Kesedihan

1125 Words
Selamat membaca! Selesai menceritakan semua yang terjadi pada Laura, kini Alan tampak berada di dalam mobil. Ya, Laura memerintahkan pada supir pribadinya untuk mengantar Alan kembali ke tempat tinggalnya. Sepanjang perjalanan pria itu memilih untuk diam dan hanya menatap ke luar jendela. Ada rasa rindu terhadap putri dan istrinya yang begitu membuncah dalam dirinya. Rindu yang mengingatkannya akan sebuah dendam. Dendam yang menjadi alasan, mengapa pria itu meminta kesempatan untuk kembali ke dunia. "Maafkan aku, Emilia. Maaf karena aku tidak bisa melindungi kamu dan juga Bella. Tapi aku janji, aku akan membalaskan dendam kalian. Mereka semua harus menanggung semua akibat atas perbuatannya," batin Alan dengan sorot matanya yang tajam. Sorot mata yang menyiratkan rasa dendam yang begitu menggebu dalam dirinya. Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, mobil yang dikendarai oleh Thomas kini tepat berhenti di pelataran kampus. "Kita sudah sampai Andrew," ucap Thomas memberitahu karena memang pria paruh baya itu sudah mengenalnya sejak lama. "Terima kasih." Tanpa mengatakan hal lain, Alan pun keluar dari mobil. Pikirannya kini masih terpaut pada kenangan kelam masa lalunya yang begitu membekas dalam ingatannya. Membuat wajahnya benar-benar sendu tanpa senyuman. "Sepertinya Andrew sedang ada masalah," batin Thomas saat mendapati perubahan sikap dari Andrew yang tampak murung saat ini. *** Sama halnya dengan Andrew, Laura pun merasakan kesedihan yang sama karena memikirkan Andrew, kekasihnya. Ia tak pernah membayangkan jika hal yang menurutnya tak masuk akal itu bisa terjadi. Bagaimana tidak, siapa pun pasti akan menganggapnya gila bila mendengar ceritanya bahwa jiwa yang kini hidup dalam tubuh Andrew bukanlah kekasihnya, melainkan orang lain. Seorang pria yang tak lain adalah anggota M16 yang mati terbunuh bersama dengan keluarga. Fakta yang juga membuatnya simpati terhadap Alan setelah mengetahui dari cerita pria itu. "Ya Tuhan, aku mohon jangan ambil Andrew dariku. Kalaupun ini hanya berlaku untuk sementara aku tidak apa-apa. Tapi, berjanjilah padaku jika suatu saat nanti Kau akan mengembalikan jiwa Andrew pada tubuhnya sendiri," lirih Laura yang sudah menangis di kamarnya sejak kepergian Alan. Di tengah kesedihannya, tiba-tiba terdengar suara dari seorang pelayan memanggil nama Laura sambil mengetuk pintu dengan perlahan. Ketukan yang membuat Laura sekita mengusap air mata pada kedua pipinya. "Nona, Tuan Jeff memanggil Anda. Ada sesuatu yang ingin beliau sampaikan." Laura yang penasaran pun akhirnya bangkit dari posisi telungkup sambil melepaskan sebuah bantal yang sejak tadi digunakannya untuk membenamkan wajah, saat menangis terisak. "Sepertinya ada sesuatu yang penting sampai Daddy ingin mengajakku bicara," batin Laura yang sudah mulai melangkah menuju pintu kamarnya. Setelah membuka pintu kamar, seorang pelayan wanita yang memang menjadi asisten pribadinya saat di rumah, mulai menyampaikan pesan dari Jeff, ayahnya. "Ada apa, Lily?" tanya Laura menatap heran maksud kedatangan sang asisten rumah tangga ke kamarnya. "Tuan Jeff baru saja pulang, Nona." "Ya, terus kenapa kamu memanggil aku kalau Daddy sudah pulang. Biarkan saja dia pulang, biasanya juga dia pulang dan pergi tidak perlu izin padaku. Memangnya Mommy belum pulang?" ungkap Laura yang malah balik bertanya pada Lily. "Bukan itu maksud saya, Nona. Tuan meminta Anda turun ke bawah dan menemui seorang pemuda yang datang bersamanya." Mendengar jawaban dari Lily, pikiran Laura pun langsung teringat pada perkataan sang ayah beberapa hari silam yang membuatnya merasa sangat kesal. "Jadi Daddy benar-benar akan memperkenalkanku pada pria itu, walau aku sudah menolaknya. Pokoknya aku tidak mau dijodohkan dengan pria itu," batin Laura menggerutu kesal, saat mendengar sang ayah ternyata masih bersikekeh menjodohkan dengan pria yang sama sekali belum dikenalnya. Walaupun pria itu sukses dan kaya seperti yang Jeff katakan, tapi Laura hanya mencintai Andrew. Hal itulah yang membuatnya selalu menolak perjodohan dari sang ayah. "Ayo, Nona! Tuan Jeff sudah menunggu Anda," ucap Lily setelah mendapati nona muda di rumah itu hanya diam karena hanyut dalam pikirannya. "Aku tidak mau menemuinya. Katakan pada Daddy, aku sedang tidur saja Lily!" titah Laura yang tampak terkejut ketika sosok ayahnya tiba-tiba datang dan ternyata mendengar perkataannya. "Laura! Segera ganti pakaianmu yang sopan karena James sudah menunggumu di bawah! Daddy tidak mau mendengar penolakanmu atau Daddy tidak akan lagi mengizinkan pria kurus itu untuk datang ke rumah ini." Jeff mengatakan hal itu dengan lantang karena tanpa diketahui oleh Laura, pria itu ternyata sudah mengetahui rahasia putrinya yang menjalin kasih diam-diam dengan Andrew. Perkataan Jeff spontan membuat kedua alis Laura saling bertaut dalam. Ia merasa semakin kesal karena tanpa sepengetahuannya ternyata sang ayah sudah tahu tentang hubungan rahasianya dengan Andrew. "Oh jadi, Daddy sengaja membayar orang untuk mengikuti ke mana aku pergi dan menyelidiki hubunganku?" "Ya, itu Daddy lakukan untuk melindungi dari pria yang sama sekali tidak sederajat dan tidak punya masa depan seperti Andrew. Daddy masih akan mengizinkanmu bergaul dengan pria itu, asalkan kamu mau menerima perjodohan ini. Kalau tidak, tadi itu adalah terakhir kalinya kau bertemu dengannya karena Daddy berarti harus memindahkan kuliahmu ke London. Jadi kau pilih mana?" Selesai mengatakan hal itu, Jeff mulai melangkah pergi dengan kedua tangannya yang tampak santai di dalam saku celana. Berbeda dengan Laura yang kini tengah bimbang memikirkan keputusan apa yang harus diambilnya. "Kenapa aku terlahir dari keluarga ini? Apa kau pikir aku bahagia? Tidak! Kalian itu terlalu sibuk dengan dunia kalian sampai melupakan aku. Bahkan sekarang kau juga ingin merampas masa depanku dengan perjodohan ini hanya demi kepentingan bisnismu! Kau ini sudah kaya Jeff, untuk apa kau masih melakukan perjodohan ini! Apa harta yang kau miliki masih kurang sampai kau rela menggadaikan kebahagiaan putrimu?" Walaupun Laura mengatakan hal itu dengan suaranya yang lantang. Namun, Jeff tetap bergeming dan terus melangkah tanpa menoleh sedikit pun, seolah tak memedulikan pendapatan putrinya yang tengah kecewa karena perjodohannya. Melihat Jeff mengabaikannya, Laura kini hanya bisa menangis dengan air mata yang tampak membasahi kedua pipinya. Air mata yang membuat Lily sebagai asisten rumah tangga yang sudah bekerja 10 tahun di rumah itu menjadi sangat simpati. "Nona yang sabar ya! Sebaiknya Nona turuti saja dulu permintaan Tuan Jeff. Saat ini, mungkin itu yang terbaik, Nona." "Tapi aku tidak mencintai pria itu. Apa kau tidak mengerti jika cinta itu tidak bisa dipaksakan?" ungkap Laura meluapkan isi hatinya pada Lily yang sudah dianggapnya seperti pengganti ibunya di saat sang ibu terlalu sibuk dengan kerajaan bisnisnya. "Nona, tidak perlu bersedih seperti ini. Percayalah pada Tuhan jika semua pasti akan baik-baik saja. Memang sekarang Andrew belum menjadi apa-apa, tapi kalau saya lihat, suatu saat nanti dia bisa sukses dan menjadi orang penting di dunia ini. Apalagi kata Nona, Andrew itu kan pria yang sangat pintar di kampus." Seketika Laura mengusap air matanya. Mencoba tegar, walau harus menahan pahit dan rasa kecewanya dalam-dalam. "Apa pun yang terjadi, aku akan tetap mencintaimu Andrew. Sekarang lebih baik aku ikuti dulu permintaan Daddy, aku tidak mau jauh dari Andrew. Terlebih saat ini, aku harus mengawasi pria itu agar menepati semua janjinya sebelum kepergiannya ke London," batin Laura yang coba menetapkan hati untuk menuruti keinginan sang ayah, walau hanya pura-pura. Bersambung ✍️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD