*DELAPAN BELAS*
"Kurang beberapa hari lagi. "seorang wanita memakai dress panjang berwarna abu-abu sedang menatap jendela kamarnya yang di luar sana terdapat taman bunga, sambil tersenyum dan mengusap perutnya.
" Bunda berharap sama kalian semoga wajah kalian sama persis seperti ayah kalian. "
" Kalau perempuan pasti cantik apalagi kalau laki-laki pasti tampan. "
" Bunda gak sabar banget. "wanita itu ialah Zena, hatinya sekarang ini sangat senang dan tenang sekali.
" Zena? "panggil seseorang yang kini berjalan mendekatinya.
Zena tersenyum mendengar suara suaminya yang sudah pulang kerja. Terlihat Pandu melepaskan jas kantornya serta menaruh tas kerjanya ke tempatnya.
" Mas, sudah pulang? Laper gak? "tanya Zena setelah mencium punggung tangan suaminya itu.
" Mas sudah makan di kantor bareng sama karyawan karena karyawan mas ada yang ulang tahun jadi semuanya ditraktir. Oh ya mas bawa sesuatu nih. "Zena baru sadar jika Pandu membawa sebuah kantong plastik berwarna putih berukuran besar.
" Ini apa mas? "tanya Zena bingung, Pandu menyodorkan kantong plastik itu kepadanya. Zena menerimanya dan membukannya pelan.
" Pakaian bayi? "kedua mata Zena menatap berbinar apa yang dibawakan Pandu.
" Iya ini untuk mereka yang sebentar lagi lahir di dunia ini. "
" Wahhh bagus bagus banget, makasih ya mas. "Zena mengeluarkan semua pakaian bayi kembar dari kantong plastik itu dan menaruhnya di atas tempat tidur mereka.
" Maaf kalau aku beli banyak, apalagi ada pakaian warnanya merah muda. Aku juga beli pakaian warna netral, aku tidak tau jenis kelamin mereka juga."
"Tidak apa-apa mas, ini lebih dari cukup. Zena seneng banget, terima kasih banyak mas. "
" Oh ya, aku bawa hadiah buat kamu, anggap saja ini kado ulang tahun kamu."Pandu mengeluarkan sebuah kotak berukuran kecil berwarna merah dari dalam sakunya.
"Wah kalung? "lagi-lagi Zena tersenyum lebar bahkan disertai tangisan haru melihat sebuah kalung berbandul love ditangan Pandu.
" Mendekatlah, akan aku pakaikan. "Zena tampak malu-malu mendekati Pandu . Bagaimana pun seorang wanita diberi kejutan oleh sosok yang dicintainya pastilah merasa senang.
" Cantik, "gumam Pandu setelah memakaikan kalung itu di leher Zena.
" Terima kasih. "Zena memeluk Pandu pelan, ia berhati-hati pada perutnya.
Pandu tersentak tapi ia mencoba tersenyum dan mengusap rambut Zena.
" Maafin aku Zen."batin Pandu.
Rasanya berat bagi Pandu menjalani kehidupan pernikahan ini penuh dengan sandiwara. Ia juga merasa bersalah telah sering menyakiti hati Zena dan mungkin ini yang ia lakukan agar Zena tidak tersakiti. Lelaki itu sudah memutuskan sesuatu keputusan yang sangat penting dan itu menyangkut dengan kehidupan di masa mendatang namun orang tuanya tidak mengetahui apa yang ia putuskan itu.
...
Hari-hari kian berlalu dan detik-detik menjelang kelahiran si kembar ke dunia. Zena merasa jika Pandu sangat sibuk sekali padahal seharusnya di waktu-waktu seperti ini Pandu menemaninya tapi malah ia menjalani keseharian tanpa Pandu. Pandu sering pulang malam tepat saat ia sudah tidur lalu Pandu berangkat sangat pagi sekali ke kantor padahal ayah mertuanya pernah bilang jika menjadi bos dipabriknya itu tak terlalu sibuk dan bisa santai.
Bukan hanya Zena saja yang merasa heran dengan sikap Pandu tiba-tiba menjadi orang yang sangat sibuk ternyata kedua orang tuanya juga sebab Zena dan Pandu masih tinggal di rumah Estu. Wajar bila kedua orang tua Pandu merasa khawatir dan cemas pada Pandu yang sangat sibuk sekali. Biasanya Pandu pulang ke rumah diwaktu istirahat tapi untuk akhir-akhir ini Pandu sudah tak lagi pulang saat istirahat padahal Zena tiap hari selalu menunggu Pandu pulang ke rumah.
"Zena jangan sedih ya nak, mungkin Pandu sibuk tiap hari karena nantinya saat anak kembarnya udah lahir, dia akan cuti. Jadi pikir positif saja ya? "Anggun mencoba menenangkan hati Zena yang sering gelisah memikirkan Pandu.
" Bisa jadi ya bu, semoga saja yang ibu bilang itu benar. "
" Aminn nak. Udah jangan sedih, gak baik buat kamu. "
"Iya bu."
"Kamu ingin melahirkan mereka secara normal kan? "
" Pasti dong bu, aku ingin merasakan bagaimana ibu Zena dulu melahirkan Zena ke dunia. "
" Maka dari itu kamu jangan banyak pikiran agar proses kelahirannya juga lancar. "
" Iya bu, Zena akan berusaha bu. "
...
Beberapa hari yang lalu...
" Mas Pandu! "seorang wanita berjalan cepat menghampiri seorang laki-laki dewasa yang tengah melambaikan tangannya ke arahnya.
"Cala!" Pekik laki-laki itu senang lalu berjalan mendekat ke arah wanita itu dan keduanya saling berpelukan sangat erat.
"Aku rindu kamu. "Cala masih enggan melepaskan pelukannya.
" Aku apa lagi, aku sangat merindukanmu juga. "
"Mana Asha?" tanya Pandu menatap seliling are bandara itu.
"Lagi sama asisten aku, dia beli minuman kok. Sebentar lagi mereka nyusul ke sini."
"Nah itu mereka kan? "
" Mama, om Pandu! "teriak Asha berlarian menghampiri mereka lalu meminta gendong pada Pandu.
...
" Aku gak sabar sayang. "Cala meletakkan kepalanya ke bahu Pandu sambil mengusap perut Pandu. Pandu menggeram menahan hasratnya selaku seperti ini jika di samping Cala, wanita itu selalu menggodanya bahkan berpakain seksi pun sering di hadapanya.
" Gak sabar apa? "
" Nikah dong."
"Tunggu ya sayang, aku masih mengumpulkan uang. Mungkin sebentar lagi. "
" Makin gak sabar dong. "Cala memeluk perut Pandu.
" Apa kamu akan menceraikan istrimu itu? "tanya Cala pada Pandu.
" Iya. "
" Apa kamu yakin sayang? Kamu pernah bilang kalau pastinya kamu akan dicoret dari keluarga Wijaya. "
" Gapapa di coret, aku gak butuh harta. Aku butuhnya kamu. "Pandu mengelus pipi Cala dengan lembut.
Mereka berdua berada di rumah Cala dan menikmati keseharian saat malam hari di ruang tamu sambil menonton film. Pandu sudah malas sekali untuk pulang ke rumah orang tuanya dan lebih memilih ke rumah Cala. Seakan lupa jika ia memiliki seorang istri yang tengah hamil dan juga akan melahirkan. Istrinya tengah mengkhawatirkannya sedangkan ia malah lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama Cala karena sebentar lagi juga mereka akan melangsungkan pernikahan dan memutuskan tinggal di kota yang sangat jauh dari kota ini.
"Awas aja kalau kamu bilang poligami kayak kemarin, aku nangis gak berhenti pokoknya. "
" Jangan dong, iyaya sayang. Aku menceraikan Zena bukan poligami. "
" Aku pegang ucapanmu lho mas. "
" Iya sayang ku. "Pandu memberikan kecupan bertubi-tubi pada wajah Cala.
...
" Mas Pandu, mas!"Zena menarik tangan Pandu membuat Pandu menghentikan langkah kakinya dan menghadap ke arah Zena.
"Ada apa Zena? "
" Mas mau pergi lagi? Padahal baru aja pulang ke rumah. "
" Aku lagi sibuk Zena. Tolong mengertilah. "
" Tapi mas, mas ngambil cuti kan kalau semisal anak kita udah lahir?"
" Entahlah Zen, aku tidak tau. Yaudah aku mau pergi dulu. "Tanpa menunggu jawaban dari Zena, Pandu berjalan cepat keluar dari rumah.
Zena meneriaki Pandu namun tetap saja lelaki itu pergi dengan kendaraannya. Hingga suara Zena mampu membuat Anggun yang tengah berada di dapur menghampirinya.
" Zena, kamu kenapa teriak-teriak? "
" Aku nyegah mas Pandu pergi bu, tapi dia tetap pergi. "
" Dia kan lagi sibuk. "
" Masak iya bu, baru aja pulang ke rumah buat makan lalu pergi, tiap hari aja begitu. "
" Ibu juga gak tau nak, tapi tolong kamu jaga diri nak. "
" Tapi bu, Zena juga butuh mas Pandu. "Zena menangis dan itu membuat Anggun makin tak tega melihatnya. Wanita paruh baya itu langsung memeluk Zena lalu menuntunya untuk duduk di sofa.
" Udah sayang jangan nangis, anak-anak juga akan sedih. "
" Sulit bu buat Zena nahan nangis. "
" Sudah sudah cupcup, nanti ibu akan bilang ke Pandu. Ibu akan marahi dia ya nak. "
Malam harinya...
Keluarga Wijaya tengah menyantap makanan malam buatan Anggun. Untungnya saat itu Pandu pulang ke rumah dan ikut bergabung bersama mereka. Setelah acara makan malam usai, Anggun meminta Pandu untuk tidak ke kamar dulu dan menyuruhnya tetap duduk di tempatnya. Hanya Irene yang tidak ada di sini karena ada urusan penting.
"Pandu. "Estu membuka suaranya terlebih dahulu. Pria yang sudah tua dan akan memiliki seorang cucu itu menatap serius pada Pandu.
" Kemana kamu akhir akhir ini nak? Ayah tau jika kamu tidak sibuk bekerja, kamu kira ayahmu bodoh apa walaupun sudah tua begini? Jujur sama ayah, kemana kamu seharian ini? "ucapan tegas terlontar begitu saja dari mulut Estu.
Zena melirik Pandu yang hanya diam saja dan tak berniat sekali menjawab pertanyaan dari orang tuanya itu.
" Kamu tidak kasian apa tiap hari lihat Zena, istri kamu itu nangis buat nahan kamu agar tidak pergi tapi nyatanya kamu mengabaikan istrimu. Kemarin lalu kamu baik-baik saja tapi akhir-akhir ini sepertinya kamu sudah menyembunyikan sesuatu nak. Jujur sama ibu nak, kamu kemana? Bahkan pernah tak pulang juga. "Anggun meminta penjelasan pada anaknya itu.
Sungguh hati kedua orang tua Pandu terluka melihat anaknya yang tidak memberikan reaksinya sama sekali.
" Apa kamu tulus memberikan perhatian pada Zena saat kemarin lalu? Jangan kau buat istrimu sakit hati lagi Pandu! Jangan jadi lelaki yang selalu menyakiti hati perempuan! Berat jadi seorang wanita, kamu tak pernah merasakan susahnya jadi wanita. Ibu sudah bersyukur kalau kamu dulu mau menikahi Zena, itu menandakan kalau kamu laki-laki yang tanggung jawab. Ibu senang melihat kalian berdua menikah dan berumah tangga tapi melihat pernikahan kalian yang jarang adanya kebahagiaan itu membuat hati kecil ibu ini sakit. Sakit nak, ibu seperti merasakan apa yang dirasakan Zena. Menjadi perempuan yang tak diprioritaskan oleh suaminya sendiri apalagi sedang hamil besar dan akan melahirkan. "Anggun menangis saat mengutarakan isi hatinya itu. Zena yang akan beranjak untuk mendekati Anggun tidak diperbolehkan karena kondisi perut Zena yang begitu besar dan membuat Zena hanya bisa menatap sendu ibu mertuanya yang sedang menangis itu.
" Apa yang kamu pikirkan? Sepertinya kamu tengah memikirkan sesuatu yang berat. Ayah merawatmu hingga kamu sebesar ini, mana mungkin ayah tidak mengenalimu. Kamu berbohong, kamu jujur pun ayah tau. Sebenarnya kamu menganggap pernikahan kalian ini seperti apa? Kamu memang tak berharap menikah dengan Zena sampai-samlai kamu mempermainkan Zena? Kamu ingat perkataan ayah dulu jika sampai kamu menyakit Zena apalagi mencoba menceraikan Zena, kamu akan dicoret dari keluarga ini. Ayah tak butuh anak seperti mu, mau kamu durhaka sama ayah dan ibumu. Kamu yang nanggung sendiri. "
" Kamu masih berhubungan dengan Ca--"
Ucapan Anggun terhenti kala terdengar suara dering dari ponsel milik Pandu. Pandu bergegas menekan tombol hijau diponselnya itu lalu meletakkan di samping telinganya. Ia beranjak berdiri dari duduknya mengabaikan orang tuanya yang tengah mengajaknya bicara padanya.
"APA? "teriak Pandu lalu dengan panik Pandu keluar dari rumah segera sambil mengeluarkan kunci mobilnya dari dalam sakunya.
" Ya ampun anak itu. "Estu menghembuskan napasnya berkali-kali, dadanya terasa sesak melihat sikap anaknya yang berubah seperti ini.
" Zena! Kamu kenapa? "tanya Anggun panik melihat wajah Zena seperti menahan sakit. Ya memang Anggun juga tak sengaja melihat Zena menahan sakit tapi Zena selalu berkata tidak apa-apa.
" Bu Zena sebenarnya nahan sakit dari tadi, Zena kira itu sakit biasa dan nantinya bisa hilang tapi lama kelamaan Zena--ADUHH ARGHH SAKIT! "
" Zena! "
...