• Pembawa Kabar Kematian
Wu Zhong pulang ke rumah keluarganya dengan wajah kesal. Turun dari mobil, pria itu menyembunyikan wajahnya. Tapi bukan karena kekesalan yang ia tampakkan, melainkan luka lecet yang ia dapatkan.
Wu Zhong masuk melewati ruang tamu dengan berjalan lebih cepat sembari tangan menutupi wajahnya. Dia sadar kalau di ruang tamu sedang ada orang tuanya. Dia bisa mendengar suara perbincangan disana.
“Hei keponakan?! Kenapa begitu terburu-buru?”
Suara yang tidak asing bagi telinga Wu Zhong. Suara itu adalah suara dari orang yang selama ini dia kagumi. Orang itu adalah cerminan bagaimana Wu Zhong ingin menjadi. PamannyaPamannya, Wu Gang.
“Paman Gang, apa itu kau?” ujar Wu Zhong. Pria yang tadinya kesal itu langsung semeringah seketika mendengar suara pamannya.
“Keponakanku Wu Zhong, Kenapa kau tutupi wajahmu seperti itu? Apa kau menangis karena terlalu senang bertemu dengan pamanmu ini? Kau masih sangat menyedihkan sama seperti dulu, ya. Haha...”
Wu Gang yang menghampiri keponakannya itu kemudian menarik tangan Wu Zhong yang digunakan untuk menutupi luka di wajahnya.
“Oy oy oy! Dengan semua itu di wajahmu bahkan kau tampak lebih menyedihkan lagi, Wu Zhong,” ujar Paman Wu Gang dengan sinis.
“Apa yang terjadi?” tanya Paman Wu Gang.
“Biasa paman. Sebuah perkelahian, memang memalukan karena aku kalah pada orang itu. Dia bisa kungfu, sedangkan aku tidak. Ternyata kungfu memang hebat, hehe,” jawab Wu Zhong.
“Heh! Apanya yang hebat. Kungfu tidak sehebat itu...”
Wu Gang membuka kancing bajunya dua dari atas, kemudian dia memperlihatkan sebuah tato yang terukir di d**a bagian kanannya. Sebuah tato dengan gambar kaki burung mencengkram tengkorak itu tampak menyeramkan.
“Ini... Ini baru hebat,” ujar Wu Gang.
“Paman... Itu... Apakah itu adalah organisasi milik paman?”
“Bisa di bilang seperti itu, kau mungkin belum pernah mendengar namanya. Karena saat ini kau masih remaja bau kencur. Saat kau sudah dewasa, mungkin nama organisasi ini akan membuatmu berkeringat dingin ketika mendengarnya.”
“Bisakah paman memberi tahu nama organisasi itu?” dengan rasa ingin tahu yang cukup dalam Wu Zhong menanyakannya dengan semangat.
****
Ye Shao masuk ke dalam kediaman Keluarga Meng. Sangat berbeda dengan waktu pertama kali dia datang kesana. Sekarang semua murid bahkan guru yang mengajar disana begitu menyambut kedatangan Ye Shao dengan senang hati.
“Selamat datang, Kakak Ye!” sambut para murid sambil membungkuk memberi hormat pada Ye Shao.
“Jumpa lagi, semuanya. Kalian sangat giat berlatih, itu bagus.”
“Tentu, Kakak. Kami semua berlatih agar kami bisa cukup kuat untuk menerima pelajaran selanjutnya dari Guru Besar. Kami juga ingin menjadi praktisi seperti, Kakak Ye!”
“Ya! Kemauan itu penting untuk mendaki. Tanpa kemauan, seseorang tidak akan pernah melangkah ke tingkatan yang lebih tinggi. Jangan pernah menunggu untuk tau apa kemampuan kalian. Majulah saat kalian punya kemauan.”
“Terimakasih, Kakak Ye!” sekali lagi para murid dari perguruan keluarga Meng membungkuk memberi hormat pada Ye Shao.
Ye Shao mengangguk memberi senyum ramah pada mereka semua.
Duan Ji yang melihat pemandangan itu dari jauh hanya bisa membuang muka, dengan perasaan kesal dia mencoba menjauhi kerumunan itu.
“Dasar orang-orang bodoh,” umpat Duan Ji dalam hati.
Sementara itu Meng Bingbing yang saat itu juga melihat kedatangan Ye Shao ke kediamannya merasa begitu gugup. Dia sempat berpikir untuk menghindar dari Ye Shao. Tapi pria itu malah menyapanya.
“Bingbing, kau sedang belajar, ya?” ucap Ye Shao setelah dia melihat gadis itu membawa sebuah buku yang cukup tebal di tangannya.
“Apa ini? Apa kau tidak percaya diri karena bertaruh denganku? Apa kau ingat pada pertaruhan kita terakhir kali?” imbuh Ye Shao dengan nada meledak.
“Aku mengaku kalah jika bertaruh denganmu menggunakan otot, tapi dengan otak... Aku tentu tidak akan kalah. Yang ku khawatirkan adalah si ketua kelas. Dia tidak mengatakan omong kosong saat bilang bahwa dia peringkat satu selama lima semester. Gadis itu pintar, aku tidak ingin kalah darinya.”
Dengan jari telunjuknya Meng Bingbing mendorong bahu Ye Shao, “Kau... Sudah belajar? Kau terlihat sangat santai, padahal nilaimu adalah yang terburuk di sekolah. Kenapa kau berleha-leha, Tuan Muda Ye?”
“Jika kau kalah, dan aku mendapatkan nilai tertinggi, kau akan berkencan denganku selama satu hari penuh. Apa kau tidak khawatir?” ujar Meng Bingbing.
Ye Shao tertawa kecil, kemudian tersenyum manis. “Khawatir? Kenapa? Jika aku kalah, aku akan mengencani seorang gadis cantik? Memangnya aku akan rugi?” jawab Ye Shao sambil melangkah masuk menuju ruangan Pak Tua Meng.
Meng Bingbing begitu terkejut, jantungnya berdegup kencang. Gadis itu baru saja di buat terpesona.
“Cantik? Apa yang dia maksud adalah aku?” dengan wajah yang merona gadis itu mengucapkannya.
Ye Shao mengetuk pintu yang sudah terbuka sedari awal.
“Kakek Meng, Aku sudah datang.”
Kakek Tua itu ternyata duduk di sebuah kursi yang bisa di putar, ketika Kakek itu berbalik ke arah Ye Shao, tangan Kakek Tua itu terlihat sedang memegang arak.
“Nak Ye, duduklah. Kau tidak perlu menunggu perintahku untuk duduk dimana saja di rumah ini. Kau sama halnya dengan cucuku, aku memperlakukanmu demikian, jadi tidak usah menahan diri.”
“Terima kasih, Kakek Meng,” jawab Ye Shao yang kemudian duduk di kursi.
“Bau arak yang begitu menyengat, Kakek. Apa tidak terlalu pagi untuk minum?”
“Hahaha... Langit sudah gelap, Nak. Pagi apanya.”
“Tetap saja, Kakek. Ini masih jam enam sore. Terlalu awal untuk minum-minum.”
“Ye Shao... Kau harus tau... Pak Tua ini sudah berumur dan terkadang tanpa sadar melupakan sesuatu. Aku hanya khawatir aku lupa meminum arak ini sebelum menjualnya. Mumpung aku ingat, aku ingin mencicipi rasanya.”
“Hahaha... Ternyata rasanya benar-benar luar biasa. Tidak sia-sia aku membelinya dengan harga mahal.”
“Nak Ye... Benda yang sedang kuminum ini adalah Arak seribu tahun. Benda ini sulit di dapat, bahkan hanya tersisa satu kendi yang seperti ini. Meskipun di sebut sebagai arak seribu tahun... Tapi usia arak ini tidaklah setua itu. Dulu aku membelinya ketika usia arak ini masih seratus lima puluh tahun. Sekarang usianya sudah genap dua ratus tahun.”
“Apa istimewanya arak yang di kemas menggunakan kendi kuno, Kakek? Arak ya arak. Mungkin minuman itu mahal karena wadahnya yang sudah seperti barang antik. Jadi itu mahal karena kendinya.”
“Ye Shao... Arak ini memiliki keistimewaan, seperti namanya, arak seribu tahun akan semakin nikmat jika usianya semakin tua. Semakin lama usia arak ini, semakin terasa kelezatannya. Ternyata semua itu bukan hanya omong kosong, saat kucicipi pertama kali memang nikmat, tapi setelah lima puluh tahun kemudian, ini menjadi sangat luar biasa.”
“Hahaha... Sayangnya aku tidak bisa menyimpan benda ini lebih lama, percuma juga menyimpannya, saat aku mati nanti aku tidak bisa merasakan kelezatan arak seribu tahun ini.”
“Lalu Kakek berniat memberikannya padaku, agar aku bisa merasakannya suatu hari? Hehehe... Kakek Meng memang sangat baik hati.”
“Dasar bocah bau, kau sudah mendapatkan hati cucuku dan kau masih mengharapkan sesuatu yang istimewa lainnya dari kediamanku,” ucap Kakek Meng dengan nada kesal.
“Eh? Jadi benda itu bukan untuk di serahkan padaku?”
“Tentu saja tidak, Bocah Bau. Aku ingin menjualnya kembali.”
“Tapi aku tidak punya uang untuk membelinya, Kakek. Apa kau memanggilku kemari untuk menjadi pembicara antara dirimu dan ayahku? Kalau itu ayahku, mungkin dia akan membelinya.”
“Tidak tidak, bukan itu inti pembicaraan kita, Nak.”
“Lalu...”
“Sebuah Pelelangan!”
“Pelelangan?” tanya Ye Shao dengan wajah heran.
“Ya! Yang terbesar. Pelelangan yang di adakan dalam sepuluh tahun sekali. Pelelangan yang hanya bisa di masuki oleh mereka para kaum elit. Tempat menghasilkan uang jutaan yuan dalam semalam.”
“Kenapa Kakek membicarakan hal ini denganku? Memangnya apa yang akan di lakukan seorang murid SMA di acara sebesar itu?” tanya Ye Shao.
“Seorang murid SMA? Bagaimana kalau kita ubah sebutan itu sedikit? Seorang murid SMA yang bisa membuat pil pemulihan,” jawab Pak Tua Meng sambil tersenyum.
“Nak... Benda itu bisa berharga sangat tinggi, ini adalah waktu yang pas untukmu menjualnya dengan harga yang tidak bisa murid SMA sepertimu bayangkan. Jalanmu untuk memimpin keluarga Ye akan jauh lebih mudah dengan hal ini sebagai pencapaianmu.”
“Aku yakin sodaramu yang lainnya tidak akan menyadari hal ini, kau akan memulai start jauh-jauh di depan mereka.”
“Kenapa Kakek Meng mau membantuku?”
“Tentu saja karena kau calon menantuku, apa salahnya jika aku membantu. Setidaknya dengan ini aku bisa memastikan bahwa Bing Kecil akan bahagia. Benar?”
“Kakek, Aku dan Bingbing hanya teman sekelas. Aku masih tidak memiliki ketertatikan padanya, tapi untuk pelelangan yang kau bicarakan. Aku sangat tertarik!”
“Ya, tetap saja aku senang mendengarnya. Tapi Nak Ye... Sebelum itu ada masalah yang harus di atasi.”
“Masalah?”
“Ya! Pembawa Kabar Kematian.”