9

1990 Words
“Lo ga lagi nyari gara-gara supaya bisa putus kan?” Vani mengerutkan kedua alisnya melihat chat pertama Ucup untuknya selama mereka pacaran. Kakak tiri yang sedang mengawasi adik tirinya main itu tak tau apa lagi kali ini masalah pacarnya itu. Padahal baru tadi siang mereka bertemu dan Vani rasanya tidak melakukan hal aneh yang bisa membuat Ucup marah. “Ga modal lo,” gumam Vani pada layar hapenya. Ia menyindir pacarnya yang tak punya cukup pulsa untuk nelfon dan bertaruh pasti pacarnya itu saat ini berada di kawasan free wifi sehingga bisa mengiriminya pesan. Mengabaikan kata-kata Ucup yang tidak dimengertinya Vani memanggil kedua adiknya untuk diajak pulang. Saat ketiga saudara seayah itu memasuki pekarangan rumah, si sulung mendapat telfon dari pacarnya. Vani meminta adiknya untuk masuk dulu dan mengancam kalau sampai ia kembali ke rumah dan keduanya masih belum mandi, dia akan mengadukan kenakalan si kembar pada ayahnya. “Hapus ga foto cowok itu!” perintah Ucup saat Vani menjawab telfonnya. Bahkan gadis itu tidak sempat mendapat sapaan ramah terlebih dahulu seperti halo, hai, sedang apa atau sudah makan belum? “Ga bisa, Cup..” ucap Vani, sebenarnya gadis itu ingin membentak cowok sok berkuasa di hidupnya itu padahal baru beberapa jam pacaran, tapi jika ingin semua berjalan lancar maka ia harus berlaku selembut mungkin pada pacar pertamanya itu. “Kalo gitu lo posting lima belas foto gue, se-ka-rang.” “Itu paling ga bisa, mau bilang apa kalo orang nanya?” elak Vani. Vani mengernyit heran saat sambungan telfon mereka terputus, gadis cantik itu kembali kerumahnya untuk memastikan bocah-bocah nakal itu sudah mandi apa belum. >>>  Di kamarnya Ucup menghempaskan hapenya ke kasur dengan kesal. Tak hanya kesal dengan penolakan Vani, ia juga kesal saat siang tadi ia mencoba menelfon pacarnya itu untuk meminta kunci motornya, ia menemukan bahwa hape cewek itu berada dalam kantong celana Putra. Saat itu keduanya sama-sama heran, Putra mengalihkan pandangannya pada Ucup saat menjawab telfon dari 'Yusuf Fairuz Amzari' dan Ucup sangat tidak suka melihat bagaimana cara Putra melihatnya seperti itu. Kekesalan Ucup meningkat saat hapenya memunculkan nama seseorang. “Ada apa nih?” tanya ucup kesal pada pemilik nama Anggun Kameswari. “Kamu lagi marah?” “Marah? Ga kok.. gue cuma lagi berlaku adil sama cewek gue, ga mungkin gue terus-terusan lembut sama cewek orang sementara gue sendiri juga punya cewek,” ucap Ucup ketus setelah menghela napas gusar. Sebelumnya ia tidak pernah bicara dengan gue-elo pada Anggun. Seolah tidak tau situasi maupun kondisi, Anggun masih saja mengajaknya bicara. Seakan pernyataan Ucup bahwa mereka masing-masing mempunyai pacar bukanlah hal yang berarti. Untuk sesaat cowok yang menyatakan ingin pacaran betulan dengan Vani itu terhanyut dengan kebersamaannya bersama cewek yang mampu menyedot perhatiannya. “Lo lagi dimana?” tanya Ucup saat mendengar bunyi kendaraan berseliweran. “Lagi di halte.” “Pacar lo ga jemput?” “Fiki lagi ada les juga,” dalam hatinya Ucup berjanji bahwa ini terakhir kalinya ia akan bersikap baik pada Anggun. Walaupun kesal pada cewek tidak peka itu, ia tidak ingin pujaan hatinya itu ditimpa musibah. Ia menyambar kunci motor dan mengenakan jaketnya. “Mau kemana kamu?” tanya sang mama saat melihat anaknya. “Jemput teman ma, sebentar kok.” “Sampein salam mama ke Vani, ya,” ucap Tari dengan senyum lebar tanpa tau bahwa nama yang disebutnya mampu membuat tekanan darah putra satu-satunya itu meningkat drastis. “Mama kan bisa ketemu di sekolah.. salaman aja langsung,” ucap Ucup sebelum meinggalkan mamanya dalam kebingungan. Saat Ucup sampai di tempat yang selama dua bulan ini sering di datanginya karena menemui gadis bernama Anggun, ia menemukan gadis itu tersenyum lebar seperti biasa padanya. Bahkan gadis itu tak ingin diantar pulang karena ingin makan dulu. Dan bisa ditebak Ucup tidak akan mampu menolak. >>>   Vani berdiri sambil memangku tangan di hadapan Alif. Ia tidak suka jika seseorang datang ke kamarnya sekalipun itu sikembar. Apalagi mama tirinya. “Kakak di panggil papa, disuruh kebawah,” ucap Alif dan segera berlari menuju papanya agar tidak mendapat amukan kakaknya yang bringas. Vani stress saat ayahnya mengatakan bahwa Haris akan menginap untuk beberapa hari karena ada urusan dengan salah satu instansi di kota itu. Vani juga disuruh menjemput sumber masalah barunya itu ke bandara saat ini juga. “Ini udah mau gelap loh yah.” “Justru itu, ga mungkin ayah nyuruh kamu tengah malam kan? Cepat ganti baju. Mama udah pesanin taxi.” Vani menuruti setiap perkataan ayahnya dengan langkah berat. Ia sampai di bandara tapi belom ada tanda-tanda sepupu yang baru didapatnya sejak ayahnya menikah lagi itu datang. Vani sendiri sangat tidak rela jika ia memiliki sepupu apalagi cowok yang baru dikenalnya selama beberapa tahun itu bersikap seolah dirinya benar-benar sepupu. Tak lama setelah itu Haris datang cowok yang tak pernah Vani suka itu langsung merengkuhnya tidap peduli dengan penolakan Vani dan juga tatapan orang disekitar mereka. “Aku kangen.” Ucapnya seperti orang putus asa seolah Vani adalah kekasihnya dan selama ini mereka terpaksa berpisah. “Jangan gila!” Seru Vani setelah berhasil melepaskan diri dari Haris dengan cara menendang tulang kering pria itu. Enak saja main peluk. “Ouch, masih bar-bar rupanya,” kekeh Haris yang kemudian merangkul Vani dan membawanya berjalan beriringan. Berkali-kali Vani menepis, sebanyak itu pula Haris kembali mengalungkan tangannya ke leher Vani. Setelah sampai di rumah Vani langsung menemui ayahnya yang sedang berkumpul bersama adik dan mama tirinya. “Aku mau nginap di rumah bunda,” ucap Vani dengan mata yang sudah memerah. Ia tidak suka sesuatu yang menggebu, sama seperti Haris yang bersikap seolah Vani harus mematuhi semua ucapannya. Terlebih ada sesuatu pada Haris yang membuatnya menjauhi cowok itu. “Tidak boleh, kamu itu anak ayah,” Vani mendecih kesal. Inilah salah satu yang di bencinya, saat ayahnya memenangkan segalanya. Bahkan sang bunda tidak bisa bebas menemuinya karena hak asuh penuh ada pada Teja Mahardika. Vani kembali ke kamarnya dan mengunci satu-satunya pintu yang menghubungkannya dengan ruangan lain dirumah itu. Setelahnya ia menyumpal telinga dengan musik. “Put.. besok ga ada syuting kan? Lo jemput gue ya, jam setengah dua belas teng-teng. Antar ke rumah bunda,” ucap Vani saat telfonnya di angkat oleh Putra. Bukan hal baru bagi Putra jika Vani tiba-tiba ingin menempel dengannya dan juga ingin menunjukkan bahwa mereka sedang pacaran. Dan alasannya cuma satu, sepupu tiri Vani yang sebenarnya menyukai sahabatnya itu pasti sedang berada di kediaman Mahardika. “Oke .. sekalian lo bawa beberapa baju, sabtu ini kita jadi main.” “Oke.. lo ga boleh ga dateng ya Put.” “Iya sayang.” >>>>   Saat membuka matanya di pagi hari satu hal yang diharapkan Vani adalah Fiki, ia sangat ingin melihat Fiki lagi di meja makan keluarganya pagi ini karena jika tidak itu berarti Harislah yang akan mengantarnya ke sekolah. Bergegas melipat selimutnya, cewek itu masuk ke kamar mandi dan bersiap untuk sekolah. Meja makan kali ini ini tampak sangat heboh terlebih sikembar sangat suka dengan sepupu mereka. Seseorang yang juga dianggap sepupu secara paksa oleh Vani. Duduk disamping Haris adalah hal terakhir yang akan dilakukan Vani, maka dari itu ia memilih duduk di depan orang itu saja. Setidaknya ada sekitar satu meter lebih jarak yang memisahkannya dengan orang itu dibanding jika ia duduk disampingnya. Satu hal yang Vani sadari adalah tidak mungkin Fiki yang baru punya pacar akan duduk manis di meja makannya seperti biasa. Sial, kenapa Fiki harus punya pacar disaat seperti ini sih? Eh, ngomong-ngomong soal pacar, Vani kan juga punya. Dan si abang pacar juga sudah berjanji untuk mengantar jemputnya, bukan? “Simpan ponselnya, Vani!” ucap seseorang yang sudah melihat bagaimana sibuknya sang anak dengan benda canggih itu. “Eh- maaf, yah,” vani segera menyimpan hapenya setelah berkali-kali panggilannya di tolak oleh pacar barunya yang ternyata munafik sekali. Gaya lo aja antar jemput gue!  Baru saja Vani menyendokkan nasi ke piringnya ia sudah mendengar kalimat tak terbantahkan dari ayahnya bahwa Haris yang akan mengantar Vani ke sekolah. Gadis itu mengurungkan niat sarapan dan menyuruh Haris cepat. Akibatnya Vani mendapat amukan ayahnya karena bersikap kasar pada sepupunya, dan dengan sombong ia berkata bahwa ia tidak ingin punya sepupu  bahkan ia tak pernah ingin mama baru. Gadis itu meninggalkan keluarga kecil itu dengan menghentak-hentakkan kaki, tinggallah sang ayah yang menahan emosi, mama tiri yang terluka perasaannya, sikembar yang tidak tau apa-apa dan Haris yang kemudian menyusul Vani kedepan. >>>   “Ga ada ucapan apa-apa gitu?” tanya Haris, ia tidak membiarkan Vani keluar dari mobil dengan mengunci pintu. “Mobil ayah gue, bensin juga dari ayah gue. Lo mau gue ngomong apa?” tanya Vani yang sudah menampilkan wajah jeleknya sejak sarapan tadi karena Haris dan ayahnya yang sangat semangat ingin mengantarnya sekolah. “Bilang makasih,” Vani terkekeh mendengar penuturan haris, cowok itu pikir jika bukan karena dirinya maka Vani tidak akan sampai di sekolah? Haris hanya tidak tau bahwa Vani punya Fiki, Putra dan Ucup yang bisa mengantarnya sekolah. Tapi sejenak Vani sadar bahwa Fiki sekarang sedang bersikap aneh ditamah sedang mesra-mesranya dengan pacar baru, Putra jam segini pasti belum bangun dan Ucup, pacarnya itu memiliki emosi yang tidak stabil jadi mari sebut saja Ucup sedang unavailable. “Makasih.” “Semudah itu, Van..” ucap Haris dan membiarkan Vani keluar sekaligus mengatakan agar Vani berhenti menentangnya. “Ooii” Vani menoleh dan menemukan Fahri berada beberapa langkah di belakangnya. Gadis itu tersenyum lebar saat Ayi melangkah ke arahnya dan menyelipkan lengannya ke dalam lengan sahabatnya itu tak lupa menyeringai setan pada Haris. “Tumben lo gandeng gue,” ledek Ayi. “Kegantengan lo hari ini bikin silau,” jawab Vani dan keduanya kembali memaki satu-sama lain. Sekolah hari ini masih seru seperti biasa bersama Ayi, Kito dan Dea. Vani sudah terbiasa tanpa Fiki jika temannya itu sedang memiliki pacar baru, hanya saja sesuatu yang mengangu adalah Yusuf Fairuz Amzari yang tak menoleh sekalipun padanya hari ini. Vani bertanya-tanya apa lagi yang terjadi pada si aneh itu tapi tak punya keberanian dan kepentingan untuk menghapiri cowok itu dan bertanya. Sejak beberapa hari lalu ia sangat berhati-hati jika bicara dengan Ucup didekat teman-teman sekelasnya. Jumat memang hari paling di gemari anak sekolahan karena waktu belajar mereka sangat singkat. Empat sekawan itu turun dari kelasnya dengan ceria sambil cengengesan. Tepat di dekat parkir keempatnya berhenti karena melihat pemandangan asing. Disana sudah ada Fiki, Putra dan Haris. Tak lupa Ucup paling belakang, cowok itu ikutan berkumpul disana karena motor Fiki menghalangi jalannya. “Ini dia yang ditungguin,” ucap Putra mendekati Vani. “Van, kamu pulang bareng aku,” ucap Haris tidak ingin di bantah. Vani terbahak, tak peduli pada siapa saja yang melihat karena satu-satunya hal yang ia pedulikan hanyalah bagaimana caranya membuat Haris malu. “Duh gimana ya? Menurut lo gue pulang sama sepupu ga jelas macem lo atau pacar kesayangan gue?” “kamu dalam bahaya kalo tetap keras kepala, Van,” ancam Haris. Kali ini giliran Putra yang tertawa. “Lo pikir gue bakal biarin pacar gue serumah sama lo? Ga dong. Selama lo numpang di rumah itu, cewek gue bakal tinggal sama bundanya. Dan lo sadar sama omongan lo barusan? Mau lo apain cewek gue emangnya?” “Sudahlah yang.. oran gila jangan diladenin,” ucap Vani sambil memandang jijik pada Haris. Putra dan Vani meninggalkan semua orang yang tidak mengerti apa-apa kecuali Fiki. Karena Fiki cukup dekat untuk mengetahui apa masalah yang dialami sahabatnya itu. Kito, Dea dan Ayi yang masih tidak mendapat petunjuk dari apa yang dilihatnya barusan kembali melanjutkan tujuannya, pulang. “Woii.. bengong lo? Kenapa urusan pacar gue bikin lo marah ya?” ejek Ucup. “Pacar?” ledek Fiki. Cowok itu menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan Ucup. Mencela betapa beraninya cowok itu mengakui Vani sebagai pacar. Apa karena omongan mereka tempo hari lalu tiba-tiba saja Vani bisa menjadi pacarnya? Mimpi saja. “Lo tanya aja sama Echanya gue yang lo panggil Vani itu. Siapa gue dan tolong pastikan kalo gue bukan pacar pura-puranya,” setelah itu Ucup meninggalkan Fiki yang nampak agak terguncang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD