TUJUH BELAS

2922 Words
TUJUH BELAS "Zena? "suara seseorang memanggil namanya membuat wanita yang merasa terpanggil itu menoleh ke arah asal suara tadi. " Mahe, Sherly? "Kedua mata Zena membulat tatkala melihat dua sejoli ini tengah bergandengan mesra. Kedua mata Sherly berkaca-kaca ketika matanya jatuh melihat perut Zena yang tampak besar. Wanita itu menghampiri Zena dan memeluknya. Telah lama ia mencari Zena setelah reuni diadakan itu memang Zena menghilang bak ditelan bumi tak nyangka sekarang ia malah bertemu Zena di tempat ini. "Zen lo dimana aja sih? Gue khawatir sama lo. "Sherly nampak meneteskan air matanya saat memeluk Zena. Tubuh Zena terlihat menegang tak tau harus membalas apa sebab ini terjadi sangat tiba-tiba dan itu membuatnya menjadi orang linglung saat ini. "Zen," lirih Sherly seraya memegang kedua tangan Zena. Zena hanya diam membisu tak tau mau berkata sebab sejak kejadian itu dirinya sudah tak bertemu teman-temannya lagi. "Lo marah sama kita Zen? "tanya Mahe pada Zena. "Lebih baik kita bicarakan di cafe sana aja." ... Kini mereka bertiga berada di cafe yang tak jauh dari tempat berdiri mereka tadi. "lo menikah tidak kabarin ke kita dan ya nomer ponsel lo juga sulit dihubungi? Kenapa? "Sherly menebak jika temannya itu merahasiakan sesuatu. " Aku.. Ehmm. " " Bicaralah yang sejujurnya Zen! "Sherly menatap memohon pada temannya itu yang membuat dirinya semakin khawatir saja. Zena merasa diinterogasi oleh mereka ia bingung harus menjawab apa sebab ia telah berjanji pada Pandu untuk tidak membongkar pernikahan ini. " Sherly kalau Zena tidak mau menjelaskan ya sudah, kamu jangan maksa dia. "tegur Mahendra pada kekasihnya itu. " Tapi, aku juga ingin tau. Kita sudah bersahabat bahkan saling menganggap saudara tapi mengapa Zena tega menyembunyikan sesuatu dari kita,"ujar Sherly yang juga menyidir Zena. "Zen, gue ini lo anggap apa? Lo dari dulu selalu nyembunyiin sesuatu dari kita dan yang membuat gue heran sekarang ini lo udah hamil besar. Kapan lo nikahnya? Kenapa lo nikah gak bilang-bilang? Lo malu punya temen kayak kita? Iya? "tanya Sherly yang makin menyudutkan Zena. " Bukan itu Sher, aku ada alasan lain yang membuat aku tak memberitahukan ke kalian. " " Alasan apa sampai lo tega sembunyi dari kita? " " Aku tak bisa beritahu kalian. " " Zen, gue tanya begini karena gue sayang sama lo. Lo udah gue anggep saudara gue dan sekarang lo bilang kayak gitu seolah-olah kita orang asing. Gue selalu peduli sama lo tapi lonya yang selalu menghindar dari kita. Terus siapa yang salah di sini hah? " " Maaf Sher, ya aku tau aku salah. Tapi sesuatu hal ini aku tak bisa memberitahukan ke kalian, tapi aku yakin suatu saat kalian bakal mengetahui tapi juga bukan sekarang. " Melihat Sherly yang akan berbicara lagi, Mahe pun menghentikan dengan berkata," Sudah Sher, kamu jangan jadi orang pemaksa. Dipikir dulu Sher, lihat si Zena lagi hamil lalu kamu salah-salahkan. Kasian doang dia. " Sherly pun diam seraya menghembuskan napasnya pelan untuk mengatur emosinya yang hampir saja membludak. " Kelihatannya lo lapar Zen, makan aja. Apa lo ngidam? "Tanya Mahe pada Zena. " makan ini aja udah cukup kok, terima kasih. " " Sama-sama Zen, udah jangan dipikirin ucapan Sherly nanti kasian dedek bayinya di dalam perut. Lo mikir yang positif aja ya. " " Iya. "Zena tersenyum melihat perhatian kecil yang diberikan oleh Mahe. Sherly tak cemburu akan hal itu tapi ia merasa marah pada Zena yang selalu menyembunyikan sesuatu darinya. Ia sebenarnya ingin mengetahui masalah apa yang menimpa Zena sebab ia tau Zena hidup sebatang kara bahkan orang yang seperti Zena pastinya membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkan curahan hatinya. Apalagi ia juga terkejut melihat Zena yang sudah berbadan dua saja bahkan ia tak tau siapa sosok suami Zena padahal Zena tak pernah bercerita kala mempunyai kekasih. ... "Kamu kemana saja kemarin?" tanya Pandu pada Zena. Mereka telah menyelesaikan sarapan pagi dan kini tengah duduk santai di depan rumah keluarga Wijaya itu. "Aku kemarin jalan-jalan bersama temanku. " " Kamu tak menceritakan sesuatu pada mereka kan tentang pernikahan ini? "Pandu langsung paham apa yang diucapkan Zena tadi. " Tidak, aku berusaha menyembunyikannya. "Zena menjawab itu dengan jujur bahkan kemarin pun Zena lebih memilih pulang mengunakan jasa taksi. " Bagus, itu sangat bagus sekali. "Pandu tersenyum lega. Zena menatap Pandu dari samping, ia tersenyum sedih kala memang Pandu tak mengharapkan pernikahan ini. Andai dulu Pandu bilang jika dirinya tak mau menikah dengannya pastinya Zena akan pergi dari kehidupan Pandu bersama anak yang dikandungnya  namun berhubung orangtua Pandu sudah tau semuanya membuat ia menyetujui menikah dengan Pandu. "Kurang berapa bulan lagi kamu akan melahirkan? "tanya Pandu pada Zena. " Mungkin tak lama lagi. " " Oh aku tak sabar jika kamu akan melahirkan. " " Apa mas ingin segera bertemu anak kita? "tanya Zena yang kini raut wajahnya sangat senang. " Ah bukan itu, jika kamu sudah melahirkan nanti otomatis kita akan bercerai dan aku akan segera menikahi kekasihku. "Pandu tersenyum lebar dan tak merasa jika ucapannya itu menyakiti hati kecil Zena. Ya hati Zena terasa ditusuk oleh belati tajam namun Zena menyembunyikan dibalik senyuman kecil yang menghiasi wajah cantiknya. " Oh itu. "Zena pun beranjak berdiri dari duduknya membuat Pandu bingung. " Kamu akan kemana? "tanya Pandu saat melihat Zena yang akan masuk kembali ke dalam rumah. " Aku ingin ke kebun. " " Tidak usah, kamu cukup duduk santai di sini saja. " " Emang kenapa? Aku bosan melakukan kegiatan hanya duduk-duduk saja. " " Yaudah kita jalan-jalan. " " Tidak mau, aku lebih baik memilih jalan-jalan sendiri daripada jalan-jalan sama mas Pandu. "ucapan itu membuat Pandu tersentak dan langsung berdiri menghadap ke arah Zena. " Kamu berani ya sama aku? " " Aku jujur. " " Jujur atau tidak itu bukan urusanku! "bentak Pandu lalu pergi begitu saja meninggalkan dirinya berdiri mematung di depan pintu. " Kenapa malah dia yang marah-marah? Seharusnya aku yang marah sama dia. "Zena kesal sendiri melihat tingkah Pandu yang seolah-olah menyalahkannya. ... "Pandu? "panggil Anggun pada anaknya yang tengah duduk sendiri sambil memberi makan ikan yang berada di kolam samping rumah. " Eh ibu? "Pandu mendongakkan kepalanya yang ternyata ibunya berdiri di belakangnya. " Kamu ngapain sendirian di sini? "tanya Anggun kemudian Anggun menghampiri anaknya dan mengambil posisi duduk di samping anaknya itu. " Pengen aja di sini, sejuk bu. " " Kamu gak ada niatan nemenin Zena gitu, Zena lagi jalan-jalan. " Pandu hanya diam saja sembari menghela napasnya pelan. " Jujur sama ibu nak, kamu masih belum menerima Zena? "tanya Anggun dengan nada hati-hati. " Kalau belum kenapa bu? Ini juga bukan sepenuhnya salah Pandu. " " Tapi nak, anak yang dikandung Zena itu juga anak kalian berdua. Sesusah itu apa menerima Zena? Apa jangan-jangan kamu tidak menerima anak kamu sendiri juga? "tuduh Anggun yang sudah merasa cemas. " Bu, Pandu butuh waktu saat ini. Gak mungkin lah bu Pandu langsung menerima Zena gitu aja sedang dihatiku masih ada nama perempuan lain. " " Oh jadi kamu masih memikirkan tante-tante itu? " " Bu, Pandu mohon jangan buat Pandu ribut sama ibu. Pandu masih sedikit menerima anak yang dikandung Zena. " " Apa katamu? Sedikit? Kamu tega ya sama anak sendiri! "Anggun mulai emosi setelah mendengar ucapan Pandu yang menurutnya itu pasti menyakiti hati Zena. "Bu jangan marah dulu, Pandu juga merawat Zena kok. Ibu lihat sendiri kan kemarin gimana khawatir nya Pandu saat Zena tergelincir." Pandu membela diri. "Bisa jadi dibelakang Ibu itu lain. "Anggun masih belum sepenuhnya percaya pada Pandu. " Kenapa sih ibu sulit percaya pada Pandu? " " Ibu tau nak sifat kamu gimana, firasat ibu tidak pernah salah jika menyangkut anaknya. Ibu lihat akhir-akhir ini Zena juga jarang tersenyum sekalinya tersenyum mungkin saat ibu dan ayah mengajak bicara. Kamu tega sama Zena, ibu juga bisa tega sama kamu. Zena itu gadis baik, penyabar dan sopan orangnya. Ibu sedih mengingat Zena adalah anak yatim piatu, ia butuh kasih sayang dari orang terdekatnya termasuk kamu. Nak, ibu mohon meskipun kamu masih belum bisa mencintai Zena, ibu harap kamu merawat Zena dengan baik dan jaga dia serta jadilah teman dekat untuknya. "Anggun menatap nanar anaknya yang hanya diam saja. " Jika kamu melukai hati Zena, jangan harap kamu kembali ke rumah ibu dan ayah. "Anggun berlalu pergi setelah mengucapkan kalimat sakral bagi Pandu. Pandu langsung mengacak-acak rambitnya, ia bingung dengan situsi sulit. Apa yang dikatakan ibunya adalah ancaman baginya. Ia mencintai Cala dan tak mau melepaskan Cala hanya karena pernikahan paksa ini. " Mungkin aku bisa mempertimbangkan tentang perceraian itu, bisa jadi aku mengajak poligami jadi Zena tak perlu sakit hati karena tak jadi aku ceraikan. Ya ada jalan lain. "Pandu menganggukkan kepalanya bersemangat lalu bibirnya tersenyum puas saat tiba-tiba ia menemukan sebuah ide dari permasalahan ini. ... Zena menginjakkan rumah mertuanya sembari sebelum masuk ia mengucapkan salam. Wanita itu melihat Pandu sedang meminum kopi dan menonton televisi membuatnya tersenyum. Ia tau jika kemarin Pandu membentaknya dan ia tak mau jika bersitegang seperti ini. Zena pun memutuskan untuk duduk di samping Pandu. "Mas maaf ya tentang kemarin. Zena salah. "Zena menoleh ke arah Pandu. " Hmm tidak apa-apa. " " Mas lagi gak ada kerjaan kan hari ini. " " Tidak. " " Boleh gak kalau Zena minta disuapin saat makan siang nanti. Zena ingin makan di kamar dan disuapin mas Pandu. " " Iya. " " Mas, Zena minta tolong buatin Zena s**u ya tadi belum sempet buat. " Tanpa menjawab, Pandu langsung beranjak berdiri menuju dapur untuk membuatkan Zena s**u khusus ibu hamil. Zena mendengar suara getaran ponsel lalu ia mencari asal  suara itu ternyata ponsel milik Pandu. Sebelum memegang ponsel milik suaminya, ia melirik sekitar terlebih dahulu kemudian baru ia mengambil ponsel milik Pandu. "Cala, "gumam Zena ketika membaca pesan dari siapa yang membuat ponsel Pandu bergetar beberapa kali. CALA Kapan kamu menikahiku? Aku masih memikirkannya Tolong jangan memberi aku harapan palsu Tidak sayang, aku pasti akan menikahimu hanya saja aku harus memikirkannya secara  matang Tapi aku ingin pernikahan kita disegerakan Iyaya aku tau sayang, tapi Kamu tau kan kalau aku masih punya istri Pokoknya aku mau tahun ini atau saat istrimu akan melahirkan anaknya, kita harus nikah Sayang tolong jangan begitu Kamu cinta sama aku beneran gak sih! Iya aku sayang banget, cinta banget sama kamu Yaudah pokoknya kita harus nikah secepatnya! Baiklah, aku akan menikahimu segera Tes Tes Air mata Zena keluar begitu saja saat membaca pesan itu. Percakapan Cala dengan Pandu dan berisi tentang Cala yang ingin segera dinikahi. Ternyata Pandu selama ini Pandu masih berhubungan dengan Cala, ia mengira Pandu sudah putus dari Cala tapi saat mengetahui jika Pandu masih mencintai Cala bahkan akan menikahi segera itu membuat hati Zena sakit. Zena mendengar suara tapak kaki seseorang langsung segera meletakkan ponsel milik suaminya ke tempat semula setelah itu kedua tangannya segera mengusap air matanya yang makin deras saja. "Zena kamu nangis? "tanya Pandu menatap khawatir pada istrinya. " Perutku sakit. "ya memang perut Zena sakit karena kedua anaknya sedang menendang-nendang di sana, mungkin anaknya tau jika bundanya bersedih hati. " Apa mereka lagi nendang-nendang? " " Iya. " " Aku akan mengusapnya biar gak sakit, ibuku pernah bilang begitu. "Pandu pun menyuruh Zena untuk meminum susunya lalu tangan Pandu bergerak mengusap pelan perut Zena yang terlihat sangat besar karena di dalamnya berisi dua makhluk yang menjadi anaknya nanti. Zena menatap Pandu yang sedang mengajak anaknya berbicara dan sesekali lelaki itu mengusap perutnya. 'Aku senang jika Pandu makin lama makin menerima anak kembar ini, tak apa jika cintaku tak dibalas dan yang terpenting adalah anak kembar ini bisa di terima olehnya'-batin Zena mencoba tersenyum dan berpikir positif. "Jelas banget ya kalau nendang-nendang gitu. "Pandu menatap berbinar pada perut Zena yang sesekali terlihat begitu menonjol dan itu terbukti jika anak kembarnya sedang menendang. " Mas, boleh tidak aku menanyakan sesuatu? " " Apa emangnya? " " Mas mau nikah dengan mbak Cala? " Pandu tersentak mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Zena. " Kenapa kamu menanyakan itu? Cukup fokus dengan kelahiran anak ini nanti. " " Karena mas bilang gitu, ingin cepat meneceraikan Zena kan? " " Aku tidak mau menceraikanmu dulu, orangtuaku pasti tak akan menyetujui ini semua. " " Jadi kalau gitu kamu gak akan nikahi mbak Cala kan? "Zena meneteskan kembali air matanya. " Nikah atau tidaknya itu bukan urusan kamu, ingat perjanjian kita dulu." "Jadi kalau aku tidak diceraikan, aku akan dipoligami gitu? " " Kamu bilang apa sih, udah jangan bikin hubungan kita makin renggang. Kita baru saja baikan, fokus kelahiran anak kita ini. Jangan stress itu tak baik bagi ibu hamil. "Pandu mengusap air mata Zena dan setelah itu ia mengecup pelan dahi Zena. Apa yang dilakukan Pandu itu cukup ampuh bagi Zena, wanita itu terdiam dan menatap perutnya sambil mengusap perutnya pelan. " Besok kita balik pulang ya? " "Aku tidak mau, aku ingin di rumah ibu saja. Di rumah ini rame beda di rumah kamu." "Lalu sampai kapan kamu di rumah ibu? " " Sampai lahiran mungkin, kalau anak kita sudah lahir. Aku akan pulang ke rumah kamu. " " Itu sebenarnya bukan rumah aku doang, itu rumah kamu juga dan lebih di tepatnya rumah 'kita'. " 'Tidak ada kata 'kita'mas'-batin Zena. Zena tersenyum walau hatinya resah teringat percakapan Pandu dan Cala diponselnya Pandu tadi. " Kamu mau aku suapin kan? "tanya Pandu. Pandu berusaha memberikan perhatian untuk Zena seusai apa yang disuruh seseorang padanya. " Mau,"balas Zena cepat. " mau dibuatin apa? "tawar Pandu. " Sop gitu terus omelet. "Zena menjilat bibirnya sendiri ketika membayangkan makanan yang disebutkannya tadi. " Itu doang? "Pandu mengusap puncuk rambut Zena, Zena yang mungil berada di sampingnya seperti gadis remaja dengan kakaknya. " Ada lagi pokoknya. "Zena menganggukkan kepalanya berulang kali. " Yaya nanti aja ya. " " Kalau buat nanti kemana kamu nanya sekarang? " " Cuman nanya doang kok. "Zena memukul bahu Pandu pelan, seenggaknya ucapan Pandu yang menggodanya ini membuatnya tersenyum. ... Hari hari kian berlalu tak menyangka kini usia kandungan Zena hampir mendekati usia sembilan bulan. Irene selaku kakak ipar Zena mengambil cuti sebentar untuk merawat Zena dan membantu keperluan Zenan nanti saat melahirkan tiba. " Mbak Irene? "Tanya Zena pada Irene. " Iya Zen, napa? "Irene menaikan alisnya bingung menatap Zena. " Kata ibu kalau pembukaan itu sakit ya? " " Iya sakit banget. " " Mbak pernah lihat gitu ada ibu yang masih pembukakan kuat dan gak nangis? " " Emmm kayaknya gak ada, kenapa? Kamu takut ya?"Irene tersenyum menatap Zena sepertinya adik iparnga ini merasa ketakutan. "Iya mbak, takut banget. "raut wajah Zena berubah Cemas, ia terlalu membayangkan proses bersalinnya nanti. " Ada sih cerita kalau ada ibu-ibu sampai kapok gak mau hamil lagi eh ternyata dua tahun kemudian ibu-ibu itu udah mau lahiran lagi aja. "Irene terkekeh mengingat pasiennya dulu. " Wah jadi kakak udah lama ya kerja jadi dokter kandungan." "Yaya dong, sampai umur kakak udah tua gini. " " Doaku semoga mbak segera bertemu jodoh dan menikah. " " Aminn, mbak juga berdoa semoga kamu sehat dan anak kembar ini juga sehat saat lahiran nanti. " " Terima kasih lhoh mbak bantuannya, dari menyiapkan apapun yang dibutuhkan Zena sampai menemani Zena beli baju-baju bayi lucu dan lainnya. " " Ah sama-sama kayak siapa aja kamu ini. Mbak senang sekali punya adik ipar kayak kamu, jadi mbak kayak merawat adik perempuan yang memang mbak itu sebenarnya ingin adik perempuan eh tau-taunya malah adik laki-laki terus bobolin kamu juga. "Irene mengacak-acak rambut Zena gemas. Zena yang masih memiliki sikap anak kecil sudah mau akan menjadi ibu nantinya. " mbak jangan ngomong gitu ishh. "Zena menyenggol lengan Irene pelan. " ciyehh malu, udahlah jangan sok polos gitu. Oh ya gimana Pandu? Apa dia udah merawat kamu dengan baik. " " mas Pandu sering meluk Zena, suka usapin perut Zena, nyuapin Zena dan intinya mas Pandu selalu memberi perhatian ke Zena. "Zena menjawab itu dengan jujur, memang akhir-akhir ini Pandu suka memberinya perhatian hingga ia tak bisa berhenti untuk tersenyum lebar saat bersama suaminya itu. " Wah semoga cintamu terbalas ya. " " Aminn mbak. "Zena sudah yakin jika Pandu sudah jarang memikirkan Cala, ia ingin Pandu mempertahankan pernikahan ini dan membalas cintanya. " Oh ya mbak bentar lagi mas Pandu pulang kerja. " " Kenapa emangnya?" "Ya Zena ke ruang tamu lah, lihat mas Pandu. Zena gak sabar mas Pandu pulang, lihat deh mbak kalau anaknya udah nyambut. "Zena menunjukkan perutnya yang ternyata kedua anaknya sedang menendang-nendang sekarang. Irene tertawa pelan dan membayangkan pasti si kembar nanti akan menyambut Pandu dengan semangat. ... " Gerah ya? Mau ku kuncir  rambutmu? "tanya Pandu saat melihat Zena terasa risih  karena rambutnya sesekali mendarat ke depan. Zena sedang melihat anak-anak kecil bermain di halaman rumah mertuanya yang memang sangat luas itu. " Iya deh mas, Zena jadi gerah banget. "Zena mengibaskan rambutnya. Hawa panas hari inu ditambah rambut panjangnya yang tergerai membuat Zena merasa tidak betah sendiri. " Bentar, mas mau ngambil tali kuncir kamu sama sisir. "Pandu masuk ke dalam rumah untuk mengambil dua benda itu. Zena tersenyum melihat Pandu begitu perhatian kepadanya, Pandu telah berubah dan tidak menjadi lelaki kasar padanya. Tak lama setelah itu Pandu kembali dan langsung siaga di belakang Zena. " Aku kuncir rambut kamu ya. " Zena menganggukkan kepala dan lagi-lagi perlakuan Pandu yang sangat manis itu membuat hatinya berdebar tak karuan. " Rapi, Zena suka. "Zena memegang rambutnya yang dikuncir kuda oleh Pandu. Pandu memang sangat lihai menguncir rambut karena sering menguncir rambut kakaknya juga. " Bilang apa? " " Terima kasih. " " Sama-sama. "Pandu merapikan rambut Zena yang tak berponi itu. " Kamu mau apa lagi? Makanan? " " Emm aku mau disuapin buah naga aja. " " Yaudah mas ke dalam ya, lihat buah naganya dulu. Kayaknya habis deh, kamu akhir-akhir ini suka buah itu. " " Itukan buah kesukaanku mas, maaf ya kalau Zena habisin buahnya. " " Gapapa kok malah mas seneng direpotin. " Zena tak henti-hentinya tersenyum karena ucapan manis Pandu. Walau hatinya ingin berkata mengapa akhir-akhir ini Pandu bersikap manis padanya tapi pikirannya tak sejalan dengan hatinya. Pikirannya berkata jika ia harus diam saja sebab jika ia berkata seperti itu malah membuat hati Pandu terluka. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD