SEMBILAN

963 Words
Note : Diusahakan up tiap hari tergantung sinyal juga(: Follow: Ig & w*****d :Believe_nw  *** SEMBILAN Pulang dari taman Brantas sekitar pukul 9 malam. Kini Zena sudah berganti pakaian memakai baju tidur, piyama berwarna merah muda dengan motif bunga-bunga. Setelah selesai berganti pakaian, Zena duduk menatap kosong ke arah jendela luar yang masih belum ditutup olehnya. Kedua mata Zena menatap sekitar kamarnya yang terlihat luas tapi baginya itu tak penting luas atau tidaknya kamar, yang terpenting ada orang yang menemaninya dikala tidur apalagi pelukan hangat saat tidur itu sangat ia impikan. Zena menggelengkan kepalanya tatkala memikirkan sesuatu yang menurutnya aneh, tak mungkin jika Pandu mau tidur satu kamar dengannya. Memberi perhatian padanya itu sudah cukup membuat hatinya menghangat dan ia merasa bersyukur kala Pandu juga memberi perhatian pada anak yang dikandungannya. Zena berdiri untuk menutup jendela kamarnya dan setelah itu lampu kamar berganti dengan lampu tidur, Zena tak berani jika semua lampu kamarnya padam. Setelah selesai sudah wanita itu berbaring di atas tempat tidur dan tak lupa menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. "Hah sepi yah? " " Dulu aku berharap pernikahan itu sangatlah menyenangkan jika menikah bersama orang yang dicintai, tapi ada juga sih pernikahan lewat perjodohan. Hmm tapi aku ingin hidup bersama suami yang ku cintai, ya sih Mas Pandu itu suami yang kucintai bahkan sangat ku cintai--"Zena menghela napasnya sambil menatap langit-langit kamarnya. "Tapi hatinya milik orang lain, aku tak bermaksud merebut. Takdir yang tak terduga ini yang menyatukanku dengan mas Pandu, kupikir aku tak bisa lagi bersama mas Pandu setelah yang ku tau mas Pandu sama sekali tak mencintaiku dan semua perhatian yang dulu diberikan itu hanyalah palsu agar mantannya bisa sembuh dari penyakitnya. " " pikiranku blank saat ini hingga ku tak bisa berpikir lebih matang. Seharusnya aku tak memaksa mas Pandu, aku kasihan melihatnya seperti orang tertekan. Kenapa aku tak berpikir lebih dewasa? Aku terlalu kekanak-kanakan kah? Aku egois? Ya aku memang egois, tapi egoisku bukan untuk diriku  melainkan untuk anak yang ku kandung ini. Anak ini ingin selalu berada didekat mas Pandu. " " Aishh aku tidur saja, memikirkan itu membuat hatiku lebih sakit, apalagi jika mas Pandu tadi selalu berkirim pesan pada kekasihnya. " Akhirnya Zena memutuskan untuk menutup kedua matanya. Kamarnya memang sengaja tak dikunci dan berharap jika Pandu masuk ke dalam rumah lalu memeluknya kala ia tertidur tapi itu hanya sebuah ilusi saja. ... Pagi hari Zena dikejutkan oleh tiga orang asing berdatangan ke rumahnya. Tiga orang tersebut yaitu satu orang wanita paruh baya berusia 40 tahunan, satu wanita lagi berusia 30 tahunan serta seorang lelaki paruh baya berusia 40 tahunan. Mereka bertiga duduk di ruang tamu ditemani Pandu. Pandu berbincang sesaat lalu menyuruh Zena duduk di sampingnya kala menyadari jika Zena hanya berdiri saja sedari tadi. Pandu menatap sinus pada Zena yang tak ounya sopan santun, Pandu tau meskipun Zena berada dikeluarga tak mampu tapi Zena itu dimanja oleh kedua orang tuanya karena dirinya anak tunggal. "Ini istri saya pak, mbok. Zena, mereka