Bab 22. Penyelamat

1047 Words
"Dia ada di dalam, aku lihat tadi perempuan itu ke arah sini," ujar seorang pelayan. Acara ulang tahun Adrian yang dihadiri keluarga besar, menjadi heboh setelah keluarga besar itu menyadari kalau Daisy yang mencoba akrab dengan anggota keluarga bukan siapa-siapa alias orang asing. Di tambah Karin tiba-tiba menghilang dan salah satu pelayan mengatakan Karin di bawa oleh seorang pria. "Ini kamar tamu, mungkin Karin lelah dan ingin beristirahat. Sudahlah, biarkan dia," jelas Yudha berpikir positif. Namun hal itu segera membuat Rini tak terima. "Dia bersama laki-laki, apa Dad tidak mendengar ucapan pelayan kita? Bagaimana jika dia berkhianat pada Adrian dan melakukan hal senonoh di dalam?" "Mom?!" tegur Yudha memperingatkan. Di sisi lain, anggota keluarga seperti om, bibi dan beberapa sepupu Adrian yang masih di sana, atau memutuskan untuk menginap mulai heboh sendiri dan berbisik. "Aku cuma tidak mau anakku dikhianati, terlebih lagi oleh perempuan miskin seperti Karin!" ungkap Rini ketus dan langsung meminta pembantu membuka pintu kamar itu dengan kunci cadangan. Brugh! Pintu terbuka dengan dorongan Rini setelah kuncinya di buka. Namun tidak ada siapapun di sana. Kamar bahkan kosong seperti belum di pakai sama sekali. "Segitu tidak sukanya kamu pada menantumu, Rin. Sampai sangat bersemangat untuk menjatuhkannya," ujar Bibi Adrian menatap Rini kecewa. "Jujur aku baru pertama kali melihatnya, tapi aku langsung sadar kalau dia perempuan baik-baik. Entah, hal apa yang membuatmu sampai begitu membencinya ...." "Sudahlah, Mbak. Tidak usah ikut campur urusan keluargaku. Lagian, Mbak juga tidak tahu bagaimana buruknya menantuku," ujar Rini seenaknya. Yudha langsung menghela nafasnya kasar begitu mendengar ucapan istrinya. "Tapi selama ini yang aku perhatikan menantu kita memang gadis baik dan penurut, Mom jangan berkata seperti itu!" "Dad juga tidak usah ikut campur. Tahu apa kamu Dad soal urusan wanita?!" omel Rini yang langsung pergi dari sana begitu saja. "Maaf, Mbak. Rini memang seperti itu belakangan ini. Dia kecewa karena Daisy tidak jadi menjadi menantu kami, dan bersikap buruk pada Karin," jelas Yudha tak enakan pada istri dari kakak laki-laki tertuanya. Kakak iparnya itu cuma bisa mengangguk dan segera pamit pulang dari sana bersama suaminya. Sementara anak-anak juga melakukan hal yang sama, dan tentu saja suasana yang mencekam seperti itu membuat anggota keluarga besar merasa tidak nyaman menginap. ***** "Ugh!!" Karin menguap dan meregangkan kedua tangannya. Kemudian pusing dan langsung mengorek ingatannya soal kejadian semalam. Ibu mertuanya tiba-tiba baik hati dan perhatian memberinya jus, lalu Karin meminumnya. Ingatan itu pun membuatnya memeriksa kondisinya sampai ke bawah selimut. Sialnya Karin hanya memakai dalaman, dan saat memperhatikan kondisi sekitar yang seperti asing. Hal itupun membuat Karin pucat. "Aku tidak mungkin ngapa-ngapain kamu, Rin. Aku cewek dan masih suka sama Brian!" ceplos Thania. Karin langsung sadar kalau dia tak sendiri di sana. "Kenapa aku bisa di sini bukankah--" Karin kembali dan berusaha mengingat ingatan terakhirnya, sebelum dia berakhir di sebuah kamar bersama Thania. "Kamu mabuk semalam dan bersama laki-laki. Dia memakai pakaian pelayan, dan mencurigakan, jadi aku memukulnya dan membawamu ke sini. Sialnya kamu malah muntah, jadi maaf aku melepas bajumu. Hm, tapi pagi ini kamu juga membangunkan aku dengan menggigit lenganku. Apa kamu lapar?" bingung Thania dengan kejadian terakhir yang Karin lakukan. Sepertinya itu kebiasaan buruk Karin. Jika tidak makan malam dan kelaparan, paginya dalam keadaan tidur suka mengigit sesuatu atau bahkan seseorang tanpa sadar. "Ya, aku lapar, tapi aku tidak akan berterima kasih setelah apa yang kamu lakukan sebelum ini," jawab Karin sinis. Thania menghela nafasnya kasar. Dia sadar dan sangat sadar memang dengan apa yang sudah dilakukannya. Sangat-sangat keterlaluan sampai wajar saja jika Karin sulit memaafkannya. Namun, bagaimana lagi cinta memang segila itu, dan obsesinya menekan Thania untuk terus maju meskipun dengan cara yang salah. "Tidak masalah. Benci saja aku sepuasmu dan sebanyak yang kamu mau. Akan, tetapi Karin kamu harus tahu, kalau aku tidak akan membalas hal yang sama. Bagiku selamanya kamu tetap menjadi sahabatku," jawab Thania pasrah. Namun, Karin tidak terharu mendengarnya. Dia terlalu kecewa pada Thania yang terlalu semena-mena pada dirinya. "Aku tahu kamu muak, ah sudahlah ... jangan dibahas lagi. Kamu lapar bukan? Aku akan mengambil sarapan untukmu. Ganti bajumu dan kamu bisa pakai milikku yang di lemari. Hm, tapi tidak--" Thania geleng-geleng kepala. "Kamu pasti juga muak dengan pakaianku, baiklah aku akan meminta kak Adrian membawa pakaianmu," jelas Thania melanjutkan. Dia kemudian buru-buru keluar dari kamarnya, takut kalau terlalu lama di sana, dia dan Karin kembali bertengkar. Mungkin bisa seperti terakhir kali atau bahkan lebih buruk. Mereka saling memukul, menjambak, dan menampar. Thania tak mau itu, dan saat masih sadar seperti saat sekarang dia memilih mengalah dengan menjauh. ***** "Di mana Adrian, kenapa dia belum kembali sejak semalam?" tanya Yudha. Saat ini dia sedang sarapan, berdua dengan Rini, sebelum kemudian Thania muncul di sana. "Kamu juga, Than, kok baru muncul sekarang kemana tadi malam saat acara spesial kakak kamu Adrian berlangsung?" lanjut Yudha. "Males, ah. Lagian ngapain om dan juga bibi harus datang bersama sepupu-sepupuku yang lain?" kesal Thania. Sebenarnya hal itu bukan tanpa alasan. Acara ulang tahun Adrian akan dirayakan dengan meriah dan mengundang kolega, rekan bisnis juga semua staf dan pegawai perusahaan. Namun, gagal karena Adrian tak setuju. Acara pun beralih dengan sederhana, tapi kebetulan bibi, pamannya sedang di dalam negeri. Jadi mereka sepakat untuk mengundang semua anggota keluarga besar untuk merayakannya. Hanya anggota keluarga besar, dan pelayan rumah besar itu, tapi Rini malah egois dengan membawa Daisy masuk. "Ck, kamu ini masih belum berubah. Mereka itu saudara kamu Thania," tegur Yudha. "Apanya yang saudara toxic begitu. Aku juga tidak akan sudi diantara mereka jika bukan karena keluargamu, Dad," jawab Rini. Bugh! Yudha langsung meletakkan sendoknya dengan kasar ke atas meja dan pergi begitu saja. Kali ini laki-laki paruh baya itu nampak sangat kecewa dengan ucapan istrinya. Namun Rini juga bukan tanpa alasan berkata seperti itu, dia memang tak bisa bergaul dengan keluarga dari suaminya itu. "Dad! Mau kemana, sarapanmu belum habis?" panggil Rini pada suaminya. Dia menyusul dan membujuk suaminya, meninggalkan Thania yang masih di sana. Sebenarnya bukan tidak ingin bergabung, tapi sebelumnya Thania sudah mendengar rencana ibunya. Dia tak mau fokusnya terhalang jika berbaur dengan bibi, paman, dan para sepupunya. Kenyataannya Thania diam-diam mengawasi Karin. Bukan cuma karena ingin membantunya, tapi Thania juga tak mau jika rumah tangga kakak dan kakak iparnya hancur, maka itu akan berisiko mengusik hubungannya dengan Brian. Intinya Thania masih takut, kalau Brian bisa kembali bersama Karin. *****

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD