"Jadi kamu kamu ingin istrimu hamil secepatnya, untuk membuatnya semakin terikat padamu, dan tidak bisa balikan pada mantannya?" tanya Aksa serius.
Dia adalah dokter kandungan, dan seharusnya tidak boleh mencampuri urusan pribadi pasiennya, hanya saja Adrian adalah sahabatnya. Sehingga tentu saja berbagi cerita bagi keduanya menjadi hal yang wajar.
"Aku hanya ingin membuat Thania bahagia dan tidak tertekan." jelas Adrian serius.
Aksa sampai menghela nafas kasar mendengar ucapan pria di sampingnya itu. Dia tak habis pikir, bagaimana Adrian menjadi sekejam itu.
"Jadi maksudmu kau rela mengorbankan kehidupan orang lain demi kebahagiaan adikmu? Konyol!! Kau benar-benar keterlaluan!" ungkap Aksa kesal.
Adrian mengerutkan dahi. "Kamu tidak tahu rasanya hampir kehilangan adikmu sendiri. Thania beberapa waktu lalu demi bersama laki-laki bajing*n itu nekat bunuh diri hadapanku. Apa kau bisa membayangkan bagaimana perasaanku?!"
"Tapi kamu tetap salah, Bro. Memberikan maunya Thania dan menurutinya, bukanlah solusi. Saat itu dia mau kamu menikahi kekasih dari laki-laki yang dia sukai, terus selanjutnya apa? Saat dia masih tak bisa mendapatkan cinta laki-laki itu, apa yang harus kamu korbankan lagi untuk adikmu itu?!" ujar Aksa mencoba menyadarkan Adrian.
Untuk sesaat keduanya langsung terdiam, sama-sama dalam pikiran masing-masing. Aksa dengan pikiran tak habis pikirnya, sementara Adrian mulai memikirkan ucapan Aksa.
Tidak ada yang salah dengan ucapan itu. Aksa benar, tapi untuk sekarang Adrian terlalu tidak berdaya.
"Aku akan pikirkan hal itu nanti. Sekarang hanya ini yang bisa kulakukan. Sekarang jelaskan saja bagaimana caranya agar Karin cepat hamil, dan apa saja yang harus dilakukan?" desak Adrian mengalihkan topik.
Aksa segera berdecak kesal, tapi kemudiaan diapun menjalankan tugasnya sebagai dokter kandungan. Menyarankan juga menjelaskan beberapa hal pada Adrian.
*****
"Kakak!" Thania melihat Adrian dan menghampirinya.
Gadis itu menatapnya, dan Adrian segera mengerti tatapan adiknya itu. Thania butuh kepastian soal janjinya waktu itu.
"Brian akan menjadi milik kamu, Kakak bisa pastikan itu untukmu Thania. Jangan khawatir Karin akan selamanya menjadi kakak iparmu, dan dia tidak akan pernah bisa kembali pada laki-laki itu," jelas Adrian meyakinkan.
Namun, Thania tak bisa langsung puas, dan teringat dengan sebuah fakta. "Lalu bagaimana dengan kak Daisy, bukankah dia tunanganmu. Apa kakak harus berkorban sebanyak ini untuk aku?"
Adrian langsung terdiam dan memikirkan ucapannya, tapi sesaat setelahnya dia malah tersenyum, sembari mengucap puncak kepala Thania.
"Dengar ini gadis kecil, sebenarnya aku tidak suka Daisy dan kami tidak pernah tunangan. Hanya pernah mau tunangan, mommy terus mendesakku, dan aku tidak punya pilihan. Jadi tidak usah merasa bersalah begitu, dengan permintaanmu, aku sebenarnya diuntungkan, karena tidak harus menikahi Daisy."
"Lalu Karin, bukankah Kakak terpaksa?!" tanya Thania dengan kalimat yang lumayan sarkas.
"Aku suka perempuan yang mudah diatur, tidak boros sepertimu dan paling penting tidak banyak menuntut," jawab Adrian dengan cepat.
"Kakak bercanda?" tuntut Thania memastikan.
Adrian menggeleng. "Mungkin terlalu dini untuk menyukai Karin, tapi kehadiran perempuan itu dalam hidupku tidak pernah membuatku keberatan. Berbeda dengan Daisy."
"Hm, aku harap kakak serius, dan aku mohon jangan sakiti Karin. Aku sudah cukup jahat mengambil kebahagiaannya, jadi aku mohon tolong berikan dia kebahagiaan lainnya, Kak," jelas Thania penuh harap.
Adrian langsung bingung dengan permintaan itu, sebab sejak awal Thania harusnya menjadi musuhnya Karin. Apalagi saat Adrian terbayang ingatannya soal Karin, dimana waktu itu dia mendengarnya pembicaraannya soal Thania. Perempuan yang sekarang berstatus sebagai istrinya itu, sangat berambisi untuk menyakiti Thania.
"Apa kamu tidak salah bicara, Karin itu membencimu?!" ujar Adrian tak habis pikir.
'Dan aku pantas mendapatkannya!' batin Karin. Namun, begitu dia menjawab, jawaban itu malah bertolak belakang dengan isi hatinya.
"Dia itu perempuan, dan sesama perempuan, aku tidak ingin menyakiti perempuan lain. Lagipula sekarang dia kakak iparku, dia istrimu, Kak. Tidak aneh bukan, jika Kakak memperlakukan istri sendiri dengan baik," jelas Karin.
Adrian pun menganggukkan kepalanya, tak kuasa untuk menolak permintaan adiknya itu. "Tidak usah khawatir."
*****
Sementara itu Karin kembali ke kampus, tapi bukan untuk bimbingan. Dia ke sana hanya pelarian agar tidak bertemu dengan ibu mertuanya yang rewel dan juga banyak maunya. Di tambah suaminya yang menuntut jatah tanpa kenal waktu. Adrian bisa pulang tanpa terduga, dan hanya untuk meminta haknya pada Karin.
"Ini nih, alasan kenapa kita harus sering rutin ketemuan. Dua minggu berpisah kamu sudah berubah menjadi perempuan lemah!" Mila geleng kepala setelah mendengar banyak cerita Karin saat mereka tak bersama.
"Ditindas mertua, belum lagi dibanyak mauin sama suami, dan sampai sekarang kamu bahkan belum pernah kasih perhitungan pada anak manja itu!" lanjut Mila semakin tak habis pikir.
"Ck, sudahlah jangan ngomongin itu lagi. Sekarang berikan aku saran agar terhindar dari tiga masalah itu?" kata Karin.
Beberapa hari ini, Mila memang sudah aktif mempengaruhi pikiran sahabatnya itu, dan sekarang dia juga akan melakukannya.
"Ah, ya sebelum itu. Aku punya masalah lain, gimana caranya supaya nggak hamil dalam waktu dekat ini, kamu tahu bukan kalau aku uda--"
"Sssttt ... jangan lanjutkan, aku udah mengerti. Aku pernah nonton drama dan itu bisa kok, kamu jangan khawatir. Nanti aku akan temani kamu konsultasi sama orang yang mengerti hal begituan!" jelas Mila membuat raut wajah Karin cerah.
"Tapi pertama kamu harus menonton drama dulu, sini aku tunjukkan!" jelas Mila serius.
Gadis itu mengeluarkan ponselnya lalu membuka aplikasi telepon yang memberi layanan menonton banyak flim. Mila memilih salah satu dan memperlihatkannya pada Karin.
"Ckckck, aku juga udah digituin sama mertua aku. Dijadikan babu, masa iya aku harus pasrah lagi, Mil?" tolak Karin.
"Bukan gitu, Rin. Kamu bukan mau mencontoh kelakuan MC dalam filmnya, tapi antagonisnya. Seperti yang aku sarankan kemarin-kemarin. Lawan mertuamu yang jahat itu, lalu saat suamimu datang tundukkan kepala lalu jawab iya dan iya terus dan paling bagus jika mertuamu mendorongmu. Kamu langsung menjatuhkan diri saja!" jelas Mila bersungguh-sungguh.
Karin menghela nafas. "Aku sudah melakukan adegan itu dan kau tahu. Bajing*n itu memang membela aku dihadapan ibunya, tapi setelahnya dia malah menghabisi aku."
"Brengs*k juga suami kamu, Rin."
"Hm, gimana lagi," jawab Karin lesu.
"Udah nggak usah menyesal. Oh, aku punya ide!" ungkap Mila tiba-tiba, seperti idenya yang memang datang mendadak. "Gimana kamu hamil saja, terus melahirkan anak laki-laki. Seperti di film-film, gunakan anakmu itu untuk mengambil ahli kekayaan mereka, terus depak mereka semua dari sana, atau nggak balas dendam saja. Misalnya jadikan mereka jadi pembantu!!"
Karin langsung berdecak. "Kamu yang serius, Mil. Mereka itu nggak Sebodoh itu, lagian aku nggak sudi mengandung anak bajing*n itu!"
*****