bertiga ini adalah pembantu kita dan pak Yono ini sopir pribadi kamu. "Pandu memperkenalkan Zena pada ketiga orang itu begitupun sebaliknya Pandu mengenalkan ketiga orang itu pada Zena. " Mbok Narti kerjanya memasak sedangkan bu Ajeng ini kerjanya membersihkan rumah kita," ujar Pandu yang diangguki oleh dua orang yang disebutkan namanya tadi. Zena ikut tersenyum ramah menyapa mereka bertiga begitupula mereka ikut tersenyum menatapnya. "Tuan saya dan yang lain mulai bekerja sekarang, permisi Tuan Nyonya," ucap Narti sopan. "Iya silahkan. " Kini di ruang tamu hanya Pandu dan Zena saja sedangkan ketiga orang tadi pamit  mengerjakan tugas masing-masing. Pak Yono juga bekerja menjadi tukang kebun jika Zena tidak berencana pergi di rumah ini. Pandu tidak mau memperkerjakan orang banyak jadi cukup beberapa orang saja yang dibutuhkannya. Pandu dan Zena saling melirik saja lalu sama-sama membuang pandangan masing-masing. Keadaan makin canggung membuat Zena memutuskan untuk menonton televisi di ruang keluarga, dipikirannya ia sebenernya berniat untuk berbisnis tapi entah bisnis apa walau diharuskan meminta uang pada Pandu tapi ia masih ingin bekerja. Pandu mengambil ponselnya yang sedari tadi berdering di saku celananya, ia melihat layar ponselnya yang menyala ternyata kekasihnya tengah menelponnya. "Halo say--" "Om Pandu! "pekik suara anak kecil perempuan dari seberang sana membuat Pandu terkejut lalu ia mengulas senyuman tipis. " Halo juga Asha, apa kabar? " " Baik om. " "Ikut momymu nak?" "Iya om! Momy berada di sebelahku,"celoteh Asha, anak Cala. Asha melirik ibunya yang sedang sibuk dengan laptopnya. "Kangen om ndak? " " Kangen om, kangen buanget! Asha pengen cepet cepet ketemu om di Kediri!"teriak Asha antusias. "Yang sabar lah nak, momy kan lagi kerja,"ucap Pandu lembut. "Momy sibuk mulu kan Asha males gak ada temen di sini, Asha kangen sekolah. "wajah Asha cemberut. " Gak video call ya? " " Bentar Asha mau tanya momy-" --Momy bisa diganti video call dong! " Pandu yang mendengar percakapan Asha bersama Cala tersenyum senang. Pandu jadi gemas sendiri dengan Asha, anak yang menurutnya pintar itu. Cala melirik anaknya yang tengah menyodorkan ponselnya padanya lalu berkata," gak bisa video call, percuma nanti sinyalnya tiba-tiba jelek juga. " " Yahhh---" Lalu Asha memegang ponselnya dan didekatkan pada telinganya. --om gak bisa, kata Momy percuma nanti sinyalnya berubah jelek,"dumel Asha. "Ah gapapa nak, denger suara Asha aja om udah seneng kok. " " Asha juga om. " " Balik ke Kediri besok lusa rencananya mau kemana dulu nih? "goda Pandu. " Yahhh emmm mau kemana yah? " Hening Dahi Pandu mengkerut heran kala ia tak mendengarkan apapun lalu ia mengecek layar ponsel itu dan ternyata masih terhubung. " Haloo? "tanya Pandu tapi anehnya tak ada suara di sana. Beberapa detik kemudian ada suara teriakan membuat Pandu terkejut, itu suara Asha tapi saat ia akan membuka mulutnya untuk bertanya. Nada sambung teleponnya terputus, Pandu pun segera memberi pesan pada Cala tapi ternyata wanita itu sudah tidak online lagi. "Aneh sekali, "ujar Pandu sembari mengusap wajahnya, bingung dengan suara jeritan dari Asha. Ya ia yakin itu suara Asha. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD