan sepatu Lika dari kedua kakinya, "Gak guna bet ni sepatu. Bikin sakit kaki aja," ucap Jamy lalu melempar sepatu tersebut ke sembarang tempat. "Jam, Gua mau pulang," ucap Lika setengah berbisik karena menahan tangisnya. Jamy kemudian menggendong Lika dan membawanya menuju keluar ruangan. Begitu tiba di depan Jay dan Vina. Jamy berhenti sejenak, lalu menatap Vina tajam. "Gua harap Lu gak baik-baik aja," ucap Jamy dengan geram. Jay tak bicara apapun lagi. Dia terlalu lelah untuk bertengkar. Jay menatap Lika, namun Lika menyembunyikan wajahnya di d**a Jamy. Jamy kemudian pergi meninggalkan gedung, sambil membawa Lika dalam pelukannya. "Jangan pikirin mereka, mereka cuman orang bodoh," ucap Jamy kepada Lika yang terisak seperti anak kecil. Isakan yang membuat Jamy terluka dan membuatnya ingin lebih melindungi Lika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD